RAKYATKU.COM -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya mengeluarkan sikap tegas. Meminta pemerintah menarik Kamus Sejarah Indonesia jilid I dan II dari peredaran.
Pernyataan tegas MUI Pusat terdiri atas lima poin. Diteken langsung Ketua Umum KH Miftachul Akhyar dan Sekjen H Amirsyah Tambunan. Selengkapnya dalam lampiran berita ini.
MUI menduga kamus yang diterbitkan Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI itu mengarah pada manipulasi dan penyimpangan sejarah Indonesia.
Baca Juga : Bicara di Kongres Ekonomi Umat MUI, Erick Tohir Ungkap 3 Strategi Kejar Ketertinggalan
Salah satu indikatornya adalah beberapa nama tokoh nasional dan organisasi Islam yang telah berjasa dan berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Negara Republik Indonesia tidak disebutkan dalam buku tersebut.
Mereka di antaranya KH Hasyim Asy'ari, KH Ahmad Syaikhu, KH Abdurrahman Wahid (NU); KH Abdul Halim, KH Ahmad Sanusi (PUI), dan tokoh-tokoh lainnya seperti Kahar Mudzakkar dan Syafruddin Prawiranegara.
"Sangat terasa adanya semacam dugaan benturan kepentingan dan benturan ideologi kiri dan kanan dari pihak-pihak yang bertanggung jawab dan yang terlibat dalam penulisan dan penerbitan buku tersebut, sehingga muncul nama-nama yang merepresentasikan ideologi mereka dan justru tidak menuliskan nama-nama tokoh Islam moderat yang mempunyai peran sangat penting dalam catatan sejarah Islam dan sejarah Indonesia," tulis MUI dalam salah satu pandangannya.
Baca Juga : Kembali Raih Sertifikat ISO, Tanda MUI Makin Profesional dan Akuntabel
Selain itu, penulisan beberapa tokoh dan ormas Islam dinilai kurang memperhatikan prinsip proporsionalitas (sense of proportionality), sehingga ada tokoh dan ormas Islam yang kiprah dan kontribusinya sangat besar justru ditulis sangat singkat dan bahkan dengan narasi yang tendensius. Sedangkan tokoh atau organisasi yang biasa-biasa saja bahkan kontroversial justru ditulis panjang dan bahkan dengan narasi positif.