Undang-Undang HKPD: Transisi Penguatan Desentralisasi Fiskal
Produk hukum ini merupakan pembaruan atas UU Nomor 33 Tahun 2004 yang mengatur mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Kisah panjang dari pelaksanaan desentralisasi fiskal akan memasuki era baru.
UU HKPD diciptakan untuk mendorong pemerintah daerah bekerja dengan optimal dalam memberikan layanan publik yang berkualitas serta meningkatkan harmonisasi kebijakan antara pemerintah pusat dengan daerah. Dalam UU HKPD terdapat empat pilar HKPD dalam memperkuat desentralisasi fiskal guna mewujudkan kesejahteraan bagi semua.
Pertama, mengurangi ketimpangan horizontal dan vertikal menuju pemerataan layanan dan kesejahteraan. Kedua, penguatan local taxing power dengan tetap menjaga perekonomian. Ketiga, meningkatkan kualitas belanja daerah agar lebih efisien, produktif, dan akuntabel. Keempat, harmonisasi belanja pusat dan daerah untuk mencapai tujuan nasional.
Ekspektasi tinggi diemban oleh undang-undang ini. Yang mana dengan lahirnya UU ini dapat mengatasi persoalan kemandirian fiskal daerah. Tecermin dalam pilar pertama UU HKPD ini yakni, "Mengurangi ketimpangan horizontal dan vertikal menuju pemerataan layanan dan kesejahteraan."
Desain Transfer ke Daerah (TKD) dibuat sedemikian rupa untuk mengurangi ketimpangan dan mendorong perbaikan kualitas belanja yang efisien dan efektif. Contoh dalam penggunaan Dana Bagi Hasil (DBH), alokasi diatur untuk daerah penghasil, daerah pengolah, dan non penghasil yang terdampak eksternalitas negatif. Yang mana secara proporsi persentase telah di-update pada aturan baru ini dengan memperhatikan prinsip adil dan merata untuk seluruh daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Selain itu, DBH dalam pengalokasiannya juga memperhatikan kinerja daerah dalam mendukung penerimaan negara dan upaya pemulihan lingkungan yang proporsinya dihitung sebesar 10 persen, sementara 90 persen lainnya berdasarkan formulasi yang ada.
Selanjutnya, pilar kedua dalam UU HKPD membahas perihal penguatan local taxing power. Pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) diharapkan dapat menguatkan local taxing power dengan tetap menjaga kemudahan berusaha di daerah. Beberapa kebijakan PDRD di antaranya adalah dengan menurunkan administration dan compliance cost, perluasan basis pajak, serta harmonisasi dengan peraturan perundangan lain.
Pilar ketiga dari UU HKPD adalah berkenaan dengan meningkatkan kualitas belanja daerah agar lebih efisien, produktif, dan akuntabel. Pilar ini mengarahkan untuk belanja daerah ditingkatkan kualitas penganggaran belanjanya agar makin efisien, fokus, sinergis, dan berkesinambungan dengan tetap memberikan keleluasaan pilihan eksekusi belanja sesuai karakteristik daerah. Misalnya, perihal fokus belanja yang diarahkan untuk fokus dalam layanan dasar publik guna mencapai SPM. Kemudian, pengendalian belanja pegawai yang mana besaran belanja pegawai maksimal 30?ri APBD (tidak termasuk tunjangan guru yang berasal dari TKD).
Pilar terakhir adalah perihal harmonisasi belanja pusat dan daerah untuk mencapai tujuan nasional. Sinergi kebijakan fiskal menjadi penekanan untuk dapat dikawal dalam rangka untuk menyelaraskan kebijakan fiskal daerah dengan pusat dalam rangka pencapaian tujuan nasional. Terdapat beberapa pendukung sinergi fiskal diantaranya adalah konsolidasi informasi keuangan, penyajian informasi keuangan secara nasional, serta pemantauan dan evaluasi pendanaan desentralisasi.
Kementerian Keuangan selaku leader pada pengelola fiskal nasional harus terus mengawal implementasi peraturan HKPD ini. Pembinaan terhadap pemerintah daerah, sinergi dan kolaborasi bersama untuk mencapai tujuan nasional juga tetap menjadi langkah yang harus dilakukan beriringan dengan pemerintah daerah selaku pengelola keuangan di daerah. Semoga UU HKPD ini dapat menjadi tools untuk mencapai pemerataan kesejahteraan di seluruh pelosok NKRI melalui penguatan desentralisasi fiskal. (*)