RAKYATKU.COM,-- Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa rentetan sanksi Barat yang dijatuhkan terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina telah gagal.
Hal itu disampaikan Putin dalam pidatonya yang disiarkan televisi selama panggilan video dengan pejabat tinggi ekonomi pada hari Senin (18/4/2022)
Putin mengatakan bahwa Barat berharap untuk segera mengacaukan situasi keuangan ekonomi, memprovokasi kepanikan di pasar, runtuhnya sistem perbankan dan kekurangan di toko.
Baca Juga : Tekanan Barat Mendekatkan Tiongkok dan Rusia
"Strategi serangan ekonomi telah gagal dan malah menyebabkan kemerosotan ekonomi di Barat," kata Putin seperti dikutip Aljazeera, Selasa (19/4/2022).
Putin mencatat bahwa Rusia telah bertahan dari tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan alasan bahwa rubel telah menguat dan negara tersebut telah mencatat surplus perdagangan tinggi yang bersejarah sebesar $58 miliar pada kuartal pertama tahun ini.
Sebaliknya, ia berpendapat bahwa sanksi tersebut menjadi bumerang bagi Amerika Serikat dan sekutu Eropanya, mempercepat inflasi dan menyebabkan penurunan standar hidup.
Baca Juga : Rusia: Pemimpin Kelompok Wagner Dipastikan Tewas dalam Kecelakaan Pesawat
Putin mengakui kenaikan tajam dalam harga konsumen di Rusia, mengatakan mereka naik 17,5 persen pada April pada basis tahun ke tahun dan mengarahkan pemerintah untuk mengindeks upah dan pembayaran lainnya untuk mengurangi dampak inflasi pada pendapatan.
Putin mengatakan Rusia harus menggunakan anggarannya untuk mendukung ekonomi dan likuiditas dalam kondisi aktivitas pinjaman yang berkontraksi meskipun penurunan suku bunga bank sentral akan membuat pinjaman lebih murah.
"Rusia harus mempercepat proses penggunaan mata uang nasional dalam perdagangan luar negeri di bawah kondisi baru," ucapnya.
Baca Juga : Putin Angkat Bicara Terkait Kecelakaan Pesawat yang Diduga Tewaskan Bos Wagner
Negara-negara Barat telah memberlakukan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya pada perusahaan dan sistem keuangan Rusia sejak mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari dalam apa yang disebutnya operasi militer khusus.