Sabtu, 27 April 2019 09:47

Pakai Parfum Berlebihan Bisa Jadi Tanda Depresi

Ibnu Kasir Amahoru
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ilustrasi.
Ilustrasi.

Untuk aktivitas sehari-hari, parfum atau jenis wewangian lainnya diandalkan untuk menambah keharuman tubuh. 

RAKYATKU.COM - Untuk aktivitas sehari-hari, parfum atau jenis wewangian lainnya diandalkan untuk menambah keharuman tubuh. 

Namun, jika pemakaian parfum tersebut berlebihan, siapa sangka di balik semerbaknya terdapat tanda perasaan tertekan atau depresi di sana.

Faktanya, parfum tak hanya digunakan sebagai pengharum tubuh, tetapi mungkin juga aroma identitas pemakainya, baik pria maupun wanita. 

Nah, menurut sebuah penelitian, orang yang menyemprotkan parfum di tubuhnya terlalu berlebihan, ada kemungkinan ia tak sadar bahwa dirinya tengah dilanda depresi.

Kaitan antara pemakaian parfum dan depresi

Pertama-tama, ketahuilah bahwa depresi merupakan suatu gangguan mental yang sering disepelekan. Padahal, jika tidak ditangani dengan tepat, depresi bisa berujung pada menyakiti diri, hingga percobaan bunuh diri. 

Cara paling efektif untuk mengatasi depresi adalah diagnosis tahap awal, sehingga penderita bisa mendapat terapi yang tepat agar tak berujung pada bunuh diri.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas Tel Aviv, Israel, menunjukkan adanya hubungan antara depresi dan kelenjar penciuman. 

Penelitian yang diterbitkan di jurnal “Arthritis and Rheumatism” ini memperlihatkan penurunan fungsi indra pencium pada wanita, sehingga membuat mereka menyemprotkan parfum lebih banyak.

Wanita yang depresi juga mengalami penurunan berat badan. Ketika indra pencium mengalami penurunan fungsi, mereka juga akan mengalami penurunan nafsu makan.

Depresi juga dipercaya memiliki akar biologis dan mungkin merupakan respons sistem kekebalan tubuh akan isyarat fisiologi tertentu. 

Banyak pasien dengan penyakit autoimun seperti lupus juga mengalami depresi. Depresi di sini bukan hanya karena perasaan emosional akibat memiliki penyakit, tetapi juga disebabkan oleh penyebab biologis.

Depresi bisa berakar dari kondisi biologis

Pada penderita penyakit autoimun seperti lupus, artritis, dan reumatik, terdapat sebuah partikel yang disebut sebagai autoantibodi yang menyerang sistem kekebalan tubuh. 

Partikel tersebut muncul pada tubuh sebagai reaksi yang menyimpang pada penyakit autoimun. Ketika partikel autoantibodi dihasilkan, indra pencium akan melemah dan dapat menyebabkan depresi.

Dilansir Klikdokter, Penderita depresi memberikan respons yang baik terhadap aromaterapi. Aroma tertentu akan membantu mereka mengatasi efek faktor biologis. Hal ini menunjukkan bahwa depresi mungkin memiliki penyebab biologis.

Penggunaan aromaterapi untuk mengobati penyakit organik sudah digunakan sejak zaman Mesir dahulu. Tes bau atau smell test dapat dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis depresi ataupun penyakit autoimun.

Penelitian lain mempertanyakan apakah depresi adalah hasil dari berkurangnya kemampuan indra penciuman, bukan sebaliknya. Ini karena depresi ini juga terkait dengan penurunan berat badan akibat hilangnya nafsu makan.

Para ilmuwan juga menggunakan elektroda untuk memastikan bahwa otak seseorang yang depresi memang menurun responsnya terhadap bau. Mereka juga menggunakan aroma dengan konsentrasi lebih kuat untuk mengetes penderita depresi.