Sabtu, 23 Maret 2019 05:30

Banyak Tanya Dilarang dalam Islam, Benarkah?

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ilustrasi.
Ilustrasi.

Tidak ada manusia yang mengetahui segala hal. Makin banyak manusia belajar, maka pengetahuannya pun makin luas. 

RAKYATKU.COM - Tidak ada manusia yang mengetahui segala hal. Makin banyak manusia belajar, maka pengetahuannya pun makin luas. 

Salah satu cara untuk menambah pengetahuan adalah dengan bertanya kepada yang orang yang pandai dan lebih tahu tentang materi pertanyaan.

Alquran menyebutkan yang artinya: “Bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan bila kalian tidak mengetahui,” (Surat Al-Nahl ayat 43).

Walau bertanya dianjurkan dalam Islam, konon terlalu banyak bertanya juga tidak dibolehkan. Terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang tidak penting. Dalam hadis riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah saw berkata:

“Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena banyak bertanya dan berselisih dengan para nabi,” (HR Bukhari dan Muslim).

Bagaimana sebaiknya? Apakah sering bertanya atau tidak bertanya sama sekali? Dalam ayat di atas dianjurkan untuk bertanya, sementara hadis di bawahnya melarang banyak bertanya.

Untuk memahami kedua dalil ini agar tidak bertolak-belakang atau kontradiktif, Imam An-Nawawi dalam Syarah Matan Arba’in menjelaskan ada tiga macam bentuk pertanyaan. Ia mengatakan:

“Pertanyaan ada beberapa macam: pertama, pertanyaan orang awam tentang kewajiban agama, semisal wudu, salat, puasa, hukum muamalah, dan lain-laim. Bentuk kedua adalah pertanyaan tafaqquh fid din (pendalaman agama) yang tidak hanya diamalkan untuk diri sendiri, seperti qadha’ dan fatwa, menanyakan hal yang berkaitan dengan persoalan ini adalah fardhu kifayah. Bentuk ketiga adalah bertanya tentang sesuatu yang tidak diwajibkan Allah, baik untuk diri sendiri maupun orang lain, inilah yang dimaksud dalam hadis di atas.”

Imam An-Nawawi menjelaskan ada tiga macam pertanyaan: pertama, ada pertanyaan yang penting, khususnya yang berkaitan dengan cara ibadah wajib, maka hal seperti ini wajib ditanyakan kepada orang yang lebih mengetahui agar kita bisa menjalankan ibadah dengan benar dan sempurna.

Kedua, pertanyaan yang berkaitan dengan kehidupan orang banyak, misalnya minta fatwa kepada seorang mufti terkait permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat.

Ketiga, bertanya tentang sesuatu yang tidak penting, yang kalau hal ini ditanyakan bisa jadi akan memberatkan.

Larangan bertanya dalam hadis di atas sebetulnya, menurut Imam An-Nawawi, merespons orang yang banyak bertanya tentang sesuatu yang didiamkan dalam syariat.

Konteks hadis ini adalah ketika Allah swt menurunkan ayat yang berkaitan dengan kewajiban haji, ada seorang sahabat yang bertanya kepada Rasulullah, “Apakah haji itu tiap tahun wahai Rasulullah?”

Rasulullah diam dan tidak menjawab sampai sahabat itu bertanya untuk yang ketiga kalinya.

Rasulullah mengatakan, “Kalau aku jawab iya, niscaya akan memberatkan kalian. Tinggalkanlah (jangan bertanya) terhadap sesuatu yang aku biarkan.”

Dalam riwayat lain Rasulullah mengatakan, “Diamnya (syariat) adalah rahmat bagi kalian, maka janganlah bertanya.”

Dengan demikian, tidak semua pertanyaan itu dilarang dan dicela dalam Islam. Pertanyaan yang memberikan manfaat terhadap diri sendiri dan orang lain tetap dianjurkan dalam Islam, bahkan hukumnya wajib bila itu berkaitan dengan ibadah wajib.

Sumber: Islami.co