Sabtu, 26 Februari 2022 14:15

KTNA: Petani Minta Pengendalian Impor dan Jaminan Harga Kedelai Lokal

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
KTNA mengungkap data bahwa selama ini 90 persen kedelai di Indonesia merupakan impor.
KTNA mengungkap data bahwa selama ini 90 persen kedelai di Indonesia merupakan impor.

Dari hasil konsolidasi dengan anggota KTNA pada intinya petani kedelai meminta pemerintah melakukan pengendalian impor dan memberikan jaminan harga kedelai lokal.

RAKYATKU.COM, JAKARTA - Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), M. Yadi Sofyan Noor, menyebutkan pihaknya siap mendukung langkah pemerintah dalam penyediaan kedelai. Asalkan, ada jaminan pasar dan ketersediaan benih.

"Jadi temen-temen KTNA rapat se-Indonesia kemarin dan tadi juga kita katakan siap dukung Kementan (Kementerian Pertanian) karena selama ini, kan, kedelai kita lebih banyak impor. Data yang kita pegang, kan, 90 persen kedelai kita impor dan itu tidak kita sadari selama ini. Makanya kita akan bersama-sama merumuskan ambil langkah seperti tahun 1992 kita pernah lakukan itu, supaya petani bisa mencukupi kebutuhan kedelai," kata Yadi dalam keterangannya, Jumat (25/2/2022).

Yadi menyebutkan, dari hasil konsolidasi dengan anggota KTNA pada intinya petani kedelai meminta pemerintah melakukan pengendalian impor dan memberikan jaminan harga kedelai lokal. Selain itu, meminta adanya jaminan harga kedelai untuk keberlanjutan produksi kedelai lokal.

Baca Juga : Mentan RI Amran Tinjau Lokasi Sebelum Kunker Presiden Jokowi di Bone

Hal ini salah satunya disampaikan oleh Ali, petani sekaligus Ketua KTNA Grobogan. Dia mengungkapkan, saat ini harga kedelai bisa dikatakan sedang bagus, petani pun mulai menanam kembali kedelai. "Petani perlu adanya jaminan harga. Jika harga menguntungkan, tanpa diberi bantuan pun saya yakin petani akan semangat kembali menanam kedelai," ujar Ali.

Grobogan adalah salah satu sentra kedelai di Indonesia. Petani setempat sudah menerapkan sistem pertanaman kedelai yang lebih efisien dengan provitas yang dicapai sudah tinggi sekitar 2,5 ton/hektare.

Menurut Ali, kenaikan harga kedelai mulai pada 2019 akibat dampak pandemi COVID-19. Tahun 2019 pertanaman kedelai di wilayahnya sekitar 10--15 persen dari areal yang tersedia seluas 28 ribu hektare. Tahun 2020 ada sedikit peningkatan harga. Kemudian tahun 2021 sudah 40--50 persen dari areal yang ada. Tahun 2022 diperkirakan 70 persen dari luas areal tertanam kedelai lagi.

Baca Juga : Mentan Serahkan Bantuan Pertanian Senilai Rp410 Miliar untuk Bencana di Sulsel

Ali menegaskan, perlunya mengoptimalkan benih yang berkualitas. Apabila bantuan benih bisa ditingkatkan menjadi 60 kilogram per hektare dengan daya tumbuh minimal 85 persen, maka akan bisa dicapai produksi 2,5 ton per hektare. "Kalau benih tidak berkualitas, maka hasil per hektare juga tidak akan terpenuhi," ucapnya.

Sementara itu, Ketua KTNA Blora, Sudarwanto, sependapat dengan hal tersebut. Baginya, kepastian pasar dan harga sangat penting. Ia juga menekankan keterbatasan benih kedelai dengan masa dormansi yang sangat pendek (satu bulan) menjadi hal yang perlu diperhatikan bersama.

Untuk budi daya kedelai, saat ini pihaknya akan mengembangkan tanam kedelai "sistem methuk" di Blora, khususnya untuk kedelai hitam. "Jadi bulan Oktober tanam jagung, lalu satu bulan mau panen bawahnya disemprot herbisida untuk ditanam kedelai. Saat panen jagung, maka kedelai mulai tumbuh," jelas Sudarwanto. (*)

#KTNA #Kementerian Pertanian