RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Fenomena rilis hasil survei "pesanan" atau direkayasa jelang hari pencoblosan mulai tersaji di Pilkada Makassar 2020. Cara-cara ini dinilai hanya salah satu upaya menggiring opini publik demi mengklaim kemenangan.
"Ini adalah bagian strategi politik untuk menggiring opini publik. Ini juga terjadi di beberapa pemilu sebelumnya. Tujuannya dari perspektif politik adalah untuk menggiring bahwa kandidat tertentu seakan-akan sudah memenangi," kata akademisi Universitas Hasanuddin (Unhas), Andi Ali Armunanto, kepada awak media, Rabu (2/12/2020).
Anto, sapaan akrabnya, menjelaskan yang menjadi sasaran dari strategi ini adalah pemilih mengambang. "Tujuannya memang mereka mencari keuntungan dari situ, utamanya pemilih yang belum menentukan pilihan. Mereka (pemilih mengambang) tidak mau berjudi, ya, memilih calon yang kira-kira probabilitasnya untuk menang lebih besar," tutur Anto.
Baca Juga : Danny-Fatma Resmi Ditetapkan Sebagai Pemenang Pilkada Makassar
Akan tetapi, lanjut Anto, cara-cara ini cenderung justru menimbulkan kerawanan politik dan berpotensi menimbulkan konflik. Klaim kemenangan sepihak, ketika kalah akan menyebarkan isu kecurangan pemilu dan menyalahkan penyelenggara pemilu.
Anto menilai bahwa hal tersebut sangat tidak baik untuk kelangsungan demokrasi, khususnya di Kota Makassar. "Ketika kalah dalam pemilihan akan menimbulkan protes di kalangan pendukungnya karena mereka dari awal sudah yakin memang. Ini akan memunculkan kerawanan sosial. Akan berujung pada protes besar-besaran dan bahkan bisa jadi memicu konflik. Ini bukan strategi politik yang bagus," sambungnya.
Dia pun mengimbau kepada semua kandidat untuk bersaing secara sehat dengan memasifkan ajakan memilih secara persuasif. "Tidak usah dulu ada klaim kemenangan. Tidak usah melakukan penggiringan opini karena justru akan menjadi bumerang. Apalagi kalau terbukti surveinya abal-abal ataupun pemilih bisa menilai dia sombong karena mendahului kehendak Tuhan," kata Ketua Jurusan Ilmu Politik Unhas ini.
Baca Juga : Hindari Kerumunan di Masa Pandemi, Danny Minta Tim dan Relawan Tak Usah ke Lokasi Penetapan
Hal sama juga diungkapkan akademisi dari Universitas Islam Negeri Alauddin (UINAM), Ibnu Hadjar Yusuf. Menurutnya, pola-pola penggiringan opini dengan klaim kemenangan dan politisasi survei adalah langkah keliru.
“Ini penggiringan opini busuk. Pola pembodohan. Cara kolot yang bisa saja mencoreng proses demokrasi," papar Ibnu.
Ibnu mengatakan bahwa masyarakat Kota Makassar sudah sangat kritis dan tidak bisa dikelabui dengan cara dan motif tertentu. Apalagi jika membandingkan hasil survei yang kredibel dan profesional.
Baca Juga : 23 Januari, KPU Makassar Agendakan Penetapan Danny-Fatma
"Janganlah memakai pola-pola seperti ini. Ini tidak masuk akal. Memakai lembaga survei yang tidak kredibel itu ngapain? Masyarakat sudah cerdas. Maka bertarunglah secara sehat, sportif. Tunjukkan visi misi, sentuh rakyat," beber Ibnu.
Ibnu menilai bahwa klaim kemenangan dan politisasi survei hanya akan dilakukan oleh kandidat yang merasa inferior dari kandidat lainnya. "Ini dilakukan oleh kandidat yang lagi panik, khawatir. Kalau Anda sayang Kota Makassar, Anda menginginkan damai tenteram damai proses demokrasi, hentikanlah proses seperti itu. Harus sadar dan tahu dirilah. Jangan buat Makassar kacau," demikian Ibnu.