Jumat, 06 Desember 2019 14:48

Dinonaktifkan, Helmy Yahya Tetap Digaji Puluhan Juta sebagai Dirut TVRI

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Direktur Utama TVRI, Helmy Yahya
Direktur Utama TVRI, Helmy Yahya

TVRI banyak berubah di tangan Helmy Yahya. Dalam dua tahun, perbedaan itu nyata. Lalu, mengapa pria yang dikenal kreatif itu dinonaktifkan?

RAKYATKU.COM - TVRI banyak berubah di tangan Helmy Yahya. Dalam dua tahun, perbedaan itu nyata. Lalu, mengapa pria yang dikenal kreatif itu dinonaktifkan?

Helmy Yahya dilantik menjadi direktur utama TVRI pada 29 November 2017. Sejak saat itu, banyak yang berubah. Stasiun televisi milik pemerintah itu perlahan meninggalkan kesan jadul.

Salah satu yang signifikan terlihat, tayangan pertandingan sepak bola. Pada pertengahan 2018, TVRI mendapat hak siar pra musim International Champions Cup. Kemudian pada akhir 2018, TVRI mendapat hak siar English Football League Championship dan Piala Liga Inggris.

Helmy tampak ingin menarik penggemar sepak bola untuk beralih ke TVRI. Kemudian pada Maret 2019, TVRI mendapat hak siar pertandingan yang berada di bawah naungan Asian Football Confederation yang efektif mulai 2021.

Lalu pada pertengahan 2019, TVRI mendapat hak siar English Premier League. Untuk siaran ini, TVRI bekerja sama dengan layanan multi platform Mola TV.

Selain sepak bola, TVRI juga fokus pada penayangan pertandingan bulu tangkis. Stasiun televisi pelat merah ini juga mendapat hak siar 10 turnamen kejuaraan bulu tangkis internasional.

Perubahan signifikan lain adalah perubahan logo pada 29 Maret 2019. Logo TVRI yang baru terlihat lebih muda, meskipun sebagian pihak menyebut logo itu serupa dengan sebuah media Jerman.

Perubahan lain adalah merekrut pembaca berita dari kalangan muda agar menarik penonton muda. Hal ini menjadi terobosan upaya TVRI untuk merangkul penonton dari generasi milenial.

TVRI juga tercatat mendapatkan anugerah televisi ramah anak dari KPI.

Cerita Penonaktifan Helmy

Di tengah tumbuhnya semangat baru itu, tiba-tiba muncul SK Nomor 3 Tahun 2019 tentang penetapan non-aktif sementara. SK dari dewan pengawas TVRI itu sekaligus menunjuk pelaksana tugas harian direktur utama LPP TVRI periode 2017-2022. 

Surat keputusan tersebut ditandatangani Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI Arief Hidayat Thamrin. Tertanggal 4 Desember 2019. 

Di situ disebutkan, walau nonaktif, Helmy Yahya tetap mendapatkan penghasilan sebagai direktur LPP TVRI. Informasi yang dihimpun Rakyatku.com, gaji direksi TVRI mencapai Rp30 juta hingga Rp40 juta per bulan.

Beruntung, Menkominfo Johny G Plate cepat turun tangan. Siang ini, dia mempertemukan Arief Hidayat dengan Helmy Yahya. Mediasi ini diharapkan menghasilkan jalan keluar terbaik.

"Ketua Dewas (Arief Hidayat Thamrin) dan Pak Helmy akan dimediasi Pak Menteri Kominfo," kata Direktur Pemberitaan TVRI Apni Jaya di Kantor TVRI, Jumat (6/12/2019). 

Mediasi dijadwalkan pukul 13.00 WIB bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate. 

Penyebab Helmy Nonaktif

Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta menilai polemik di internal Televisi Republik Indonesia atau TVRI saat ini merupakan akumulasi dari pelbagai persoalan. 

Sukamta mengakui salah satu yang menjadi persoalan adalah kebijakan pembelian program asing oleh direksi TVRI. Politikus PKS ini pun menilai kedua belah pihak mestinya bisa mencari jalan keluar tanpa pecat-memecat. 

Anggota Komisi I DPR dari PPP, Syaifullah Tamliha juga mengaku mendengar ihwal masalah pembelian program asing itu. Dewan Pengawas ditengarai tak setuju dengan kebijakan pembelian program asing oleh direksi.

Menurut Tamliha, setiap kebijakan direksi harus dikonsultasikan dan mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas.

"Kalau tidak setuju ya tidak bisa. Dia (direksi) kan diangkat oleh Dewan Pengawas, pertanggungjawabannya kepada Dewan Pengawas," kata dia.

Selain itu, Tamliha menyinggung temuan Komisi I DPR ihwal masalah pengelolaan sumber daya manusia TVRI. Dia menyebut ada ribuan pegawai di TVRI yang statusnya tidak jelas hingga sekarang.

Padahal, lanjutnya, ketidakjelasan ini bisa berujung merugikan para pekerja itu. Sebab ada aturan batas usia maksimal pengangkatan karyawan. "Mereka kan sudah berjasa besar, terutama yang di kawasan terpencil, pedalaman. Itu kan perlu dihargai," ujar Tamliha.