DPRD Sulsel Khianat Pada Rakyat
SEPTEMBER 2023 bulan depan, masa tugas Gubernur Sulsel Andi Sudirman, berakhir. Namun, patut disesalkan karena DPRD Sulsel, memilih tak memanfaatkan kewenangan diberikan undang-undang beserta peraturan lainnya, mengusul Calon Penjabat Gubernur ke Presiden RI melalui Kementerian Dalam Negeri.
DPRD Sulsel, sebaliknya malah menempuh langkah dramatis. Mengembalikan “Cek Kosong” kepada Presiden RI untuk menunjuk sesuka hati Penjabat Gubernur Sulsel berdasar seleranya sendiri-sendiri, sesuai kewenangan dimiliki.
Maka wajar, jika publik yang sejak mula memantau dan mengharap hadirnya Penjabat Gubernur Sulsel terbaik, tersentak dan merasa kecewa. Sekira, gerangan apa sedang terjadi?
Di tengah banyak spekulasi berkelindang di tengah masyarakat, anggota fraksi Partai Demokrat DPRD Sulsel, Selle KS Dalle, melalui tulisannya di Harian Tribun Timur, Jumat 12 Agustus 2023, panjang lebar -- seolah mewakili 85 koleganya di DPRD Sulsel -- secara gamblang coba menjelaskan kepada publik tentang duduk persoalan yang menurutnya dianggap baik dan benar.
Inti pokok penjelasan disampaikan Saudara Selle, sekurang-kurangnya dapat ditarik dari kalimat sangat lugas yang dipilih sebagai judul tulisannya. DPRD Sulsel, “Lebih Baik Tak Usulkan Nama Calon Pj Gubernur Sulsel ke Kemendagri”.
Tafsir yang Dangkal
Melalui tulisannya, Saudara Selle hendak menjelaskan dan membentengi sikap ditempuh oleh lembaganya. Bahwa keputusan ditempuh DPRD Sulsel, bukanlah sebentuk kegagalan. Tapi justru sebuah pilihan yang didasarkan pada akal sehat dan fikiran jernih.
Namun, semakin dalam mendaras, mengeja satu demi satu, kalimat ditulis Saudara Selle, sadar tak sadar, justru sebaliknya membuka tabir jika dalil yang dijadikan sandaran sebagai materi pembenar, sama sekali berangkat dari kajian parsial. Bahkan bersumber dari tafsir yang dangkal.
Bahwa dicantumkannya klausul DPRD dapat mengusul Calon Penjabat Gubernur dalam salah satu pasal Permendagri 02/2023 tentang Penjabat Gubernur, Bupati dan Walikota, yang oleh Saudara Selle dikesankan semata sebagai sikap “Baik Hati”, atas seruan Mahkamah Konstitusi.
Penggunaan frasa “Baik Hati”, justru mengesankan jika telah dua periode Saudara Selle berada di DPRD Sulsel, namun dirinya tak tau menahu hakikat tugas dan kewenangan diemban, seperti termaktub pada Pasal 101 Paragraf 3 UU 23/1014 tentang Pemerintahan Daerah.
Saudara Selle, rupanya tak memahami atas dalih apa klausul kewenangan diberikan kepada DPRD untuk dapat mengusulkan Calon Penjabat Gubernur sebagaimana diatur Permendagri 02/2023, tak lain adalah merupakan titian tindak lanjut dari Tugas dan Kewenangan DPRD, sebagaimana sebelumnya telah di atur dalam UU 23/2014. Bahkan lebih awal dalam UUD 1945.
Saudara Selle, mestinya jauh lebih dalam menggali, bahwa Tugas dan Kewenangan diberikan kepada DPRD, tak lain adalah kewenangan rakyat diserahkan rakyat pada wakilnya sebagai pengejawantahan esensi demokrasi. Sebab itu, alangkah naifnya jika Saudara Selle, mengesankan kewenangan itu semata sikap “Baik Hati”. Bahkan, lebih lebih dangkal lagi dipahami sekadar prosedural birokrasi belaka.
Peran Representasi
Sisi lain, Saudara Selle juga panjang lebar mengurai kronologi proses penjaringan Balon Penjabat Gubernur Sulsel. Saya kurang mengerti, apa sasaran hendak digapai dengan membeber urusan internal dapur mereka di DPRD Sulsel. Benak saya menduga, Saudara Selle sekali lagi ingin meyakinkan publik, bahwa mereka telah bekerja. Hanya saja, di ujungnya tersesat di jalan buntu.
Berada di simpang jalan buntu, lebih lagi didera waktu yang kian kasip, Saudara Selle di bagian akhir tulisannya, penuh rasa bangga dan percaya diri, seolah mempertegas judul tulisannya, bahwa sikap ditempuh DPRD Sulsel memilih tak memanfaatkan kewenangan diberikan, sebagai bentuk pilihan terbaik.
Dalih digunakan, “menjauhi kemudharatan demi mengedepankan kemaslahatan bersama”. Pertama, untuk menjaga harmonisasi internal antar anggota dan fraksi di DPRD Sulsel. Kedua, untuk menjaga suasana kebatinan di antara sesama Balon Penjabat Gubernur Sulsel yang sebelumnya telah dijaring, apalagi nama-namanya telah terpublikasi ke tengah publik.
Beralas kedua dalih itulah, tulis Saudara Selle, DPRD Sulsel memilih mengabaikan Tata Tertibnya sendiri, khususnya soal quorum dan mekanisme pengambilan keputusan. Terlebih lagi karena Permendagri 02/2023 sendiri memakai diksi; “dapat” mengusulkan. Diksi ini dipahami Saudara Selle -- mewakili pemahaman jamak koleganya -- sebagai kewenangan yang tidak mengikat.
Sekuat apapun argumen Saudara Selle coba meyakinkan publik, satu sisi justru menggelikan. Lembaga legislatif, memang maqomnya beda pendapat. Fraksi itu juga friksi. Maka menjadi lelucon jika beda pendapat hendak dijadikan dalih. Sisi lain, sadar tak sadar, Saudara Selle justru membuka aib, rendahnya pemahaman dan kadar kesungguhan anggota DPRD Sulsel mengemban amanah rakyat.
Satu hal paling fundamental mesti dipahami setiap wakil rakyat. Bagi anggota DPRD provinsi, tegas disebut dalam point (2) Pasal 96 Paragraf 2 UU 23/1014, bahwa fungsi anggota DPRD dijalankan dalam kerangka repsentasi rakyat di daerahnya. Namun fatalnya, anggota DPRD Sulsel, sekurang-kurangnya Saudara Selle, sepertinya tak tau menahu kerangka repsentasi dimaksud.
Buktinya, mereka lebih memilih merawat harmonisasi internal mereka sendiri, juga pihak terkait, dibanding merepresentasi amanah diserahkan rakyat pada mereka. Bahwa siapa pun Calon Penjabat Gubernur mereka usulkan, tak lain itulah juga pilihan diingini rakyat. Soal apakah kelak nama diusul, juga salah satunya kelak ditunjuk Presiden RI, itu maqomnya di lahan yang berbeda.
Dan ironisnya, ketika mereka memunggungi amanah rakyat untuk diwakili mengusulkan Calon Penjabat Gubernur di daerah ini, malah justru dibanggakan sebagai putusan terbaik. Musabab itu, jangan salahkan saya jika tulisan ini saya beri judul, “DPRD Sulsel Khianat Pada Rakyat”.