RAKYATKU.COM - Taiwan berharap penjualan segera difinalisasi setelah Amerika Serikat menyetujui penjualan sistem pertahanan rudal senilai US$95 juta atau Rp1,3 triliun.
Selama ini, Washington memang menjadi pemasok senjata penting bagi Taipei. AS pun menganggap Taipei sebagai sekutu yang penting.
"Usulan penjualan akan membantu mempertahankan rudal dan kepastian operasi udara [Taiwan]," demikian pernyataan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat pada Selasa (5/4), seperti dikutip AFP.
Baca Juga : Gandeng 14 Kampus Terbaik Taiwan, Kini Unismuh Miliki Kerja Sama Internasional dengan 14 Negara
Kementerian Luar Negeri Taiwan menyatakan, peralatan tersebut akan membantu mereka melindungi diri dari serangan China yang terus memprovokasi.
"Dalam menghadapi provokasi dan ekspansi militer China, Taiwan harus secara penuh menunjukkan tekad yang kuat untuk mempertahankan diri," tulis Kemlu Taiwan.
Kemlu Taiwan juga menyatakan, "Pemerintahan kami akan terus memperkuat pertahanan kami dan kemampuan tempur asimetris."
Baca Juga : Tekanan Barat Mendekatkan Tiongkok dan Rusia
Mereka memperkirakan kesepakatan itu dapat berlaku efektif dalam jangka satu bulan.
Kesepakatan ini muncul saat Taiwan tengah mengamati perang Rusia-Ukraina yang berkecamuk di Eropa. Belakangan, Taipei juga dianggap terancam diinvasi China.
Selama ini, China menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Mereka berulang kali bersumpah untuk merebut wilayah itu suatu hari nanti, bahkan jika perlu dengan paksa.
Baca Juga : Negara-negara BRICS Serukan Penolakan Standar Ganda Dalam Melindungi HAM
China mengirim 969 pesawat tempur ke zona pertahanan udara Taiwan pada selama 2021. Meningkat dua kali lipat dibanding pada 2020 yang hanya mencapai 380.
Sepanjang 2022, Taiwan telah mencatat sekitar 280 pesawat tempur China memasuki zona identifikasi udara pertahanan negara mereka.
Ancaman yang meningkat itu membuat khawatir negara-negara Barat termasuk Korea Selatan, Jepang, hingga Australia.
Baca Juga : AS Kirim VAMPIRE ke Ukraina
Australia bahkan sudah mempersiapkan diri dengan mempercepat rencana untuk membeli rudal jarak jauh melihat ancaman yang ditimbulkan Rusia dan China, termasuk potensi invasi ke Taiwan.
"Ada asumsi bahwa tindakan agresi China terhadap Taiwan mungkin terjadi pada 2040-an. Saya pikir sekarang bisa lebih cepat," kata Menteri Pertahanan Australia, Peter Dutton.
Sumber : CNN