Kamis, 07 Mei 2020 16:37

Benarkah Akan Ada Ledakan Dahsyat di Hari Jumat 15 Ramadan? Ini Penjelasan Lengkapnya

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ustaz Rahmat Badani Lc MA
Ustaz Rahmat Badani Lc MA

Sejak dua tahun lalu, beredar hadis yang cukup menakutkan. Disebut akan ada ledakan atau suara dahsyat. Disusul gempa bumi di mana-mana.

RAKYATKU.COM - Sejak dua tahun lalu, beredar hadis yang cukup menakutkan. Disebut akan ada ledakan atau suara dahsyat. Disusul gempa bumi di mana-mana.

Fenomena itu disebut terjadi jika hari Jumat bertepatan dengan 15 Ramadan. Jika hadis itu benar, maka peristiwa itu akan terjadi besok, Jumat (8/5/2020). 

Ternyata sejumlah ulama mengungkap bahwa hadis tersebut palsu. Berikut tulisan lengkap Ustaz Rachmat Badani, Lc, MA terkait hadis yang menjelaskan fenomena tersebut:

Hadis Suara Dahsyat di Pertengahan Bulan Ramadan

Oleh: Ustaz Rachmat Badani, Lc, MA 

Dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, Beliau (Rasululllah) bersabda, "Apabila ada suara keras pada bulan Ramadan, maka akan terjadi huru-hara pada bulan Syawal. Kabilah-kabilah akan berselisih pada bulan Dzulqa’dah, dan akan terjadi pertumpahan darah pada bulan Dzulhijjah dan Muharram.

"Tahukah kalian apa yang akan terjadi di bulan Muharram?" tanya Nabi shallallahu alaihi wasallam hingga tiga kali.

"Jauh dari yang kalian kira. Manusia akan saling bunuh dalam hiruk-pikuk."

Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bilakah teriakan keras tersebut?"

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, "Itu terjadi pada pertengahan Ramadan malam Jumat . Suara keras yang membangunkan orang tidur, yang berdiri akan duduk, gadis-gadis pingitan berhamburan keluar dari biliknya. Pada jumat pada tahun terjadi gempa di mana-mana.

Apabila kalian selesai menunaikan salat Subuh pada Jumat itu, maka segeralah masuk ke dalam rumah. Tutup pintu-pintu rumah kalian. Sumbat lubang-lubangnya. Tenangkan diri kalian, sumbat telinga-telinga kalian.

Jika kalian merasa mendengarkan suara keras, maka sujudlah dan ucapkanlah, 'Subhaana al-Quddus, subhaana al-Quddus, Rabbuna al-Qudduus.' Siapa saja yang melakukannya niscaya selamat. Siapa saja yang tidak melakukannya akan binasa."

Hadis ini diriwayatkan dari beberapa jalur:

A. Takhrij Nuaim bin Hammad dalam kitab Al Fitan: dari jalur Abu Umar, dari Ibnu Lahiah, dari Abdul Wahhab bin Husain, dari Muhammad bin Tsabit Al Bunani, dari Tsabit Al Bunani, dari Al Harits Al Hamadani, dari Ibnu Masud.

Rijal hadis:
1. Abu Umar: Adalah seorang yang muhmal atau tidak diketahui siapa orangnya. Namun jika melihat beberapa riwayat lainnya yang disebutkan oleh Nuaim bin Hammad maka besar kemungkinan Abu Umar yang dimaksud adalah Abu Umar As Saffar Hammad bin Waqid. Imam Bukhari berkata: Munkar hadis (tarikh kabir 3/28). Imam Yahya bin main, Abu Hatim dan Abu Zurah juga melemahkannya (Jarh wa tadil 3/150).

2. Ibnu Lahiah, adalah Abdullah bin Lahiah dan derajatnya shoduq namun hafalannya menjadi bercampur setelah kitab-kitabnya terbakar. 

3. Abdul Wahhab bin Husain adalah perawi yang majhul atau tidak diketahui sebagaimana disebutkan oleh Al Hakim dan dinukil oleh Al Dzahabi dalam Lisan Al Mizan 5/303.

4. Muhammad bin Tsabit Al Bunani adalah perawi yang lemah, ia dilemahkan oleh Yahya bin Main, Bukhari dan Nasai (Al Kamil fii dhuafaa Ar rijal 7/314).

5. Tsabit Al Bunani, adlah salah seorang ulana tabiin yang masyhur dan tsiqah.

6. Al Harits Al Hamadany, adalah Al Harits bin Abdullah Al A'war Al Hamadany, pada hadisnya terdapat kelemahan dan Imam Syabi telah mendustakannya, serta ia juga dituduh beraqidah rafidhah (Taqrib Tahdzib nomor 1029).

Dari sisi sanadnya sangat nampak kelemahan hadis ini, bahkan kelemahannya dapat dikategorikan sebagai dhaif jiddan karena ia diriwayatkan oleh perawi-perawi yang lemah bahkan sebagiannya ada yang mungkar dan ada juga yang didustakan. Tidak sampai disitu, pengarang kitab ini (Al Fitan) yaitu Nuaim bin Hammad juga diperselisihkan oleh para ulama jarh wa tadil, dimana sebagian ulama menguatkannya (apalagi karena Imam Bukhari meriwayatkan hadis dari Nuaim bin Hammad, akan tetapi riwayatnya datang secara maqrun pada riwayat-riwayat cabang dalam sahihnya dan bukan pada hadis ashl atau inti) namun tidak sedikit juga ulama yang melemahkannya, seperti An Nasai, Abu Dawud, Abu Zurah Ad Dimasyqy, Abu Arubah Al Harrani, Abu Said bin Yunus dan Al Azdi. Karenanya tidak berlebihan setelah meneliti kondisi sanad dan matan hadis ini, maka Syaikh Albani menghukumi hadis ini sebagai hadis palsu dalam kitab Silsilah Dhaifahnya 13/1058.

B. Hadis ini juga dihukumi palsu oleh ulama lainnya seperti Al Uqaily (Ad Duafaa Al Kabir 3/52) yang diriwayatkan dari jalur Abdul Wahhab bin Qais, dari Abu Hurairah, juga Ibnul Jauzy (Al Maudhuaat 3/191) yang diriwayatkan dari jalur Maslamah bin Ali, dari Qatadah, dari Said bin Musayyib, dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:
"Akan terdengar suara dahsyat pada bulan Ramadan, orang yang tidur akan terbangun, yang berdiri akan terduduk, para gadis akan terhempas keluar dari pingitannya, pada bulan syawwal akan muncul suara senandung, pada bulan dzulqadah seluruh qabilah akan berselisih, dan pada bulan dzulhijjah darah akan ditumpahkan, serta pada bulan muharram akan terjadi perkara dahsyat ketika kerajaan mereka telah jatuh."

Setelah menyebutkan riwayat tersebut, Al Uqaily berkata: "Hadis yang semacam ini tidak ada dasarnya dari hadis para perawi yang tsiqah dan tidak ada dari jalur yang sahih."

C. Hadis yang serupa juga diriwayatkan oleh At Tabrany dalam Mu'jam Kabir (18/332): dari jalur Abdul Wahhab bin Dahhak, dari Ismail bin Ayyasy, dari Auzai, dari Abdah bin Abi Lubabah, dari Fairuz Ad Dailamy (dalam lafadz riwayat ini terdapat tambahan bahwa akan terdengar pula suara-suara setelah suara dahsyat tersebut. Suara pertama adalah suara malaikat Jibril, dan kedua adalah suara syaithan.

Berkata Al Haitsami dalam Majma Zawaid 7/310: 
"Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Tabrani dan pada sanadnya terdapat Abdul Wahhab bin Dahhak yang matruk."

Olehnya, Hadis ini adalah hadis yang sangat lemah karena diriwayatkan dari Abdul Wahhab bin Dahhak yang matruk bahkan dituduh sebagai pendusta oleh Imam Abu Hatim (Taqrib tahdzib hal. 368).

Sebagai kesimpulan, hadis ini diriwayatkan dari beberapa jalur riwayat, namun semua jalur tersebut adalah riwayat yang sangat lemah, bahkan ada yang sampai pada derajat palsu. Karena itu, sebagian ulama menghukumi hadis ini sebagai hadis palsu.

Tatkala Syaikh Bin Baz ditanya mengenai hadis ini, maka beliau menjawab:

Hadis ini tidak memiliki dasar yang sahih, bahkan sebaliknya ia adalah batil dan dusta. Sungguh telah berlalu beberapa tahun dalam kehidupan kaum muslimin dimana malam ke 15 Ramadannya bertepatan dengan malam jumat namun tidak terjadi sama sekali kedustaan yang disebutkan dalam riwayat tersebut berupa suara dahsyat dan selainnya. Olehnya tidak boleh bagi seorangpun yang mendapatkan riwayat ini untuk menyebarkan hadis dusta tersebut, sebaliknya wajib atasnya untuk menyobek dan membinasakannya serta mengingatkan kaum muslimin atas kedustaan hadis itu. 

Sesungguhnya kewajiban seorang muslim untuk bertakwa kepada Allah pada setiap waktu dalam kehidupannya,  dan senantiasa mawas diri dari apa yang dilarang oleh Allah hingga ajal menjemputnya sebagaimana firman Allah kepada rasul-Nya:

"Dan sembahlah Tuhanmu hingga al yaqin menjumpaimu." (QS. Al Hijr: 99)

Makna al yaqin dalam ayat ini adalah kematian. Allah juga berfirman:
 
"Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa dan janganlah kalian meninggal kecuali dalam keadaan berserah diri." (QS. Ali Imran: 102)

Senada dengan ayat-ayat ini, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, lakukanlah kebajikan seusai mengerjakan keburukan niscaya akan menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik."

Dan sungguh ayat-ayat dan hadis yang berbicara mengenai kewajiban bertakwa setiap saat dan istiqamah di atas kebenaran, serta berhati-hati dari segala perkara yang dilarang oleh Allah dalam setiap waktu baik dalam bulan Ramadan atau di luarnya sangatlah banyak dan masyhur, semoga Allah senantiasa memberikan taufik atas kaum muslimin pada apa yang diridhai-Nya, mengaruniakan mereka pemahaman terhadap agama Islam, dan semoga Allah melindungi kita dari fitnah yang menyesatkan dan dari para penyeru-penyeru kebatilan, sesungguhnya Allah maha baik dan pemurah (Majmu' Fatawa Ibn Baz 26/339-341).

Wallahu a'lam.