RAKYATKU.COM, LONDON - Son Heung-min kini menjadi salah satu pesepak bola top di Liga Inggris. Penggawa Tottenham Hostpur itu punya kisah perjuangan di masa lalu.
Lahir di Gangwon, Chuncheon, Korea Selatan pada 8 Juli 1992 silam, Son tak asing dengan sepak bola. Ayahnya, Son Woong-jung adalah eks pesepak bola profesional.
Son di masa kanak-kanak masuk ke akademi FC Seoul pada 2008. Ia kemudian merantau ke Jerman usai direkrut Hamburg SV.
Di Jerman, usai main 78 laga dengan torehan 20 gol dan 3 assist untuk tim utama Hamburg, Son dibeli Bayer Leverkusen seharga 10 juta euro pada Juni 2013. Jumlah tersebut memecahkan rekor transfer klub saat itu.
Dikontrak lima tahun, Son hanya tiga tahun di Leverkusen. Dengan 29 gol dan 11 assist dari 87 penampilan di semua kompetisi, membuat Tottenham terpikat. Dibeli seharga 30 juta euro, Son jadi pemain Asia termahal dalam sejarah.
Untuk musim ini, Son sudah mencetak 16 gol dan 9 assist dalam 37 laga. Dia main 13 kali sebagai penyerang tengah dan membukukan 7 gol dan 4 assist. Selama di Spurs, ia sudah mencetak 63 gol dan 35 assist dari 177 laga semua ajang.
Son pun membagikan kisah bagaimana perjuangan hingga menjadi pesepak bola profesional. Sejak kecil, sang memang mendidik dengan keras, termasuk menghukumnya dengan bola.
Son masih ingat salah satu momen hukuman untuknya usai bertengkar dengan sang kakak, Son Heung-yun.
"Dia menugaskan kami melakukan juggling selama empat jam. Kami berdua. Setelah sekitar tiga jam, saya melihat bolanya ada tiga. Lantainya (menjadi) merah," kata Son.
"Saya sangat lelah. Dan dia begitu marah. Saya rasa ini adalah kisah terbaik kami dan kami masih membicarakannya ketika kumpul-kumpul. Empat jam menjaga bola terus di atas dan tak menjatuhkannya. Itu sulit, bukan?" kata Son dilansir Guardian.
Juggling selama empat jam nonstop terdengar mustahil, tetapi Son memastikan tak sekalipun dia menjatuhkan bola dalam empat jam tersebut. "Tidak. Tak sekalipun jatuh," akunya.
Son bercerita sang ayah memang berperan dalam karier sepak bolanya. "Ketika saya usia 10 atau 12 tahun, dia melatih tim sekolah saya dan kami saat itu berlatih, 15 atau 20 pemain. Programnya saat itu adalah menjaga bola tak jatuh ke tanah selama 40 menit," tutur Son.
"Ketika seseorang menjatuhkan bola, ayah saya diam saja. Tapi saat saya menjatuhkan bola, dia membuat kami mengulang dari awal lagi. Para pemain mengerti karena saya putranya, dan ya, itu berat. Tapi kalau dipikir-pikir lagi sekarang, itu cara yang benar," imbuhnya.
"Apakah dia pelatih yang tegas? Ya. Juga menakutkan," kata Son.
"Saat itu ayah saya memikirkan tentang apa yang saya butuhkan. Dia melakukan segalanya untuk saya dan tanpanya, saya mungkin takkan sampai di posisi saat ini."
"Sebagai pemain, Anda butuh sejumlah bantuan. Juga penting untuk bertemu manajer yang bagus dan ada faktor keberuntungan juga. Segalanya berjalan baik untuk saya."