RAKYATKU.COM - Polisi kini sudah berbeda. Protes terhadap komandannya berani disampaikan di depan umum. Seperti yang terjadi di Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Pada apel pagi, Senin (29/4/2019), sejumlah polisi berpangkat bintara beramai-ramai meneriaki seorang perwira polisi di halaman markas polisi. Polisi itu menduga honorarium pengamanan Pemilu 2019 disunat.
"Komandan mau ancam mutasi, mutasi kemana komandan?" teriak personel berpangkat bintara itu kepada perwira yang sedang berdiri di podium.
Video itu berdurasi 37 detik yang memperlihatkan protes polisi itu langsung viral. Polisi yang sedang berdiri di podium adalah Kapolres Halmahera Selatan AKBP Agung Setyo Wahyudi, SH, SIK, MSi.
Polisi juga menyebut-nyebut Kabag Ops AKP Roy Simangunsong yang diduga terlibat dalam pemotongan honorarium tersebut.
Aksi ini bermula dari pertanyaan salah seorang petugas PAM TPS di grup WhatsApp internal Polres Halmahera Selatan. Seorang anggota grup menanyakan tambahan anggaran pengamanan pemilu.
Salah seorang pejabat Polres yang juga bergabung dalam grup itu langsung meminta anggotanya menghapus pesan itu. Penulis pesan juga diminta menghadap kapolres.
Kapolres juga meminta beberapa anggota yang bertanya di grup agar menghadap. Salah seorang anggota yang menghadap mengaku diancam akan dimutasi
"Kapolres malah menyampaikan kalau kalian jual, kami beli. Di sini lah menjadi ketidakpuasan anggota lain terkait sikap dan tindakan kapolres," kata salah seorang petugas seperti dikutip dari Kabarmalut.co.id, Senin (29/4/2019).
Sehari sebelumnya, Minggu (27/4/2019), petugas PAM TPS sudah mogok bertugas. Pada Seni pagi, seluruh PAM TPS menarik diri dari lokasi tugas. Mereka berkumpul di Mapolres untuk mempertanyakan pemotongan itu kepada kapolres yang memimpin apel.
Menanggapi keributan di Polres Halmahera Selatan, Kapolda Maluku Utara Brigjen Suroto menyebut hanya miskomunikasi. Dia memastikan tidak ada pemotongan honorarium.
"Kemarin kan tahapan pemilu molor. Semula pemungutan suara sampai penghitungan diprediksi enam hari sesuai jadwal KPU, ternyata saat pelaksanaannya lebih lama dari waktu yang diprediksi. Sementara DIPA anggaran yang diberikan hanya 6 sampai 7 hari," ujar Brigjen Suroto.
Suroto menuturkan anggotanya dalam video tersebut mengira pembayaran honor pengamanan pemilu tak transparan karena tak sesuai lama kerja mereka. Suroto menegaskan Polda Maluku Utara akan memenuhi hak-hak anggotanya yang telah bertugas mengamankan pemilu.
"Ternyata kan sampai tanggal 28 (April 2019), pelaksanaannya kan molor dan di sini jaraknya jauh-jauh. Jadi mereka kira kami tidak transparan, padahal meleset dari jadwal awal. Mereka kan bertanggung jawab atas logistik pemilu, mengantar dari mulai ke TPS untuk pemungutan, setelah itu dari TPS mengantar ke desa, ke kecamatan, jadi memang capek. Makanya sampai ada yang meninggal kan," terang Suroto.