RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Kamis, 21 Maret 2019. Pagi itu, seperti biasa Sitti Zulaiha memanaskan mesin mobil Terios birunya, di perumahannya, Sabrina Regency.
"Bu...saya berangkat," Sula, panggilan akrabnya pamit kepada ibu tirinya, Hj Jannah.
Dia kemudian mengantar putranya ke sekolah di kawasan Jl Tun Abdul Razak, kemudian lanjut ke kantornya di Badan Administrasi dan Umum (BAU) UNM di lantai 4 Menara Pinisi.
Di situ dia kemudian mengerjakan pekerjaan rutin, bergelut dengan berkas-berkas.
Usai itu, pada jam pulang kantor, Zulaiha kemudian pulang bareng dengan Wahyu Jayadi. Kebetulan, keduanya bertetangga di Sabrina Regency.
Wahyu menjabat Kepala UPT KKN UNM dan berkantor di Lantai 3 Menara Pinisi.
Saat sebelum naik mobil itu, keduanya sudah terlibat pertengkaran. Pengakuan Wahyu sendiri, pertengkaran dipicu karena korban terlalu jauh mencampuri urusan rumah tangganya. Sedangkan versi teman-teman dekat keduanya, pertengkaran dipicu persoalan utang piutang.
Pelaku berutang puluhan juta rupiah kepada korban. Dan korban menagih utangnya, karena suaminya akan datang dari Barru.
Mobil melaju ke arah Zarindah di Dusun Japing, Desa Bontomanai, Kecamatan Pattalassang, Gowa. Di dalam mobil, pertengkaran semakin memanas, mengarah ke kekerasan fisik.
Wahyu Jayadi melayangkan bogem mentah ke bagian kepala Zulaiha. Wanita itu sempat mencakar Wahyu hingga berdarah. Itu membuat Wahyu semakin kalap. Dalam keremangan malam itu, dia menghentikan mobil di tempat sepi di depan sebuah ruko kosong. Kembali menghantam kepala korban dengan tinju. Lalu mencekik korban dengan menggunakan sabuk pengaman.
Mengetahui korbannya meninggal, Wahyu panik. Dia lalu mempreteli barang-barang korban, lalu mengunci pintu mobil. Tak lupa menghancurkan kaca pintu mobil sebelah kiri depan dengan batu. Agar seolah-olah terjadi perampokan.
Pelaku kemudian meninggalkan tempat itu.
***
Di perumahan Sabrina Regency, malam itu Hj Jannah cemas. Putri tirinya belum juga pulang.
Dia kemudian meminta kepada cucunya, putra korban yang tertua agar menelepon ayahnya, Sukri yang saat itu sedang bertugas di Barru sebagai Kepala Cabang Dinas Kehutanan.
"Bapak...ibu belum pulang. Siapami antar saya besok pi sekolah," ujar bocah yang duduk di kelas 6 itu.
Sang ayah mencoba menenangkan.
Malam itu, Hj Jannah tak mengunci pintunya. Takutnya, putrinya pulang dan dia ketiduran.
Namun saat bangun salat subuh, Jumat, 22 Maret 2019, dia melihat garasi masih kosong dan Zulaiha tak ada di dalam rumah.
Cucunya kembali menelepon sang ayah. "Bapak...ibu belum pulang," ujarnya di telepon.
Sukri kemudian menghubungi beberapa kerabat, mencari keberadaan istrinya. Dia lalu meluncur ke Makassar pagi itu.
Namun di tengah perjalanan. Dia melihat beredar foto-foto penemuan mayat di atas mobil Terios biru. Warga menemukannya sekitar pukul 08.00 Wita.
Sukri mengenali sosok itu, juga pelat mobil Terios biru tersebut. Dia lalu bergegas ke RS Bhayangkara, tempat mayat istrinya tersebut dievakuasi.
Saat itu teleponnya berdering. Sebuah panggilan masuk. Penelepon itu, Wahyu Jayadi. "Saya turut berbela sungkawa Pak Sukri," ujar pria itu di balik telepon.
Di RS Bhayarangkara, Wahyu Jayadi juga hadir, berbaur dengan para kerabat serta putra-putri korban.
Wahyu Jayadi tampak gelisah. Lengannya penuh dengan luka cakaran.
Beberapa polisi berpakaian sipil memperhatikan gelagatnya. Juga luka cakar di tangan dan lengannya.
"Kenapa luka tanganta?" tanya polisi berpakaian sipil itu di RS Bhayangkara.
"O...ini sudah lamami. Empat hari lalu," ujarnya sambil terlihat panik.
"Ayo ikut kami," ajak polisi.
Wahyu Jayadi pun digiring. Lukanya diperiksa. Ternyata luka tersebut masih baru. Jaringan kulitnya masih ada peradangan.
Wahyu Jayadi tak bisa berkelit. "Iya pak, saya khilaf," ujarnya kepada polisi.
Jumat malam itu, Wahyu Jayadi kemudian dibawa ke lokasi. Di sana dia menjelaskan bagaimana dia menghabisi Zulaiha.
"Saya khilaf pak. Dia terus mencampuri urusan keluarga saya. Padahal dia bukan siapa-siapa saya. Ibunya ji yang dulu bilang sebelum meninggal, 'jagai anrikmu, tanniako tau laing' (jaga adikmu, kau bukan orang lain)," ujar Wahyu Jayadi ke polisi.
Polisi memeriksa TKP, mobil Terios biru diderek ke Mapolres Gowa. Polisi memeriksa sidik jari di mobil, juga bercak darah.
Hasilnya, Minggu, 24 Maret 2019, sekitar pukul 00.30 Wita, Wahyu Jayadi ditetapkan sebagai tersangka. Kapolres Gowa, AKBP Shinto Silitonga dan Dokpol dr Deni Matius mengumumkan status tersebut ke wartawan dalam konferensi pers, berikut semua bukti pendukung.
Diolah dari berita-berita yang dikumpulkan wartawan Rakyatku.com di lapangan.