Senin, 22 Maret 2021 17:48

Ekonom UI Faisal Basri: Global Food Security Index Menunjukan Pertanian Indonesia Semakin Baik

Fathul Khair Akmal
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Faisal Basri
Faisal Basri

Ekonom Senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri mengungkapkan bahwa pertanian Indonesia berdasarkan penilaian global food security index tahun 2020 posisinya jauh lebih baik dari negara lain seperti Afrika Selatan, Filipina maupun Kamboja.

RAKYATKU.COM, JAKARTA - Ekonom Senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri mengungkapkan bahwa pertanian Indonesia berdasarkan penilaian global food security index tahun 2020 posisinya jauh lebih baik dari negara lain seperti Afrika Selatan, Filipina maupun Kamboja.

Tiga negara diatas, kata Faisal mampu dilewati Indonesia mengingat index affordability, availability dan natural resources and resiliencenya terus diperbaiki dengan berbagai kebijakan dan program peningkatan produksi. Tercatat, saat ini Indonesia menempati rengking 65 dari total 113 negara.

"Dari segi affordability kita relatif bagus karena skornya 73,5. Lalu ada availability yang rangkingnya lebih baik dari rengking keseluruhan, yaitu 48 dengan skor 64,7. Tapi kita harus memperhatikan quality and safety karena kita berada di posisi 85 dengan skor 49,6," ujar Faisal dalam diskusi Reformulasi Kebijakan Perberasan, Senin, 22 Maret 2021.

Baca Juga : Kunjungan Kerja ke Gowa, Mentan Ingatkan Distributor Pupuk Tak Macam-macam

Disisi lain, Indonesia juga dinilai harus memperbaiki natural resources and resilience yang masih berada di urutan 109 dari total 113 negara dengan skor 34,3. Tapi, lanjut Faisal, posisi dan skor diatas lagi-lagi mengalami perbaikan karena sebelumnya Indonesia berada di posisi paling buncit, yakni berada di 113 dengan skor 34,1.

"Oleh karena itu pertanian khusus beras sangat bergantung pada kebijakan ramah lingkungan yang membutuhkan payung kuat serta mendapat dukungan dari sektor lain. Misalnya untuk quality and safety yang terkait dengan diversifikasi pangan lokal, kalau mau diperbaiki maka kita harus ikut dalam gerakan pangan lokal lestari," katanya.

Baca Juga : Mentan Andi Amran Sulaiman Apresiasi Penjabat Gubernur Prof Zudan

Meski demikian, menurut Faisal, Indonesia harus bersyukur karena berdasarkan hitung-hitungannya, produksi padi pada tahun ini diperkirakan mengalami surplus yang cukup besar. Terlebih dengan adanya kebijakan pemerintah yang mendukung peningkatan padi.

"Saya punya keyakinan yang cukup tonggi bahwa bulan puasa ini harga pangan akan stabil dan kebutuhan cukup. Harga beras Indonesia stabil dibanding harga beras internasional. Bahkan barangkali level kita ke depan adalah memberi beras kepada mereka yang kelaparan di seluruh dunia," katanya.

Karena itu, Faisal menambahkan, Indonesia tidak perlu impor sebab panen raya padi terus berlangsung di semua daerah. Ia berharap, kebijakan impor tidak mengulang kesalahan di tahun 2008, 2011 dan 2016, dimana terjadi impor beras dan menjerat petani dengan tali kawat.

Baca Juga : Kementerian Pertanian Beri 300 Beasiswa Pengembangan SDM Sawit untuk Lulusan SMA di Sulsel

"Ke depan kuncinya hanya 1, yaitu peningkatan produktivitas. Saya bersyukur karena 2 tahun terakhir ada perbaiikan, dimana tahun ini, petani semakin sejahtera, ntp naik terus, ekspor naik signifikan," tutupnya.

Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Masyuri mengapresiasi uapaya jakaran Kementerian Pertanian (Kementan) dibawah pimpinan Syahrul Yasin Limpo yang telah mencatat angka luar biasa, terutama dalam kebijakan produksi dalam negeri.

"Saya mengapresiasi menteri pertanian atas berbagai kebijakan peningkatan produksi pangan nasional. Ke depan kebijakan food estate bisa dimanfaatkan untuk menambah daya gedor produksi nasional," katanya.

Baca Juga : Pejabat Bupati Wajo Hadiri Kunjungan Mentan RI di Rujab Gubernur Sulsel

Masyuri menambahkan, selama ini penggilingan padi kecil kerap kali menjadi korban atas kebijakan impor yang dinilai sudah keterlaluan karena berpengaruh terhadap harga eceran dan memiliki dampak terhadap merosotnya ekonomi petani.

"Kebijakan impor itu, yang paling menderita adalah penggilingan kecil. Kemudian harga eceran tinggi diatur kemendag. Inilah yang membuat banyak orang menderita," tutupnya.

#kementan