Sabtu, 18 Januari 2020 04:00

Kisah: Pencuri Pertama Dijatuhi Hukum Potong Tangan dalam Islam

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ilustrasi.
Ilustrasi.

Berdasarkan ayat 38 dari surat Al-Maidah, adalah ayat yang diambil dari penjatuhan hukuman bagi para pencuri. Namun, dalam ayat setelahnya Allah swt.

RAKYATKU.COM - Allah swt berfirman: "Sebagai laki-laki dan perempuan yang diambil, maka potonglah tangan yang ada, sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan siksa dari Allah, dan Allah mahaperkasa lagi Maha Bijaksana, barang yang ditukar dengan barang yang melakukan pekerjaan itu, dan coba sendiri, lalu katakanlah Allah menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. "(QS. Al-Maidah: 39-38)

Berdasarkan ayat 38 dari surat Al-Maidah, adalah ayat yang diambil dari penjatuhan hukuman bagi para pencuri. Namun, dalam ayat setelahnya Allah swt meminta bahwasannya siapa yang bertobat dari kezalimannya tersebut, lalu ia memperbaiki diri, niscaya Allah akan menerima tobatnya.

Pembacaan terpisah untuk kedua ayat tersebut akan berimplikasi pada pemahaman yang keliru, sehingga tidak sedikit mereka yang semangat religiusitasnya tinggi mempertimbangkan pencuri dengan ketentuan tertentu, tidak akan diampuni dosanya, sehingga dia dieksekusi dengan menggunakan tangan dipotong.

Padahal, pada ayat setelahnya Allah swt benar-benar menyelesaikan bahwasannya jika ada yang benar-benar bertobat kemudian memperbaiki diri, niscaya Allah swt akan mengampuninya, baik itu setelah dia dieksekusi potong tangan, atau tidak dieksekusi.

Di antara kisah yang mendeskripsikan proses eksekusi yang dilakukan pada zaman Rasulullah saw adalah sebuah laporan yang ditulis oleh imam Ahmad bin Hanbal, tentang lelaki yang pertama kali diterbitkan yang membahas tentang penyelesaian pada zaman Rasulullah SAW.

Diriwayatkan dari Abdullah, suatu kompilasi lelaki datang mengundang dan menceritakan tentang peristiwa di masa Rasulullah saw, lelaki itu berkata, "Sesungguhnya orang yang pertama kali berpindah tangan dari kalangan muslimin, adalah lelaki lelaki yang dibawa ke Rasulullah saw, lalu ditonton untuk membantu" Wahai Rasulullah, lelaki ini telah berhasil “kemudian tampaklah kesedihan pada wajah Rasulullah saw, sebagian sahabatpun bertanya,“ Wahai Rasul, apa yang terjadi denganmu?”

Rasulullah saw pun menjawab, “Selain yang bisa aku perbuat, sedangkan kamu juga telah membantu setan untuk melawan kalian, padahal Allah swt maha pengampun yang mau memberikan pengampunan, sedangkan seorang waliyul amr, jika perkara tentang hukum telah meminta juga, maka seyogianya dia memutuskannya ”.

Kemudian Rasulullah saw membaca (ayat 22 dari surat An-Nur yang berarti) dan memintalah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin itu Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (HR. Ahmad)

Meskipun demikian, kualitas sanad, hadis tersebut masuk dalam kategori hadis yang masih diperdebatkan keshahihannya, namun dapat melihat, sangat sedihnya Rasulullah saw kompilasi harus ditangguhkan memuntahkan tangan untuk pria-pria yang diadukan tersebut, tampak di dalamnya Rasulullah saw sahabat untuk memaafkan laki-laki ini, dan menyelesaikan masalah itu dengan mendapatkan persaudaraan, tanpa harus mendukung bagi waliyul-amr, yang kompilasi itu adalah Rasulullah saw.

Bahkan, beliau pada saat itu, sampai mengutip ayat Al-Qur'an yang berisi tentang anjuran untuk saling memaafkan, disetujui setiap orang dari mereka yang berharap agar dosa mereka dimaafkan, dan juga diampuni oleh Allah swt.

Meskipun demikian, pada akhirnya Rasulullah saw tetap harus memutuskan hukum yang memotong tangan terhadap lelaki tersebut, hal itu lebih berkaitan dengan aturan syariat yang mengatur bahwasannya jika perkara hukum telah mengatur untuk yang mendukung, maka dia harus memutuskan itu, suka atau tidak suka.

Sementara itu, jika kita menentang keputusannya, tampaklah Rasulullah SAW sejatinya lebih suka para sahabatnya dapat mengedepankan bantuan maaf kepada lelaki yang diminta tersebut, tanpa harus melaporkannya kepada Rasulullah saw. Karena dia lebih mengutamakan jalur pertaubatan sebagai penebusan dosa seseorang, dibandingkan harus membatalkan hukum telah mentransfer.

Sumber: Islami