RAKYATKU.COM, STOCKHOLM - Swedia mengumumkan pandemi COVID-19 berakhir dengan menghentikan pembatasan dan pengujian skala luas. Pemerintah tidak lagi menyediakan data penting untuk melacak penyebaran Covid-19.
Pada Rabu (9/2/2022), Swedia membatalkan batasan tentang berapa banyak orang yang boleh berkumpul di acara atau di restoran, sertifikat vaksin tidak lagi diperlukan, dan pengurangan jam operasional telah dibatalkan untuk bar maupun restoran.
Langkah ini membuat negara Skandinavia berselisih dengan sebagian besar Eropa. Sementara, beberapa ahli mengatakan itu bisa menjadi norma baru.
Baca Juga : Inilah Keppres Penetapan Berakhirnya Status Pandemi Covid-19 di Indonesia
Itu karena pengujian yang mahal menghasilkan lebih sedikit manfaat dengan kemunculan varian Omicron yang mudah menular, tetapi lebih ringan.
Pemerintah pun mulai mempertimbangkan untuk memperlakukan COVID-19 seperti yang mereka lakukan pada penyakit endemik lainnya.
"Kami telah mencapai titik di mana biaya dan relevansi pengujian tidak lagi dapat dibenarkan," kata Kepala Badan Kesehatan Masyarakat Swedia, Karin Tegmark Wisell, kepada siaran nasional SVT.
Baca Juga : WHO Akhiri Status Darurat Kesehatan Global Covid-19
"Jika kami melakukan pengujian ekstensif yang disesuaikan dengan semua orang yang memiliki COVID-19, itu berarti setengah miliar kronor per pekan (sekitar 55 juta dolar AS setara Rp788 miliar) dan 2 miliar per bulan (220 juta dollar AS setara Rp3,1 triliun)," tambah Tegmark Wisell dilansir AP.
Mulai Rabu (9/1/2022), hanya petugas kesehatan dan perawatan lansia dan yang paling rentan yang berhak mendapatkan tes PCR gratis jika menunjukkan gejala. Sementara, populasi lainnya hanya akan diminta untuk tinggal di rumah jika menunjukkan gejala yang bisa jadi COVID-19.
Tes antigen sudah tersedia untuk dibeli di supermarket dan apotek, tetapi hasilnya tidak dilaporkan ke otoritas kesehatan. Penyedia layanan kesehatan swasta juga dapat melakukan tes dan menawarkan bukti Covid-19 untuk perjalanan internasional, tetapi biayanya tidak akan diganti oleh negara atau asuransi kesehatan. (*)