RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Polda Sulsel memastikan proses penyidikan kasus dugaan pemalsuan surat untuk klaim kepemilikan lahan Eks Kebun Binatang di Jalan Urip Sumohardjo masih terus berjalan.
Dalam kasus ini, dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka diantaranya EY dan AS. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat pemberitahuan Nomor: B/369/III/Res.1.9/2022/ Krimum tertanggal 18 Maret 2022. Keduanya disangka melanggar Pasal 263 subsidair Pasal 264 KUHPidana, junto Pasal 55 dan 56 KUHPidana.
"Kasus ini (dugaan pemalsuan surat dan akta autentik) tetap jalan. Masih berproses," kata Kasubdit II Harda Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel, Kompol Faisal saat dihubungi Selasa (14/6/2022).
Baca Juga : Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan Perkuat Sinergitas Kamtibmas Unismuh dengan Institusi Kepolisian
Terkait perkembangan kasus tersebut, ia mengatakan, saat ini kedua tersangka sedang mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Makassar atas penetapan tersangka keduanya. Faisal menegaskan praperadilan itu tidak mengganggu jalannya penyidikan.
"Masih tetap jalan (proses penyidikan) tapi saat ini kami juga fokus menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan kedua tersangka ke pengadilan," tambah Faisal.
Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar, Prof Dr Marwan Mas mengatakan mengenai tersangka tidak dikenakan penahanan tentu ada pertimbangan sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh penyidik. Namun berdasarkan ancaman pidana Pasal 263 KUHPidana yang diancam pidana selama 6 tahun, boleh dikenakan penahanan.
Baca Juga : Wakapolres Wajo Periksa Kondisi Ruangan Tahanan
"Makanya kalau Polda ingin lebih efektif proses penyidikannya, apalagi sudah dua kali tersangka dipanggil untuk diperiksa, tetapi tidak dipenuhi sehingga sudah ada dasar hukum bagi Polda untuk melakukan penahanan terhadap tersangka," ucap Prof Marwan Mas pada Selasa (7/6/2022) lalu.
Penolakan gugatan praperadilan praperadilan mengenai sah tidaknya penyitaan barang bukti berupa sertifikat lahan, kata Prof Dr Marwan menandakan bahwa tindakan penyidikan oleh penyidik Dit Reskrimum Polda Sulawesi Selatan sudah tepat.
"Itulah sebabnya gugatan praperadilan yang diajukan oleh kedua tersangka ditolak oleh hakim praperadilan sehingga perkara dugaan pemalsuan surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHPidana harus dilanjutkan penyidikannya oleh Polda Sulawesi Selatan. Harus dilanjutkan," tambah Prof Marwan Mas.
Baca Juga : Ribuan Warga Barru Antusias Ikuti Bakti Sosial Kapolda Sulsel
Sementara itu, Pengamat Hukum UMI Makassar, Prof Hambali Thalib mengatakan, penahanan seorang tersangka bisa dilakukan apabila ancaman pidananya minimal 5 tahun.
Adapun pasal yang disangkakan terhadap kedua tersangka yakni pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHPidana Subsider 264 ayat 1 dan 2 Jo. Pasal 55 dan 56 KUHPidana dengan ancaman 6 tahun penjara.
"Untuk kasus ini yakni pemalsuan ancaman pidananya di atas lima tahun atau enam tahun. Kalau ancaman di atas lima tahun maka berarti dia memenuhi syarat untuk ditahan oleh penyidik," ujar Prof Hambali Thalib.
Baca Juga : Polda Sulsel: Butuh Kerja Sama Semua Pihak Awasi Distribusi Produk Energi Subsidi
Menurutnya, tersangka juga bisa dilakukan penahanan jika dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan alat bukti, mengulangi perbuatannya serta mempersulit pemeriksaan.
"Jadi ada alasan seorang bisa ditahan tanpa menggugurkan status tersangka," tegas Prof Hambali.
Diketahui, kedua tersangka kini mengajukan praperadilan atas status tersangkanya mulai bergulir, Selasa (7/6/2022). Ini merupakan praperadilan yang kedua yang diajukan tersangka.
Baca Juga : Perkuat Kolaborasi, Pimpinan Unismuh Beraudiensi dengan Kapolda Sulsel
Pada praperadilan yang pertama, Hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Makassar yang mengadili gugatan praperadilan oleh AS terhadap Direktorat Reserse Krimiman Umum (Ditreskrimum) Polda Sulsel, menegaskan penyitaan sertifikat tanah palsu atas lahan eks kebun binatang Makassar oleh peyidik kepolisian adalah sah dan sesuai dengan ketentuan proses penyidikan.
Penegasan itu tertuang dalam putusan yang dibacakan hakim tunggal Franklin B Tamara. "Menolak permohonan praperadilan (terhadap Dirreskrimum Polda Sulsel) dan memutuskan penyitaan bukti surat oleh penyidik Dirreskrimum Polda Sulsel sudah sesuai ketentuan," kata hakim Franklin B Tamara dalam amar putusannya saat itu.
Sebelumnya, Direktorat reserse Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Sulsel telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan surat akta Otentik sesuai Laporan No. : LP/B/390/XI/2021/SPKT/Polda Sulsel.
Baca Juga : Perkuat Kolaborasi, Pimpinan Unismuh Beraudiensi dengan Kapolda Sulsel
Penetapan kedua orang tersangka tersebut masing-masing berinisial AS dan EY tertuang dalam surat penetapan No. : S.Tap/18/III/2022/Ditreskrimum dan No. : S.Tap/18/III/2022/Ditreskrimum.
Kasubdit II Harda Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel yang saat itu dijabat oleh AKBP Ahmad Mariadi membenarkan jika pihaknya telah menetapakan dua orang tersangka.
"Benar, ada dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka, masing-masing AS dan EJ," kata Ahmad Mariyadi kepada wartawan, Jumat 20 Mei 2022.
Baca Juga : Perkuat Kolaborasi, Pimpinan Unismuh Beraudiensi dengan Kapolda Sulsel
Kata dia, saat itu kedua tersangka belum dilakukan pemeriksaan hingga penahanan lantaran kedua tersangka masih belum menghadiri pemanggilan polisi hingga dua kali pemanggilan.
"Sampai saat ini yang bersangkutan, belum memenuhi panggilan pertama dan kedua, sehingga belum kami periksa (usai ditetapkan sebagai tersangka)," tutur Ahmad Mariyadi sebelumnya.
Namun, Ia menyebutkan pihaknya akan melakukan penjemputan hingga penangkapan secara paksa apabila panggilan ketiga tak dipatuhi oleh para tersangka.
Baca Juga : Perkuat Kolaborasi, Pimpinan Unismuh Beraudiensi dengan Kapolda Sulsel
"Sesuai dengan SOP, apabila tidak memenuhi panggilan hingga dua kali, maka akan dijemput atau membawa tersangka, dan apabila itu pun tidak kita dapatkan maka akan kami lakukan upaya paksa untuk melakukan penangkapan," tutur Ahmad Mariyadi.
Ia menyebutkan dalam kasus ini kedua tersangka dikenakan pasal 263 dan 264 KUHPidana terkait dugaan tindak pidana pemalsuan Surat Otentik. "Adapun pasal yang kita sangkakan yakni pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHPidana Subsider 264 ayat 1 dan 2 Jo. Pasal 55 dan 56 KUHPidana," kata dia.
Sebelumnya terkait dengan sertifikat yang digunakan untuk mengklaim lahan eks Kebun Binatang Makassar, BPN Sulsel bersama dengan Bareskrim Polri telah melakukan gelar perkara tentang keabasahan sertifikat tanah yang digunakan sebagai dasar klaim kepemilikan.
Baca Juga : Perkuat Kolaborasi, Pimpinan Unismuh Beraudiensi dengan Kapolda Sulsel
Hasil dari gelar perkara tersebut menunjukkan bahwa ada penggunaan sertifikat palsu untuk pengklaiman lahan eks Kebun Binatang Makassar. Setelah pemeriksaan yang lebih rinci oleh BPN Makassar, akhirnya Kepala BPN Makassar Yan Septedyas melaporkan praktik pemalsuan dokumen akta tanah tersebut ke Polda Sulsel.
"Kami laporkan dugaan pemalsuan dan penggunaan dokumen tanah palsu ini agar menjadi peringatan bagi sindikasi yang kerap menggunakan cara tak bertanggungjawab seperti ini," terang Dyas sapaan akrab Yan Septedyas.
Pasca melaporkan dugaan pidana pemalsuan akta tanah di Polda Sulsel, Dyas mengungkapkan kalau pihaknya juga menghargai proses hukum yang berjalan.
Baca Juga : Perkuat Kolaborasi, Pimpinan Unismuh Beraudiensi dengan Kapolda Sulsel
Dyas menegaskan, dirinya melaporkan tindak pidana ke kepolisian hanya yang terkait. dengan ranah BPN yakni pemalsuan surat tanah. Kedepannya, dia mengaku kalau ada pidana serupa maka akan dilaporkan. Ini merupakan bagian dari komitmen BPN untuk memberantas mafia tanah.
"Kami hargai proses praperadilan yang dilakukan pihak tertentu. Tapi, hasil praperadilan ini menunjukkan kalau laporan yang kami layangkan ke Polda Sulsel karena ada indikasi pemalsuan, sudah tepat," pungkas Dyas.