Senin, 30 Oktober 2023 10:30

Tanpa Jokowi, Ganjar-Mahfud Masih Berpeluang Jadi Jawara Pilpres 2024

Usman Pala
Konten Redaksi Rakyatku.Com
(Foto: Instagram/Ganjar Pranowo)
(Foto: Instagram/Ganjar Pranowo)

Saidiman melihat tipisnya elektabilitas Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran bisa dimaknai dukungan Presiden Jokowi tak berpengaruh besar. Ia meyakini rekam jejak masih menjadi acuan utama memilih capres dan cawapres dan bukan hanya sekadar melihat trah politik.

RAKYATKU.COM -- Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menilai pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mampu bertarung "meladeni" pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Meski tanpa dukungan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Ganjar-Mahfud diyakini masih punya peluang menang.

Kesimpulan itu diambil Saidiman berbasis temuan sejumlah survei, termasuk yang dilakoni SMRC. Saat dipasangkan dengan Gibran, elektabilitas Prabowo ternyata tidak naik signifikan. Padahal, Jokowi telah merestui Gibran untuk maju sebagai cawapres pendamping Prabowo.

"Sejauh ini, belum bisa dipastikan siapa yang nomor satu. Tapi, kami melihat Gibran sebagai orang yang di-endorse Jokowi ternyata tidak signifikan (mendongkrak elektabilitas Prabowo). Pengaruh Jokowi ternyata sangat terbatas," ucap Saidiman, Senin (30/10/2023).

Baca Juga : Pj Gubernur Bahtiar Dipanggil Presiden Jokowi, Paparkan Rencana Pembangunan Sulsel

Survei terbaru Litbang Kompas yang dirilis pada Agustus 2023 menemukan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin mencapai 74,3%. Itu merupakan tingkat kepuasan publik tertinggi Jokowi sejak 2019.

Tak hanya berbasis kepuasan publik yang tinggi, Jokowi juga dianggap punya pengaruh politik yang besar terhadap hasil Pilpres 2024 lantaran masih merawat kelompok relawan dengan jumlah anggota yang besar. Salah satunya ialah Projo yang diketuai Budi Arie Setiadi. Projo telah mendeklarasikan bakal mendukung Prabowo-Gibran.

Menurut Saidiman, tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi tidak serta-merta bisa diwariskan kepada Gibran. Sebagian masyarakat, kata dia, justru kecewa lantaran Gibran "diloloskan" menjadi cawapres Prabowo melalui proses yang kurang adil dan demokratis.

Baca Juga : Pj Gubernur Bahtiar Semobil dengan Presiden Jokowi, Laporkan Perkembangan Sulsel

"Prabowo terbuka terhadap generasi milenial dengan memilih Gibran sebagai cawapres. Tapi, ada sentimen negatif juga semisal bergabungnya Gibran ke Prabowo itu justru bisa menurunkan suara Pak Prabowo karena proses masuknya Gibran sebagai cawapres tidak dilakukan secara normal sebagai calon," kata Saidiman.

Gibran memenuhi syarat sebagai cawapres setelah MK mengabulkan sebagian gugatan terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal capres dan cawapres.

Dalam putusannya, MK menetapkan syarat pendaftaran capres-cawapres harus berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota. Saat putusan itu diketok, Gibran masih berusia 36 tahun.

Baca Juga : Presiden Jokowi Janjikan Pembangunan Stadion Baru di Makassar

Saidiman melihat tipisnya elektabilitas Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran bisa dimaknai dukungan Presiden Jokowi tak berpengaruh besar. Ia meyakini rekam jejak masih menjadi acuan utama memilih capres dan cawapres dan bukan hanya sekadar melihat trah politik.

"Pemilih kita itu sebenernya relatif independen. Mereka memilih berdasarkan rekam jejak dan program kerja, baru setelahnya mempertimbangkan aspek- aspek lain di luar itu," kata Saidiman.

Selain itu, Saidiman berpendapat dinamika elektabilitas para paslon juga bakal kuat dipengaruhi debat publik. Pada momen debat itu, ia meyakini Prabowo- Gibran potensial keok saat beradu gagasan melawan Ganjar Mahfud atau Anies-Muhaimin.

Baca Juga : Pengamat: Pasangan Prabowo-Gibran Rawan Tersandera Kelompok Oligarki

"Debat itu saya rasa punya pengaruh elektoral bagaimana publik melihat siapa yang paling ikhtiar di antara kandidat ini yang kira-kira melanjutkan keberhasilan Presiden Jokowi. Dari situ kemudian terlihat siapa yang tidak punya konteks dan tidak punya subtansi," ucap Saidiman.

Dinamika elektabilitas setidaknya bisa dilihat dari sigi sejumlah lembaga. Survei Alvara Research Center pada periode 1-6 Oktober, misalnya, menunjukkan duet Ganjar-Mahfud meraup elektabilitas hingga 36,5%, diekor Prabowo-Gibran (30,1%), dan Anies-Muhaimin (19,4%).

Adapun survei LSI Denny JA yang digelar pada 4-12 September menunjukkan pasangan Prabowo-Gibran unggul dengan elektabilitas 39,3%, dikuti Ganjar-Mahfud dengan tingkat keterpilihan 36,9%. Pasangan Anies-Muhaimin hanya dipilih 15% responden dalam sigi tersebut.

Baca Juga : Pakar HTN: Pilpres Satu Putaran Sulit Terwujud

Sejauh ini, Saidiman menilai, publik melihat Ganjar sebagai figur yang paling bisa meneruskan pembangunan Presiden Jokowi. Setelah itu, baru Prabowo. Anies yang menempatkan diri sebagai oposisi sangat kecil bakal dipilih simpatisan Jokowi. "Karena Anies mengusung narasi perubahan," kata Saidiman.

#ganjar pranowo #mahfud MD #Pilpres 2024 #Joko Widodo