Valentine Day Bukan Ritual Islam
Rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia adalah sesuatu yang niscaya dalam kehidupan. Tanpa cinta, hubungan antar sesama tidak akan menimbulkan “gelombang” serta daya tarik yang menggetarkan hati; tanpa kasih sayang kehidupan akan terasa hambar. Demi kehidupan, rasa cinta harus disemaikan; demi ketenteraman dan kedamaian, kasih sayang harus “dipupuk” dan “disirami”.
Aktivitas kehidupan yang dibangun di atas landasan cinta dan dibingkai dengan pilar-pilar kasih sayang yang kukuh, akan terasa sebagai rahmat dan karunia kepada mereka yang berinteraksi. Getaran kenikmatan yang ditimbulkannya akan berlangsung lama.
Misi kenabian dan kerasulan Muhammad saw. adalah rakhmatan lil ‘alamin (QS. Al-‘Anbiya/21: 107). Misi itu menjadi warisan monumental yang diamanahkan kepada orang-orang beriman. Umat Islam yang istikamah dalam keimanannya (QS. Al-Hujurat/49: 14) berkewajiban menumbuhsuburkan cinta dan memelihara kasih sayang.
Implementasi cinta dan kasih sayang dalam tuntunan Al-Qur’an dan sunah, tak boleh disekat oleh ruang dan waktu tertentu (HR. At-Tirmidzi). Universalitas al-rahmah al-rahim, harus menjadi karakter dan perilaku keseharian yang menjadi warna-warni kehidupan.
***
Beberapa waktu terakhir, perbincangan tentang kasih sayang, menjadi salah satu topik yang paling hangat. Jagat media informasi dan media sosial memberikan forsi tersendiri. Tua-muda dan pria-wanita enggan ketinggalan. Atas nama kasih sayang, restoran, sarana hiburan, perhotelan menawarkan paket khusus dengan tarif spesial bagi tamunya. Kasih sayang yang “disekat” dalam waktu khusus: Valentine Day, 14 Februari.
Menyemai rasa cinta dan kasih sayang antar sesama, satu keniscayaan dalam Islam. Termasuk setiap 14 Februari. Namun, menjadi tidak wajar sehingga wajib dijauhi, jika cinta dan kasih sayang itu diwujudkan dalam acara dengan aneka-ragam pernik beraroma maksiat, hanya untuk mencari kepuasan.
Valentive Day, prosesi yang tidak ramah bagi remaja dan muda-mudi. Di antara mereka yang merayakannya, keliru. Memaknainya sebagai waktu untuk “melintas batas” mereguk kenikmatan, sesaat. Cinta dan kasih sayang yang sesungguhnya salah satu karunia Allah yang suci, acapkali ternoda dan berubah menjadi petaka kehidupan.
Banyak contoh yang dapat kita baca dari berbagai laporan media mengenai kejadian yang selalu terulang, tiap tahun. Ada yang merayakannya dengan makan-minum dalam suasana romantis sambil saling mengelus tangan. Namun, tak jarang dengan acara hura-hura dan mabuk-mabukan. Bahkan, kadang ada di antaranya yang rela melepas “mahkota” sebagai "persembahan" atau menjadi korban keperkasaan yang bejat dari teman lelakinya sendiri.
Simak warta yang dilansir salah satu media daring, berbilang tahun silam. Seorang putri keluarga sederhana, tinggal di lorong sempit yang tersuruk di celah “hutan beton” ibu kota, merengek merayakan hari kasih sayang bersama teman sekolahnya. Ibunya yang sehari-hari bekerja sebagai tukang cuci bersikeras melarang. Apalagi, malam itu, sang ayah, sekuriti di salah satu gedung perkantoran, tidak ada di rumah. Giliran jaga malam.
Ketiadaan ayahnya dimanfaatkan si putri sebagai kesempatan dalam kesempitan. Tanpa restu ibunya, putri sembunyi-sembunyi ke luar. Di ujung lorong, teman lelakinya menunggu. Keduanya bergabung dengan kawanan seusinya yang sudah menunggu di tempat hiburan yang menyiapkan “pesta khusus” bagi “pemuja” valentine day.
Hingga pagi hari, 15 Februari, saat ayah-ibunya bingung harus mencari putrinya, polisi datang membawa kabar: putri terbaring di rumah sakit setelah “dijahati” oleh tujuh pemuda teman sekolahnya di salah satu bangunan kosong yang sepi.
***
Kejadian-kejadian yang menyeramkan seperti itu, bakal terus terulang jika yang punya kuasa dan kekuatan abai. Lalu, membiarkan beragam virus kehidupan dan aneka hama sosial tumbuh di tengah masyarakat. Apresiasi tinggi patut diberikan kepada sejumlah pemerintah daerah yang melarang remaja dan anak-anak sekolah merakan valentine day.
Edaran itu tentu akan lebih efektif, jika para pengusaha perotelan, industri hiburan, dan tempat lain yang lazim memanfaatkan valentine day sebagai momentum meraup keuntungan, menahan diri dan ikut memikirkan kesucian muda-mudi, kendati bukan putra-putrinya.
Senin pekan depan, 14 Februari 2022. Berbagai pihak, bersiap menyambutnya dengan beraneka ritual. Ritual valentine day bukanlah ritual Islam sehingga tidak pantas dilakukan oleh orang Islam. Orang Islam mengekspresikan cinta dan kasih sayangnya, sepanjang waktu, dalam beragam aktivitas yang dapat membawa maslahat bagi sesama, tanpa aroma maksiat. (*)
Wallahu a’lam Bish-shawab
Makassar, 9 Februari 2022