Minggu, 22 September 2019 16:03

Mata Ayah Asal Gowa Ini Berembun Saksikan Karya Putrinya di Panggung Teater Australia

Mays
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Hanum, Nuhira Abdul Kadir (ibunya), Haidir Fitra Siagian (ayahnya) dan Mr Moises dari IMS.
Hanum, Nuhira Abdul Kadir (ibunya), Haidir Fitra Siagian (ayahnya) dan Mr Moises dari IMS.

Sabtu, 21 September 2019 malam. Mada Fauziyah Hanum Siagian (13), tampil memukau di atas pentas teater Illawarra Multicultural Services (IMS) berjudul "In Transit" di Flightpath Wollongong Town Hall,

RAKYATKU.COM, AUSTRALIA - Sabtu, 21 September 2019 malam. Sebuah lukisan pesawat jadi latar belakang panggung pertunjukan teater Illawarra Multicultural Services (IMS) berjudul "In Transit" di Flightpath Wollongong Town Hall, Australia. Itu adalah lukisan Mada Fauziyah Hanum Siagian (13), seorang remaja asal Gowa, putri dosen Universitas Islam Negeri Alauddin, Haidir Fitra Siagian.

Di kursi penonton, ada dua pasang mata berkaca-kaca. Mata Haidir Fitra Siagian dan istrinya. Prestasi sang putri, tentu saja membuat pria asal Gowa itu bangga.

Lewat tulisan yang dikirim ke Rakyatku.com, dosen Universitas Islam Negeri Alauddin itu, membeber cerita di balik tampilnya sang putri di pentas itu.

Menurut Fitra, beberapa waktu lalu, tepatnya pertengahan Juli 2019, Hanum, putrinya menjadi pemenang juara satu dalam menulis karangan fiksi di Wollongong. Acara yang diadakan oleh Illawarra Multicultural Services (IMS) ini, mengangkat tema tentang pengungsi. Hanum menulis karangan tentang kisah gadis pengungsi Rohingya di Makassar.

Setelah dia dinyatakan juara, hubungan ibu Hanum, Nuhira Abdul Kadir dengan pihak IMS semakin akrab. Beberapa kali ibu Hanum mengirim pesan lewat email, juga berkunjung ke kantor IMS di pusat Kota Wollongong, tak jauh dari kantor pemerintahan kota ini.

Suatu ketika, mereka mengirim pesan agar Mada Fauziyah Hanum Siagian, diantar ke kantor IMS. Rupanya setelah membaca tulisan Hanum, pimpinan kelompok teater Flightpath, Mr Michael Pigott, tertarik mengajak Hanum berkontribusi dalam pementasan teater mereka.

Dalam pertemuan dengan pihak Flightpath dan IMS, mereka meminta izin mewawancarai dan merekam Hanum, sekaligus memintanya menggambar benda yang mewakili pengalamannya saat berangkat menuju ke Australia. Saat itu, Hanum memilih menggambar dua hal, Rubix dan pesawat Qantas. Izin agar bagian dari wawancara dapat mereka pakai untuk kepentingan drama, diberikan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani ibu Hanum dalam secarik kertas.

Minggu lalu, Fitra dan istrinya mendapat email lagi dari IMS. Isinya undangan menonton pementasan teater Flightpath di Wollongong Town Hall, semacam pusat pertunjukan kesenian di pusat kota. Drama yang ditonton ini berjudul "In Transit". Hanya saja tiket yang disediakan IMS hanya berlaku untuk dua orang. Jika lebih, maka harus bayar. 

Jadilah Fitra dan istrinya pergi nonton tadi malam, sekaligus ini pertama kali mereka bermalam Minggu di luar rumah.

"Saya sebenarnya tak terlalu suka nonton pementasan beginian. Tapi ibunya Hanum menegaskan harus ikut, 'Hanum berkontribusi di drama ini, masak tidak datang' itu kata istri saya. Tiket tambahan sudah dia lunasi. Mau tidak mau, saya harus ikut menemani mereka. Dua anak kami yang lain terpaksa tak ikut nonton, mereka tinggal di rumah," ungkapnya.

"Soalnya harga tiket cukup mahal. Untuk satu orang masih bisa ditanggulangi, jika untuk tiga orang, sudah agak berat," tambah Fitra.

Tiba di Wollongong Town Hall kurang sedikit setengah delapan malam. Agak terlambat, karena susahnya cari parkir. Mereka harus cari parkir sekitar setengah kilometer dari lokasi, di tengah cuaca yang agak gerimis dan dingin. Di depan pintu masuk teater, sudah ramai yang antre. Setengah dari penonton adalah paruh baya dan orang tua. Ada pula terlihat anak muda. Jumlah penonton sekitar dua ratus orang.

Karena agak terlambat, antre paling belakang. Kursi yang tersedia sisa untuk dua orang.

"Terpaksa petugas mencari satu kursi tambahan. Itupun putriku harus terpisah tempatnya dari kami," jelasnya. 

Drama ini kata Fitra, mengisahkan kompleksitas kehidupan di terminal keberangkatan dan kedatangan pesawat udara. Sebagian besar adalah suasana saat transit. Para penonton diperlakukan seolah-olah sebagai penumpang pesawat. Sebelum masuk dan duduk, diberi boarding pass dan diarahkan oleh pemain teater yang berakting seperti petugas bandara.

Adapun karya Hanum yang masuk dalam drama ini, adalah rekaman suaranya yang menceritakan kisahnya naik pesawat menuju Sydney. Adapula gambar pesawat yang dia buat dijadikan sebagai bagian dari latar belakang drama. Ibu Hanum yang melihat langsung proses rekaman tampak terpukau pada keapikan sutradara meracik kepingan wawancara dan lakon secara mengesankan. 

"Saya baru diberitahu saat drama usai, bahwa beberapa bagian dari pementasan itu bukan saja diambil dari gambar pesawat dan potongan wawancara Hanum, tapi juga beberapa komentar Hanum yang diadaptasi menjadi lakon oleh pak Michael Pigott," ungkap Fitra. 

Saat pementasan usai, Mr Moises dari IMS menyambut Fitra dan istrinya dengan semringah di luar pintu ruang pementasan. Dia berterima kasih atas kesediaan kedua orang tua Hanum, mengijinkan Hanum berkontribusi pada pementasan drama In Transit.