RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Selasa, 25 Juni 2019. Di atas sofa sebuah warkop di Makassar, H Jannuar Irianto miris melihat penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Makassar.
Pria bertubuh tambun itu mengungkapkan temuannya bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pemantau Dana Subsidi (Pedas), soal penanganan limbah B3 di Kota Makassar.
Dia menilai, pemerintah lemah dalam penanganan limbah B3.
"Pengawasan lingkungan hidup oleh pejabat pengawas masih banyak kekurangannya, khususnya dalam memantau limbah B3," ungkap Bendahara Umum LSM Pedas itu.
Didampingi Direktur Investigasi LSM Pedas, Musapir, Jannuar mengaku menemukan kelemahan pemerintah dari hasil investigasi yang dilakukan.
Pemerintah kata dia, khususnya instansi terkait, justru kerap melanggar aturan tentang pengelolaan limbah.
Penanganan limbah B3 kata dia, tertuang dalam UU nomor 32/209 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan PP nomor 101/2014 tentang pengelolaan limbah B3.
Seperti limbah yang dihasilkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar. Ada limbah elektrik hingga oli bekas. Sayangnya lanjut dia, dinas terkait tak bisa mengolah limbah tersebut.
"Ini tidak pantas jadi pengawas. Hasilkan limbah, tapi tak bisa mengolah. Mobil pengangkut limbah yang dimiliki juga tidak difungsikan," tegasnya.
Seyogianya kata dia, instansi yang mengawasi limbah harus memberikan contoh terlebih dahulu.
Jika tidak bisa mengolah bisa menyerahkan ke pihak ketiga.
Belum lagi kata dia, persoalan limbah B3 dari medis. Banyak rumah sakit yang menyimpan limbahnya lebih dari sehari. Padahal lanjut dia, limbah tersebut harus dimusnahkan dalam 1 kali 24 jam.
Apalagi, masih banyak rumah sakit yang belum memiliki incenerator. Lalu, lokasi tempat pembuangan sementara (TPS) yang belum sesuai aturan.
"Niat kami hanya ingin memperbaiki. Tapi jika tidak ditindaklanjuti, kami juga akan melaporkan pelanggaran tersebut," tegas Musapir.