Senin, 19 Juli 2021 17:01

Jika Benar Tak Hamil, Perempuan Korban Aniaya Oknum Satpol PP Gowa Terancam Penjara 6 Tahun

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Hasnan Habi
Hasnan Habi

Pengakuan hamil bisa dikenakan UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 28 ayat 2 tentang berita bohong dengan ancaman pidana 6 tahun penjara dan atau denda Rp6 miliar.

RAKYATKU.COM - Kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan Sekretaris Satpol PP Gowa non aktif, Mardhani Hamdan kini berproses di Polres Gowa. Mardhani sudah ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka.

Aksi penamparan Mardhani trending setelah video penamparan saat patroli PPKM, Rabu (14/7/2021) beredar cepat di media sosial. Sempat beredar kabar bahwa wanita yang ditampar Mardhani dalam kondisi sedang hamil. Bahkan akibat kasus tersebut, Mardhani pun dicopot oleh Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan dari jabatan sekretaris Satpol PP Gowa sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan Inspektorat.

Namun, di luar dari proses hukum dugaan penganiayaan Mardhani, akademi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Hasnan Hasbi mengatakan pihak kepolisian juga harus memproses klaim kehamilan terduga korban. Pasalnya kehamilan korban menjadi pemicu dugaan penganiayaan itu menjadi viral dan menjadi atensi nasional.

Baca Juga : Pasutri yang Dipukul Satpol PP di Gowa Ditetapkan Tersangka

"Pengakuan hamil itu bergelinding hingga menjadi isu nasional. Ketika itu tidak benar, itu menjadi keterangan palsu," kata Hasnan, Senin (19/7/2021).

Dosen Fakultas Hukum UMI ini menyatakan, dugaan pemukulan yang dilakukan oleh Mardhani tidak bisa dibenarkan dan harus dipertanggungjawabkan melalui proses hukum terlebih korban sudah melapor. Namun terkait keterangan kehamilan korban pun harus dibuktikan.

"Kita tidak membahas penganiayaan. Penganiayaan murni pidana dan harus dipertanggungjawabkan meski asbabun nuzulnya adanya ketersinggungan. Tetapi aparat penegak hukum tidak boleh tinggal diam dengan keterangan atau statement (hamil) yang menjadi isu liar yang disampaikan oleh korban. Kenapa? Karena kronologi perbuatan terlapor tidak terpisah dengan keterangan saksi pelapor/korban, agar semua keterangan-keterangan dapat dipertanggungjawabkan," sebut Hasnan.

Baca Juga : Gowa Dapat Jatah 73.979 Paket Beras untuk Masyarakat Terdampak PPKM

Doktor hukum lulusan Universitas Tarumanegara Jakarta tersebut mengatakan, jika kehamilan korban tidak bisa dibuktikan secara medis, maka hal itu merugikan banyak pihak. Bahkan disebutkan melanggar ketentuan hukum.

"Siapa yang dirugikan? Ya pembaca berita dalam hal ini masyarakat yang akhirnya berasumsi liar akibat validitas kebenarannya belum teruji. Ketika keterangan yang diterima masyarakat melalui media bahwa korban hamil ternyata tidak benar, maka berita itu termasuk keterangan palsu atau berita hoax. Itu bisa dikenakan UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 28 ayat 2 tentang berita bohong dengan ancaman pidana 6 tahun penjara dan atau denda Rp6 miliar," jelasnya.

Ia juga menyebut, pihak kepolisian tidak perlu menunggu laporan polisi terkait klaim kehamilan korban. Dimana keterangan tersebut harus dipertanggungjawabkan secara hukum.

Baca Juga : Kafe Milik Pasutri yang Ditampar Satpol PP Gowa Ternyata Tak Punya Izin

"Itu delik biasa. Polisi tidak perlu laporan karena masyarakat yang dirugikan. Tidak perlu aduan untuk memprosesnya. Bukan media yang keliru tapi sumber keterangan yakni korban yang dianggap tidak menyampaikan keterangan yang tidak benar atau hoax karena validitas kehamilan belum bisa dibuktikan. Akibatnya itu mengundang huru hara dan ganggu ketentraman di masyarakat. Keterangan korban (hamil) harus dipertanggungjawabkan," jelasnya.

Sebelumnya, korban yang diketahui berinisial A mengatakan belum melakukan pemeriksaan secara medis dikarenakan ia sementara menjalani pengobatan.

"Saya lakukan pengobatan, bisa tengok FB saya. Bulan-bulan perut saya memang berbeda. Saya memang tidak anjurkan ke dokter, ini menurut saya sendiri karena saya memang untuk pengobatan. Ada buktinya pengobatan, kalau ke dokter memang tidak nampak. Bisa buka semua FB saya tiap bulan saya bagaimana, sebentar kadang ini besar sebentar besar sebentar kempes," kata A saat berada di RSU Thalia Irham, Kamis (15/7/2021) lalu.

Baca Juga : Pasutri yang Ditampar Satpol PP di Gowa Dilaporkan ke Polisi

Ia mengatakan, kehamilannya diketahui melalui tukang urut dan perasaannya. "Masalahnya kan ini pengobatan saya sendiri. Memang tidak bisa dijangkau dengan pikiran logika," sebutnya.

"Iya dan saya sendiri," jawabnya saat ditanya, berarti tukang urut yang bilang hamil?

"Belum," jawabnya saat ditanya apakah belum periksa dokter?

Sementara itu, suami A mengatakan istrinya belum haid selama tiga bulan terakhir.

Baca Juga : Gowa Perpanjang Penerapan PPKM, Resepsi Pernikahan Hanya Boleh Dihadiri 30 Orang

"Sudah lama, terakhir haid tiga bulan yang lalu," kata suaminya yang berinisial I.

Sebelumnya, telah beredar informasi bahwa perempuan yang berseteru dengan Satpol PP tersebut tidak hamil. Hal ini pun telah sampai ke Pemerintah Kabupaten Gowa. Hanya saja informasi tersebut belum memiliki keberanian yang valid.

"Kita dapatkan informasi bahwa katanya negatif hamil tapi itu belum dibuktikan secara medis baru informasi dari teman," kata Kapala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Gowa, Alimuddin Tiro.

Baca Juga : Gowa Perpanjang Penerapan PPKM, Resepsi Pernikahan Hanya Boleh Dihadiri 30 Orang

Dengan adanya informasi tersebut pihaknya pun menyebut akan memastikan informasi tersebut. Pasalnya, informasi yang beredar menyebutkan bahwa perempuan yang diduga sebagai korban pemukulan sementara hamil.

 

Penulis : Syukur
#PPKM Gowa #Satpol PP Gowa