RAKYATKU.COM, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Rapat Dewan Komisioner Bulanan pada 30 Oktober 2024, menegaskan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia masih terjaga, meski dihadapkan pada tantangan meningkatnya risiko geopolitik dan perlambatan ekonomi global.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyampaikan keyakinannya, sektor keuangan domestik akan tetap kuat, meski kondisi global semakin tidak menentu.
“Situasi global saat ini memang penuh tantangan. Perlambatan ekonomi di negara-negara utama, dan ketidakpastian politik di berbagai belahan dunia, memberikan dampak yang signifikan. Namun, OJK melihat bahwa sektor jasa keuangan Indonesia tetap stabil, berkat berbagai kebijakan yang telah diterapkan,” ungkap Mahendra dalam sambutannya melalui Zoom.
Baca Juga : Forum Internasional OECD - IOPS sepakati Peningkatan Kolaborasi industri Dana Pensiun Global
Ia menambahkan, kondisi perekonomian di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Eropa, menunjukkan perkembangan yang beragam.
“Di AS, meski pasar tenaga kerja kuat dan permintaan domestik stabil, kondisi di Eropa berbeda karena sektor manufaktur masih mengalami tekanan. Ini menjadi indikator bahwa tantangan ekonomi global masih akan terus berlanjut,” jelas Mahendra.
Sementara itu, perekonomian Tiongkok juga menghadapi tantangan serupa, di mana terjadi perlambatan dari sisi permintaan dan penawaran.
Baca Juga : OJK Terbitkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan II-2024
Menurut Mahendra, Tiongkok terus melakukan berbagai upaya untuk mendukung pertumbuhan, salah satunya dengan meluncurkan stimulus dan kebijakan moneter yang lebih longgar.
“Upaya ini diharapkan mampu menjaga pertumbuhan ekonomi di sana, yang tentu juga berdampak pada perekonomian global termasuk Indonesia,” paparnya.
Selain tantangan ekonomi, risiko geopolitik global turut memberikan tekanan pada perekonomian Indonesia.
Baca Juga : OJK Terpilih Sebagai Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pengawas Dana Pensiun Dunia (IOPS)
Mahendra menekankan, eskalasi konflik di Timur Tengah dan situasi politik di Amerika Serikat jelang Pemilu, turut mempengaruhi arus modal dan premi risiko.
“Gejolak ini membuat komoditas safe haven, seperti emas, mengalami kenaikan harga. Dampaknya, terjadi peningkatan premi risiko yang mengakibatkan kenaikan yield secara global,” ujarnya.
Situasi tersebut, lanjut Mahendra, memicu aliran modal keluar dari negara-negara emerging markets, termasuk Indonesia, yang menyebabkan pelemahan pasar keuangan.
Baca Juga : Launching Ekosistem Keuangan Inklusif Desa Wisata Kassi Kabupaten Jeneponto
Meski demikian, Mahendra menilai kinerja ekonomi Indonesia secara umum tetap stabil, dengan inflasi inti yang terjaga, dan surplus neraca perdagangan sejak Juli 2024.
“Kami tetap memantau berbagai indikator ekonomi. Salah satunya Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang masih berada di zona kontraksi, serta pemulihan daya beli yang berlangsung relatif lambat. Kondisi ini perlu dicermati untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi,” ujar Mahendra.
Di akhir keterangannya, Mahendra menegaskan, OJK akan terus berupaya memperkuat koordinasi dengan pemangku kepentingan, terkait untuk menjaga stabilitas sektor keuangan nasional di tengah tekanan global.
Baca Juga : Desa Wisata Kassi Rumbia, Jadi Tuan Rumah Peluncuran Program Ekosistem Keuangan Inklusif
“OJK berkomitmen memastikan stabilitas sektor keuangan, sebagai fondasi penting dalam menghadapi dinamika perekonomian global,” pungkasnya.