RAKYATKU.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang ditetapkan pada 31 Mei 2022.
Menurut akademisi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta), Atabik Luthfi, fatwa tersebut memperkukuh semangat dan prinsip ibadah kurban.
"Prinsip ibadah itu adalah sesuai dengan tujuan dan hikmahnya. Ibadah kurban itu adalah ibadah syiar. Hikmahnya itu adalah orang ingin membantu sesamanya melalui hewan atau daging-daging yang baik," kata Atabik dalam keterangannya, Selasa (7/6/2022).
Baca Juga : Mentan RI Amran Tinjau Lokasi Sebelum Kunker Presiden Jokowi di Bone
Oleh karena itu, menurutnya, tidak mungkin orang yang ingin membantu dengan daging yang tidak bagus atau hewan yang tidak baik.
"Parameter hewan itu disebut baik adalah harus sehat dan tidak cacat," ujarnya.
Selama ini, Atabik melanjutkan, ada kekeliruan di kalangan masyarakat yang menganggap pekurban harus menyaksikan langsung bahkan menyembelih hewan kurban sendiri. Sementara, menurutnya, tidak semua orang menguasai teknis penyembelihan yang sesuai dengan tuntunan yang sudah dicontohkan Nabi Muhammad saw.
Baca Juga : Mentan Serahkan Bantuan Pertanian Senilai Rp410 Miliar untuk Bencana di Sulsel
"Itu bukan esensi kurban. Melainkan teknis pelaksanaan kurban. Pada tataran ini, bisa menyesuaikan dengan keadaan sehingga tidak masalah orang tidak menyaksikan. Pun tidak masalah tidak terlibat langsung dalam penyembelihan yang penting nilai manfaat dirasakan banyak orang," imbuh Atabik.
Seperti diketahui, fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 menyebutkan bahwa untuk mencegah peredaran PMK melalui pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, umat Islam yang hendak berkurban dapat berkurban di daerah sentra ternak baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (takwil) kepada orang lain.
Kemudian, umat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri dan/atau menyaksikan langsung proses penyembelihan.
Baca Juga : Indonesia Jalin Kerjasama Teknologi Pertanian dengan Iran
Oleh karena itu, Atabik yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Dakwah dan Keumatan Pengurus Pusat Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) menganjurkan dalam teknis penyembelihan hewan kurban dilakukan oleh juru sembelih halal (juleha) atau orang yang memiliki kompetensi.
"Alih-alih ingin ingin berkurban, tapi tidak tahu cara penyembelihannya justru malah jadi bangkai kalau salah dan haram dimakan," kata Atabik yang berlatar belakang pendidikan dari Pondok Modern Gontor.
Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan), Kuntoro Boga Andri, menyampaikan apresiasi kepada MUI yang telah mengeluarkan fatwa.
Baca Juga : Pj. Gubernur Jateng Apresiasi Mentan Amran atas Solusi Cepat Bagi Petani
Dengan adanya fatwa tersebut, kata dia, masyarakat akan lebih khusyuk dan khidmat dalam melaksanakn kurban.
"Kementan telah melakukan upaya dalam menjamin ketersediaan hewan kurban serta pendampingan kepada RPH menjelang Iduladha di tengah pengendalian wabah PMK. Fatwa MUI itu adalah bentuk dukungan kepada pemerintah sekaligus payung hukum bagi umat Islam sehingga dalam menjalankan kurban bisa lebih khusyuk dan khidmat," ucapnya. (*)