Senin, 11 Januari 2021 13:02

Analisis Pakar Terkait Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ182, Ada Persamaan dengan Air Asia 2014

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ilustrasi.
Ilustrasi.

Alvin Lie menduga Sriwijaya SJ 182 kehilangan sistem kendali sebagaimana dialami oleh Air Asia QZ 8501 pada 2014.

RAKYATKU.COM - Pakar penerbangan, Alvin Lie, menyatakan bahwa pesawat Sriwijaya Air SJ 182 hanya membutuhkan waktu sekitar 20 detik terempas dari ketinggian 10.000 kaki sampai ke permukaan laut.

Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Sabtu (9/1/2021). Dari grafik dan data penerbangan, pesawat sempat mengalami kehilangan ketinggian secara drastis pada posisi 10.000 kaki di atas permukaan laut. Pesawat terakhir terlihat di ketinggian 250 kaki.

"Kecepatan vertikalnya itu mendekati 30.000 kaki per menit. Jadi kalau pada ketinggian 10.000 kaki, terhempas ke permukaan (laut) itu hanya butuh 1/3 menit atau 20 detik," kata Alvin dikutip dari CNN Indonesia, Senin (11/1/2021).

Baca Juga : Viral Video Penumpang Yeti Airlines Live di Facebook Saat Pesawat Jatuh di Nepal

Alvin menduga Sriwijaya SJ 182 kehilangan sistem kendali sebagaimana dialami oleh Air Asia QZ 8501 pada 2014. Menurutnya, dalam kasus itu, elevator mengalami masalah yang membuat pesawat menghujam ke bawah.

Alvin menjelaskan salah satu fungsi sistem kendali yang berupa sayap horizontal pada bagian belakang pesawat adalah mengontrol derajat kemiringan naik turunnya badan pesawat.

"Bisa juga pesawat ini belum stabil kemudian mengalami high speed stall," ujarnya.

Baca Juga : 68 Penumpang Pesawat yang Jatuh di Nepal Ditemukan Tewas, 4 Orang Masih Proses Pencarian

Stall merupakan kondisi di mana pesawat kehilangan daya angkat. Kondisi ini bisa terjadi ketika pesawat melaju dengan bagian hidung miring ke atas lebih dari 15 derajat.

Kehilangan daya angkat ini bisa terjadi pada pesawat dengan laju kecepatan tinggi (high speed) dan kecepatan rendah (low speed).

Dalam ilmu fisika, desain sayap merupakan kunci agar suatu pesawat dapat terangkat ke udara. Sayap didesain agar bagian atasnya dapat menerima kecepatan udara yang lebih dari bagian bawah.

Baca Juga : Pilot Pesawat T-50i Golden Eagle yang Jatuh di Blora Meninggal

Akibatnya, tekanan udara yang ada di bagian bawah sayap lebih besar dari bagian atas sayap. Hal inilah yang mengakibatkan pesawat terangkat ke udara.

Ketika pesawat terbang datar, tidak terdapat kemiringan ke atas (nose up) pada hidung pesawat. Pada keadaan normal, nose up berkisar antara 2 hingga 5 derajat. Namun, jika nose up lebih dari 15 derajat, maka beban pesawat menjadi lebih berat.

Kemiringan ke atas lebih dari 15 derajat secara terus menerus dapat mengakibatkan suatu pesawat kehilangan daya angkat dan kemudian jatuh.

Baca Juga : TNI AU Beber Kronologi Pesawat Tempur T-50i Golden Eagle Jatuh di Blora

Alvin menilai jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 ini tidak berkaitan dengan usia pesawat. Menurutnya, meski pesawat sudah tua, jika perawatan dilakukan dengan baik maka hal itu tidak akan berpengaruh.

"Walaupun pesawat usianya sudah 26 tahun, tapi asal perawatannya baik tidak ada masalah. Kemudian pesawat ini pernah dikandangkan oleh Sriwijaya antara 23 Maret sampai 23 Oktober tahun lalu, setelah itu sudah aktif lagi terbang," bebernya.

Sumber: CNN Indonesia

#Sriwijaya Air #Pesawat Jatuh