Sabtu, 21 September 2019 09:36

Kisah Suami Istri Tinggalkan Jabatan Bergengsi Jadi Sopir di Australia, Bergaji Ratusan Juta

Nur Hidayat Said
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Edwin Kusuma. (Foto: ABC Indonesia)
Edwin Kusuma. (Foto: ABC Indonesia)

Berikut kisah warga Indonesia yang sudah memiliki jabatan "bergengsi", namun justru banting setir dan bekerja sebagai sopir bus di Australia.

RAKYATKU.COM - Tidak sedikit warga Indonesia pergi ke Australia untuk mengadu nasib sebagai mahasiswa ataupun berharap untuk bekerja di bidang tertentu sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki.

Namun, bagi sebagian, menduduki posisi pemimpin ataupun pekerjaan yang terkesan "mewah" justru mendatangkan rasa lelah dan tidak puas.

Berikut kisah warga Indonesia yang sudah memiliki jabatan "bergengsi", namun justru banting setir dan bekerja sebagai sopir bus di Australia.

Edwin Kusuma dan Rita Gunawan adalah sepasang suami istri asal Indonesia yang bekerja sebagai sopir bus untuk perusahaan transportasi di Sydney, Australia bernama Busways.

Sebelum mengadu nasib di negara tetangga, Edwin pernah bekerja sebagai di bidang IT di Bank Indonesia di Jakarta selama delapan tahun.

Juga di Jakarta dengan jangka waktu yang sama, Rita pernah menduduki jabatan sebagai kepala keuangan perusahaan distributor listrik sebelum akhirnya pindah ke Australia pada 2010.

Pengalaman mencari nafkah tanpa jam kerja tetap seperti di perkantoran membuat Rita menyadari selain memberikan pendapatan yang menurut Rita cukup menarik, pekerjaan itu juga memberikan banyak waktu luang untuk ia habiskan dengan keluarga.

"[Bekerja sebagai] sopir bus tidak mengikuti jam kerja kantor sehingga kami ada waktu untuk mengurus keperluan keluarga seperti mengantar anak atau orang tua ke dokter, menghadiri kegiatan sekolah anak di siang hari dan mengantar orangtua belanja."

Setelah melihat suami menjadi sopir bus selama tiga tahun lamanya, Rita yang kini sudah menjalani pekerjaan tersebut selama satu tahun tidak memiliki rencana untuk mencari pekerjaan lain.

"Kami saat ini tidak berpikir untuk pindah kerja setelah cukup lama bekerja di kantor saat di Indonesia," kata lulusan Sarjana Ekonomi Universitas Surabaya tahun 2002 itu kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.

"Hal-hal yang membuat kami berpikir pekerjaan ini menyenangkan adalah [karena pekerjaan ini] santai. Pulang kerja tidak memikirkan tugas kantor yang menumpuk dan kalau bekerja lembur digaji."

Walau memberikan pendapatan sebesar $AUD 80 ribu (Rp 764 juta) per tahunnya, pekerjaan ini memberikan tantangan tersendiri bagi Rita Gunawan, ibu yang memiliki dua orang anak tersebut.

Rita Gunawan. (Foto: ABC Indonesia)

Tantangan ini muncul terutama pada masa awal bekerja di mana ia harus menyesuaikan diri dengan teknik mengemudi bus sebagai sebuah kendaraan besar.

"Menjadi sopir bus paling susah adalah saat awal di mana harus punya mental yang besar membawa kendaraan berat," kata perempuan berusia 39 tahun itu.

"Dan melatih kemampuan kami memutar di roundabout, belok di sudut yang sempit, parkir mundur dan mengendalikan rem supaya bisa berhenti tepat waktu tanpa membuat penumpang terjatuh."

Tantangan lain bagi Rita juga meliputi keharusan untuk mempelajari rute bus yang cukup banyak karena adanya larangan menggunakan telepon genggam untuk mengakses layanan GPS saat mengemudi.

"Kami biasanya menggunakan catatan sendiri supaya tidak salah mengambil jalur." kata Rita lagi.

Selain tantangan, Rita dan Edwin harus menghadapi reaksi dari teman-teman dan anggota keluarga mereka di Indonesia.

Rita yang kini memegang izin tinggal Warga Tetap Australia pernah menerima reaksi yang dilihatnya bersifat "meremehkan" di samping dari reaksi positif beberapa anggota keluarga.

Seperti keluarga Rita, kebanyakan teman-teman Charles di Indonesia juga terkejut mengetahui pekerjaannya di Australia. Keluarganya namun tidak memberi tanggapan demikian.

Rita melihat reaksi tidak menyenangkan dari beberapa teman ini sebagai inspirasi bagi dirinya beserta suami untuk selalu melangkah ke depan.

Prinsip ini mereka genggam melihat perjuangan yang harus mereka lalui saat hendak pergi ke Australia, saat Rita dan suaminya tidak punya modal untuk berangkat dan akhirnya harus menjual rumah dan seisinya yang saat itu hanya cukup membayar semester pertama tiket asuransi.

"Tapi buat kami cemoohan justru cambukan untuk membuktikan kamu bisa maju dan tentu saja punya kehidupan yang lebih baik," kata Rita yang saat ini telah memiliki rumah sendiri dan tinggal bersama suami, anak-anak dan orangtuanya.

"Setelah tiga sampai enam bulan [menjadi sopir bus], semua jauh lebih mudah. Kami merasa modal utama menjadi sopir bus adalah untuk tidak mudah menyerah."

Sumber: ABC Indonesia