RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Panca Trisna T diputus bersalah dalam kasus dugaan menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam surat autentik atas lahan di wilayah Bulurokeng, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, Provinsi Sulsel.
Panca selaku pemilik lahan divonis hukuman dua tahun penjara melalui putusan Mahkamah Agung (MA) pada 26 Januari 2022.
Kasus ini bermula ketika Panca membeli lahan itu pada 2004 dari Hendro Susantio selaku pemegang hak milik yang sah merujuk Sertifikat Hak Milik (SHM). Lahan itu selanjutnya dijual ke perusahaan PT J.
Baca Juga : Polisi Ungkap Pemalsuan Keterangan PCR dan Swab Antigen di Makassar
Saat PT J akan menggarap lahan tersebut tiba-tiba ada pihak yang mengklaim selaku pemilik lahan yang sah dan ikut menyeret Panca dalam perkara pemalsuan akte otentik pada tahun 1979. Kasus terus bergulir hingga ke Mahkamah Agung.
Anak Panca, Stella (25) ingin mencari keadilan dan meminta perlindungan untuk sang ayah atas perkara tersebut.
Ia menyebut Lahan di Bulurokeng itu dibeli ayahnya sesuai prosedur dan sudah dipastikan legalitasnya di PPAT. Buktinya, saat dijaminkan ke bank dan dijual ke salah satu perusahaan tidak ada masalah yang timbul.
Baca Juga : Polisi Ungkap Pemalsuan Keterangan PCR dan Swab Antigen di Makassar
Ia mengatakan, klaim kepemilikan lahan secara tiba-tiba oleh Pangku Yudin Sarro dan anaknya, Muh Basir tidak berdasar. Padahal, sengketa lahan yang melibatkan pemilik sebelumnya, Hendro dan Yudin telah tuntas mulai dari pengadilan hingga MA. Juga sudah ada putusan TUN hingga tingkat MA yang memperkuat keabsahan kepemilikan Hendro.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan Hendro sebagai pemilik lahan yang sah. Bahkan, setelah dilakukan pengajuan kembali alias PK ternyata tetap dimenangkan oleh Hendro.
Pada kemudian hari Hendro menjual lahan tersebut ke Panca. Selanjutnya Panca diproses hukum atas dugaan terlibat memalsukan akte otentik atas lahan tersebut pada tahun 1979.
Baca Juga : Polisi Ungkap Pemalsuan Keterangan PCR dan Swab Antigen di Makassar
"Ayah saya divonis dua tahun penjara karena dituduh pemalsuan akte otentik. Ayah saya dikaitkan dengan masalah tahun 1979 yang ketika itu ayah saya masih SMP dan berada di Jakarta. Jadi, sebenarnya tidak ada hubungannya dengan yang di Makassar, karena ayah saya juga kenal pembelinya ketika di Makassar," ungkap Stella, Kamis (17/3/2022).
Olehnya itu, ia berharap proses hukum yang dijalani ayahnya bisa menjadi perhatian pemerintah.
"Saya memohon kepada Presiden Jokowi dan Menko Polhukam pak Mahfud MD agar kasus ayah saya bisa diperhatikan. Kami mohon keadilan," tambahnya.
Baca Juga : Polisi Ungkap Pemalsuan Keterangan PCR dan Swab Antigen di Makassar
Kuasa Hukum Panca, Husain Rahim Saijje, mengharapkan perkara ini dapat menjadi atensi dari praktisi dan akademisi hukum, serta pejabat terkait agar kliennya dapat memperoleh keadilan.
Ia mengatakan, hingga kini belum bisa dibuktikan perihal akte otentik apa yang dipalsukan oleh Panca hingga divonis bersalah. Toh, semua dokumen terkait lahan itu sah dan sudah teruji.
Ia mempertanyakan pelapor yang sudah tidak punya legal standing atas lahan tersebut tetapi masih diberikan ruang. Bahkan, pelapor yakni Basri sudah pernah dipidana atas kasus penyerobotan pada lahan tersebut.
Baca Juga : Polisi Ungkap Pemalsuan Keterangan PCR dan Swab Antigen di Makassar
Pihaknya menyayangkan dikesampingkannya segala fakta hukum atas bukti yang dimiliki kliennya. Pihaknya menduga ada permainan mafia tanah di balik perkara tersebut. Terlebih, nilai lahan yang disengketakan mencapai puluhan miliar rupiah.
"Kami sayangkan ada penegakan hukum seperti ini. Seseorang yang harusnya diberikan perlindungan hukum, karena pelapor tidak punya legalitas, legal standing. Lalu, kasus yang diangkat tahun 1979, yang konon katanya adanya pemalsuan di situ. Tapi, dikesampingkan yang kita punya (fakta hukum, termasuk dokumen), sementara pelapor hanya bermodal peristiwa lama tahun 1979, dimana terlapor saat itu masih di Jakarta, masih anak-anak," jelasnya.
Husain menyebutkan proses hukum yang cukup memakan waktu ini juga melibatkan salah seorang di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar dengan tuduhan yang sama, terlibat pemalsuan akta autentik. Oknum BPN tersebut dinyatakan bebas dan tak bersalah oleh hakim, sementara Panca divonis bersalah.
Baca Juga : Polisi Ungkap Pemalsuan Keterangan PCR dan Swab Antigen di Makassar
"Dia bebas yang orang BPN itu, dinyatakan tidak bersalah. Kok klien kami malah divonis bersalah," jelasnya.
Ia mengatakan, Panca Trisna membeli tanah dari Hendro Susantio pada sekitar Tahun 2004 kemudian pada Tahun 2006 Hendro Susantio dilaporkan di Polda Sul-Sel oleh Pangku Yudin Sarro dan anaknya bernama Muh. Basir Bin Pangku Yudin dengan tuduhan Hendro melakukan tindak pidana pemalsuan, menggunakan surat palsu, menjual tanpa hak atas tanah dan oleh Polda Sul-Sel
Hendro ditetapkan sebagai tersangka sebagaimana dalam Pasal 263 KUHP, Pasal 167 KUHP dan Pasal. 385 (menjual tanah tanpa hak) namun karena Hendro (penjual) meninggal dunia maka pada tanggal 14 Juli 2010 tersangkanya dialihkan kepada Panca T (pembeli) dengan turut serta pejabat BPN Kota Makassar.
Baca Juga : Polisi Ungkap Pemalsuan Keterangan PCR dan Swab Antigen di Makassar
"Kasus ini sangat tidak wajar dan diduga penuh rekayasa karena Muh. Basir anak dari Pangku Yudin selaku pelapor dan sebagai pihak yang merasa sebagai korban tidak mempunyai legal standing atau hak atas tanah tersebut," sebutnya.
Dikatakan pula, sebelum tanah dibeli oleh kliennya sudah pernah diperkarakan antara Hendro Susantio dengan Pangku Yudin Sarro di Pengadilan TUN berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI (Kasasi) No. 182 K/TUN/1997 dan di Pengadilan Negeri Makassar sampai pada tingkat Mahkamah Agung R.I. dan dimenangkan oleh Hendro Susantio dengan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang mengukuhkan secara hukum keabsahan hak kepemilikan Hendro Susantio atas tanah tersebut.
"Pangku Yuddin Sarro tidak dapat membuktikan kepemilikannya, sesuai Putusan Kasasi No.3903 K/Pdt/1998 dan Putusan Peninjauan Kembali No.271 PK/Pdv/2007 yang menolak permohonan peninjauan kembali Pangku Yudin Sarro," bebernya.
Baca Juga : Polisi Ungkap Pemalsuan Keterangan PCR dan Swab Antigen di Makassar
Sibali, Humas Pengadilan Negeri Makassar mengatakan jika perkara telah inkrah maka akan segerah di eksekusi. Dimana eksekusi bukan lagi menjadi wewenang pengadilan.
"Jadi salinan putusan itu diberikan ke Lapas, diberikan ke Terdakwa, diberikan ke pengacaranya dan diberikan ke jaksa. Jaksa punya kewajiban untuk melaksanakan itu eksekusi penahanan," katanya.
Ia mengatakan, segerah setelah putusan inkrah dan surat telah diterima maka terpidana akan langsung dieksekusi.
Baca Juga : Polisi Ungkap Pemalsuan Keterangan PCR dan Swab Antigen di Makassar
"Ya pasti kalau dia sudah dapat ya langsung dia jemput. Kalau dia masih tahanan luar, ya harus di kasih masuk (ke penjara). Itu aturan SOP-nya ya. Jadi jaksa yang punya kewenangan," sebutnya.
Terkait upaya Peninjauan Kembali (PK), ia mengatakan eksekusi akan dilakukan sesuaikan dengan amar putusan.
"Nah saya tidak tahu, itu tergantung dari jaksa. Kalau diperintahkan untuk ditahan kan ya tetap harus ditahan, kan itu bunyi amar putusannya. Persoalan dia mengajukan PK kan tidak ada masalah, bisa sambil ditahan dia mengajukan PK," bebernya.
Baca Juga : Polisi Ungkap Pemalsuan Keterangan PCR dan Swab Antigen di Makassar