Kamis, 25 April 2019 17:00

Tak Meledak di Hotel, Jameel Periksa Bomnya, "Dhuarrr" Tubuhnya Hancur

Mays
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Polisi berlarian saat serangan teror di Sri Lanka.
Polisi berlarian saat serangan teror di Sri Lanka.

Sabtu, 20 April 2019. Abdul Lathief Jameel Mohamed, meninggalkan ranselnya yang berisi bom di hotel mewah Taj Samudra, Sri Lanka.

RAKYATKU.COM, SRI LANKA - Sabtu, 20 April 2019. Abdul Lathief Jameel Mohamed, meninggalkan ranselnya yang berisi bom di hotel mewah Taj Samudra, Sri Lanka.

Namun, bom tersebut tak meledak. Pada Minggu, 21 April 2019, serentetan bom meledak secara beruntun di gereja dan hotel di Sri Lanka, yang menewaskan 359 orang dan melukai lebih dari 500 orang.

Salah satu dari sembilan anggota regu pembunuh ISIS  itu, heran kenapa ranselnya tak meledak. Dua jam setelah ledakan, dia kemudian mengambil ransel di Hotel Taj Samudra, dan membawanya ke sebuah wisma yang jauh lebih kecil, namanya Tropical Inn.

Di wisma pinggiran Dehiwala itu, Jameel berusaha mengotak-atik, kenapa bomnya tidak meledak. Namun nahas, saat tengah menggoyang-goyangkan beberapa jaringan kabel, tiba-tiba "Dhuaarr!!!". Bom tersebut meledak, membunuh Jameel dan satu orang lainnya.    

Perdana Menteri Scott Morrison, Kamis, 25 April 2019 mengungkapkan, Jameel pernah belajar di Australia dengan visa pasangan.

Jameel adalah mantan mahasiswa pascasarjana di sebuah universitas di Melbourne.

Tidak segera jelas apakah dia menyelesaikan gelarnya di Australia sebelum pindah kembali ke Sri Lanka pada 2013. 

Perdana Menteri Morrison mengatakan, dia dapat mengkonfirmasi bahwa pelaku bom bunuh diri itu pernah berada di Australia.  

"Mereka berangkat pada awal 2013. Orang itu telah di sini dengan visa pelajar dan pascasarjana," katanya kepada wartawan di Townsville. 

Badan-badan penegak hukum dan intelijen Australia membantu rekan-rekan mereka di Sri Lanka untuk menyatukan urutan kejadian. 

Sebelum datang ke Australia, Jameel dikatakan telah belajar di Inggris antara tahun 2006 dan 2007.  

Interpol dan otoritas Inggris juga membantu agen investigasi Sri Lanka, untuk mengungkap rencana teror.

Sebelumnya, Wakil Menteri Pertahanan negara itu Ruwan Wijewardene membenarkan, salah satu pembom yang belajar di Inggris, tetapi tidak menyebutkan nama dia atau universitas atau perguruan tinggi mana yang dia hadiri.

Tetapi dia mengatakan bahwa para penyerang semuanya kelas menengah atas, berpendidikan baik, dari keluarga yang stabil secara finansial, dan banyak dari mereka memiliki pendidikan tinggi. 

Geng kelas menengah termasuk saudara kaya Ilham Ibrahim (32), dan Inshaf Ibrahim (35), yang menyebabkan pembantaian di Hotel Shangri-La dan Cinnamon Grand, ketika para tamu sarapan. 

Ayah multi-jutawan mereka, pernah duduk di parlemen.