RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) menyetujui penolakan gugatan pidana di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulsel, Soetarmi, Kamis, 21 April 2022. Dua perkara tersebut diselesaikan dengan restorative justice (RJ).
“Jaksa Agung RI menyetujui dua permohonan untuk membatalkan keputusan berdasarkan restoratif,” kata Soetarmi.
Baca Juga : Kejati Sulsel, Kemenag dan BPN Bentuk Tim Terpadu Percepat Sertipikasi Tanah Wakaf
Ekspose dilakukan secara virtual dengan dihadiri oleh Direktur Tindak Pidana terhadap orang dan harta benda, Agnes Triani, Kordinator pada Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel Raden Febrytrianto serta pemohon Restorative Justice yakni, Kepala Kejaksaan Negeri Bone dan Kepala Kejaksaan Negeri Tana Toraja .
"Penghentian penuntutan tersebut karena sejumlah kriteria terpenuhi diantaranya tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Kemudian ancaman pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun dan telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka," jelasnya.
Kemudian tindak pidana yang dilakukan tersangka dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tersebut tidak lebih dari Rp. 2.500.000.
Baca Juga : Kejati Sulsel Selesaikan Kasus Senior HMI Tampar Junior Melalui Restoratif Justice
“Tersangka dan Korban setuju untuk tidak melanjutkan masalah ke Persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, ” tambah Soetarmi.
Korban dan terdakwa juga telah dilaksanakan proses perdamaian. Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
“Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan Musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan kamus. Pertimbangan sosiologis, masyarakat merespon positif,” beber Soetarmi.