Selasa, 02 Desember 2025 14:59

Unhas Kukuhkan Prof. Amir Ilyas sebagai Guru Besar, Tekankan Urgensi Restorative Justice dalam Kasus Kelalaian Medik

Lisa Emilda
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Prosesi pengukuhan berlangsung khidmat di Ruang Senat, Lantai 2 Gedung Rektorat Unhas Tamalanrea, Makassar, dan dihadiri pimpinan universitas, sivitas akademika, serta sejumlah tokoh dari berbagai institusi.
Prosesi pengukuhan berlangsung khidmat di Ruang Senat, Lantai 2 Gedung Rektorat Unhas Tamalanrea, Makassar, dan dihadiri pimpinan universitas, sivitas akademika, serta sejumlah tokoh dari berbagai institusi.

Pengukuhan Prof. Amir Ilyas sebagai Guru Besar Unhas mengangkat urgensi restorative justice dalam kasus kelalaian medik untuk sistem hukum yang lebih humanis.

RAKYATKU.COM, MAKASSAR— Universitas Hasanuddin kembali memperkuat jajaran akademisi terbaiknya dengan mengukuhkan Prof. Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H. sebagai Guru Besar dalam bidang hukum pidana. Prosesi pengukuhan berlangsung khidmat di Ruang Senat, Lantai 2 Gedung Rektorat Unhas Tamalanrea, Makassar, dan dihadiri pimpinan universitas, sivitas akademika, serta sejumlah tokoh dari berbagai institusi.

Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul “Hukum Pidana Kelalaian Medik (Suatu Pendekatan Keadilan Restoratif)”, Prof. Amir menawarkan analisis mendalam mengenai penyelesaian perkara kelalaian medik melalui mekanisme restorative justice atau keadilan restoratif.

Restorative Justice, Pendekatan yang Makin Relevan di Hukum Pidana Modern

Baca Juga : Unhas Kerjasama Penguatan Kegiatan Akademik dengan Universiti Kebangsaan Malaysia

Mengawali pemaparannya, Prof. Amir menjelaskan bahwa keadilan restoratif adalah pendekatan penyelesaian perkara pidana dengan menempatkan dialog, pemulihan, serta kesepakatan damai antara pelaku dan korban sebagai prioritas utama. Pendekatan ini, menurutnya, telah mengubah lanskap penegakan hukum di Indonesia.

Ia menyebutkan bahwa sekitar 6.000–7.000 kasus pidana telah diselesaikan menggunakan pendekatan restoratif dalam kurun 2020–2024, mulai dari tingkat kepolisian hingga pengadilan.

“Keadilan restoratif bukan hanya solusi damai, tetapi cara hukum modern memahami kebutuhan korban, pelaku, dan masyarakat secara lebih manusiawi,” jelasnya.

Baca Juga : Diskusi Publik, Fakultas Hukum Unhas Hadirkan Professor David Cohen

Urgensi Restorative Justice untuk Kasus Kelalaian Medik

Dalam konteks kelalaian medik—perkara yang kerap menjadi perhatian publik—Prof. Amir menilai bahwa pendekatan restoratif memiliki urgensi yang lebih kuat dibanding kasus pidana lainnya. Hal ini karena kasus medik menyangkut tiga komponen penting yang saling beririsan:

Martabat profesi dokter

Baca Juga : Guru Besar Unhas Dorong Diversifikasi Melalui Pengembangan Sumber Pangan Lokal

Hak dan kepastian korban/pasien

Kepercayaan publik terhadap rumah sakit dan layanan kesehatan

“Dokter tetap butuh dihargai martabat profesinya, korban tetap membutuhkan kepastian, dan rumah sakit memerlukan public trust. Ketiganya harus berjalan seimbang,” tegas Prof. Amir.

Baca Juga : Guru Besar Unhas Salut Integritas Andi Sudirman Sebagai Plt Gubernur

Ia melihat bahwa pendekatan keadilan retributif (penghukuman) semata dapat menghasilkan dampak negatif bagi layanan kesehatan, terutama ketika kasus terjadi karena kelalaian yang tidak disengaja.

Usulan Revisi Regulasi

Prof. Amir mengusulkan revisi terbatas terhadap UU No. 17/2023 untuk memberikan ruang penerapan keadilan restoratif dalam kasus kelalaian medik tertentu, dengan catatan:

Baca Juga : Dekan FH Unhas dan Dirjen Imigrasi MoA Pelatihan Sertifikasi Konsultan Keimigrasian

Tidak berlaku untuk kasus berulang

Tidak berlaku untuk kasus dengan unsur kesengajaan

Skema penyelesaian yang ia tawarkan melibatkan empat pihak inti:

Baca Juga : Dekan FH Unhas dan Dirjen Imigrasi MoA Pelatihan Sertifikasi Konsultan Keimigrasian

Majelis disiplin profesi kedokteran

Kepolisian

Kejaksaan

Baca Juga : Dekan FH Unhas dan Dirjen Imigrasi MoA Pelatihan Sertifikasi Konsultan Keimigrasian

Pengadilan

Sinergi antarunsur ini dinilai mampu menciptakan penyelesaian perkara yang transparan, berkeadilan, dan menjaga keberlanjutan layanan kesehatan.

Keadilan Restoratif: Humanis dan Berorientasi Pemulihan

Baca Juga : Dekan FH Unhas dan Dirjen Imigrasi MoA Pelatihan Sertifikasi Konsultan Keimigrasian

Menurut Prof. Amir, kasus kelalaian medik secara esensial membuat dua pihak sama-sama terluka:

Keluarga pasien kehilangan sesuatu yang tidak tergantikan

Dokter menanggung tekanan moral dan penyesalan yang berat

Baca Juga : Dekan FH Unhas dan Dirjen Imigrasi MoA Pelatihan Sertifikasi Konsultan Keimigrasian

Karena itu, negara perlu mengambil peran sebagai penghubung pemulih—bukan sekadar menghukum.

“Negara harus menjadi jembatan pemulih, bukan hanya alat penghukum. Pendekatan ini lebih berimbang dan memberi ruang bagi kemanusiaan,” tuturnya.

Tentang Prof. Amir Ilyas

Baca Juga : Dekan FH Unhas dan Dirjen Imigrasi MoA Pelatihan Sertifikasi Konsultan Keimigrasian

Prof. Amir Ilyas saat ini menjabat sebagai:

Wakil Dekan Bidang Kemitraan, Riset, dan Inovasi Sekolah Pascasarjana Unhas

Anggota Satuan Tugas Pengamanan Kampus Unhas

Baca Juga : Dekan FH Unhas dan Dirjen Imigrasi MoA Pelatihan Sertifikasi Konsultan Keimigrasian

Ia dikenal sebagai akademisi yang aktif memajukan kajian hukum pidana, khususnya terkait mediasi penal, restorative justice, dan reformasi sistem peradilan pidana di Indonesia.

#guru besar unhas #Prof Amir Ilyas #restorative justice kelalaian medik #hukum pidana kesehatan #pengukuhan profesor Unhas #keadilan restoratif Indonesia #kelalaian medik Indonesia #orasi ilmiah Unhas #Fakultas Hukum Unhas #sistem hukum kesehatan Indonesia