Kamis, 14 November 2019 06:00

Mengenal Cendikiawan Muslim Muhammad Abu Zahrah

Adil Patawai Anar
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Mengenal Cendikiawan Muslim Muhammad Abu Zahrah

Mengenal Cendikiawan Muslim Muhammad Abu Zahrah

RAKYATKU.COM - Muhammad Abu Zahrah dikenal sebagai seorang intelektual, pakar hukum Islam, dan penulis produktif yang unggul. Kiprahnya dalam bidang akademis juga cukup cemerlang. Dia pernah menjabat sebagai anggota Akademi Penelitian Islam al-Azhar, Kairo, Mesir.

Abu Zahrah telah meninggalkan warisan yang mengesankan dalam bidang intelektual dan dedikasi untuk tujuan mulia. Dia adalah seorang pria yang memiliki prinsip dan bertindak atas apa yang ia ajarkan.

Rekan-rekan, mahasiswa, dan orang-orang yang akrab dengan karya Abu Zahra memiliki rasa kagum dan hormat terhadap sosok tokoh ahli hukum syariah ini.

Kariernya dimulai dengan mengajar bahasa Arab di sekolah menengah dan memperoleh posisi di Sekolah Hukum Universitas Kairo. Kampus tempat ia melanjutkan mengajar bahasa Arab dan perbandingan agama. Ia juga menulis buku pertamanya yang berjudul Ushul al-Khitabah (Prinsip Retorika).

Kemudian pada 1933, ia bergabung dengan staf pengajar Fakultas Ushul al-Din al-Azhar Kairo, Mesir, khususnya dalam bidang teologi Islam dan pemikiran. Ia juga bergabung di fakultas hukum di universitas yang sama, khususnya dalam bidang hukum sipil. Namun, fokus utama Abu Zahrah tetap di syariah

Karier mengajar Abu Zahrah terus mengalami peningkatan. Ia menjabat sebagai kepala Departemen Hukum Islam dan Profesor Syariah di Universitas al-Azhar. Dia juga menjabat sebagai wakil dekan fakultas hukum sampai 1958.

Abu Zahrah pensiun dari mengajar dalam usia 60 tahun. Pada 1962 ia menjadi anggota Akademi Penelitian Islam (Majma al-Buhuth al-Islamiyyah) Universitas al-Azhar Kairo, Mesir.

Ini merupakan posisi terkakhir sampai Abu Zahrah mengembuskan napas terakhir pada Jumat, 12 April 1974, di rumahnya di Zaitun pada usia 76 tahun. Tokoh kelahiran Mahallah al-Kubra, Mesir, 29 Maret 1898, ini terlahir dari keluarga yang religius dan terhormat. Pendidikan awalnya dimulai di sekolah al-Raqiyyah.

Di sekolah ini, Abu Zahrah mempelajari ilmu pengetahuan modern, agama, dan bahasa Arab. Ia melanjutkan studinya di sekolah tinggi al-Ahmadi al-Azhari di Tanta pada 1913.

Ia mulai mempelajari Alquran saat masih remaja. Abu Zahra remaja dikenal sebagai anak yang keras kepala. Ia juga mulai menunjukkan ketidaksukaannya kepada pemerintahan otoriter di semua tingkatan.

Sifat-sifat ini tecermin dalam dalam kehidupan dewasanya. Ia memiliki keberanian menyuarakan apa yang menurutnya benar. Prestasinya dalam bidang akademik terlihat saat mengikuti ujian masuk lembaga peradilan di Gharbia Governorate pada 1916. Saat itu, ia memperoleh nilai ujian masuk tertinggi meskipun usianya lebih muda dari rekannya dan belum memiliki pengalaman.

Sekolah yang dirancang untuk pelatihan hakim ini didirikan pada 1907. Para peserta didik juga akan dibekali dengan kualifikasi yang sesuai dalam hukum Islam dan keterampilan praktis untuk mengambil janji sebagai hakim Syariah di Mesir.

Abu Zahrah memperoleh kualifikasi, tapi jalan kariernya lebih dikembangkan dalam bidang akademik karena ia tidak benar-benar mengambil pos peradilan.

Abu Zahrah lulus dari sekolah hukum pada 1923. Setelah itu, ia mengajar di Madrasah Muhammad Atif Barket dalam bidang ilmu syariah. Pada 1927, Abu Zahrah memperoleh gelar kedua dalam bidang yang sama dari Dar al-Ulum di Tanta. Dia kemudian mengajar di Dar al-Ulum selama satu tahun (1927-1928) dan kemudian di sebuah perguruan tinggi di Kairo dan Suhaj selama dua tahun.

Abu Zahra berguru kepada beberapa ulama terkenal, seperti Abdul Wahhab Khallaf, Syekh Ali al-Khafif, dan Abdul Aziz al-Kuli. Ia tidak pernah belajar di Eropa atau di sekolah Barat yang ada di Mesir. Karena itulah, ia mendapat kritikan tajam dari orientalis sebagai cendekiawan dan ulama yang memiliki pemahaman dangkal terhadap Barat.

Cendikiawan Muslim, Muhammad Abu Zahrah memiliki pandangan yang pasti dan berprinsip, masalah-masalah seperti larangan riba, ia pikir diperlukan untuk melindungi kesejahteraan Muslim.

Ia memberikan fatwa tentang isu-isu gender yang cenderung terombang-ambing antara posisi egaliter dan konservatif. Ia memiliki pandangan yang negatif tentang program keluarga berencana dan asuransi kendaraan.

Namun, ia berpendapat bahwa seorang perempuan dapat diizinkan bekerja di luar rumah jika memperoleh izin dari suami mereka.

Ia mencela despotisme dan merupakan pendukung kuat dari pemerintahan konsultatif dan demokratis di bawah aturan hukum. Setelah mengkritik Presiden Jamal 'Abd al-Nasser atas perlakuan kasar terhadap Ikhwanul Muslimin.

Abu Zahrah juga menyumbangkan pemikirannya untuk kebangkitan budaya Islam, yakni dengan mulai untuk patuh terhadap tiga prinsip dan ajaran Alquran dan sunah.

Prinsip tersebut, yaitu dakwah baik dan pencegahan kejahatan (al-amr bi  al-ma'ruf wa nahy an al-munkar), kerendahan hati dan moderasi (al-haya'), dan penyembunyian imoralitas dan deklarasi perilaku saleh (satr al-radha il wa kashf al-fada'il). 

Sumber: Republika