Minggu, 03 Maret 2019 15:26

Pemerintah-DPRD di Sulsel Belum Lindungi Warga dari Makanan Nonhalal

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Aneka jajanan khas Makassar umumnya belum bersertifikat halal.
Aneka jajanan khas Makassar umumnya belum bersertifikat halal.

Pemerintah terkesan abai untuk melindungi rakyat dari makanan dan minuman nonhalal. Buktinya, nyaris belum ada upaya konkret untuk menyadarkan masyarakat dan pelaku usaha.

RAKYATKU.COM - Pemerintah terkesan abai untuk melindungi rakyat dari makanan dan minuman nonhalal. Buktinya, nyaris belum ada upaya konkret untuk menyadarkan masyarakat dan pelaku usaha.

Sudah empat tahun Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal disahkan. Jangankan diterapkan, sosialisasinya pun sangat minim. Sebagian besar masyarakat tidak tahu undang-undang ini.

Direktur Pusat Kajian Produk Halal, Waspada Santing sempat melakukan penelitian pada Oktober hingga Desember 2018. Penelitian itu berjudul, "Daya Dukung Pemerintah Kota Makassar terhadap Implementasi UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal".

Hasilnya cukup mengejutkan. Dari 100 responden, hanya 26 persen yang mengaku mempertimbangkan halal atau tidaknya makanan dan minuman sebelum dikonsumsi. Artinya, 76 persen tidak peduli, apakah makanan atau minuman yang dikonsumsi tersebut halal atau haram.

Temuan lainnya adalah mayoritas responden belum pernah mendengar adanya UU Jaminan Produk Halal. Padahal, responden dari penelitian ini banyak dari kalangan pemerintahan, yakni aparat Pemkot Makassar, pemerintah kecamatan, dan kelurahan.

Waspada yang juga ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel Bidang Informasi dan Komunikasi mengatakan, instansi pemerintah sebenarnya memegang kunci. Begitu pula lembaga legislatif, DPRD seluruh tingkatan.

"Sebenarnya efeknya akan sangat dahsyat bila DPR dan pemerintah berada di garis depan mengimplementasikan undang-undang ini. Misalnya, seluruh instansi dan DPRD tidak lagi melakukan kegiatan di tempat yang belum bersertifikat halal," kata Waspada yang juga komisioner KPID Sulsel ini.

Salah satu mitra hotel dan restoran selama ini adalah instansi pemerintah. Jika pemerintah hanya menggelar kegiatan di tempat yang sudah bersertifikat halal, maka akan memaksa pengusaha hotel dan restoran untuk ikut sertifikasi halal. Bila tidak, maka mereka akan kehilangan pasar.

Dalam rangka mendorong penyadaran pentingnya produk halal tersebut, MUI Sulsel akan menggelar diskusi berseri Maret-April. Kegiatan pertama dijadwalkan 16 Maret 2019 di Ulu Juku 2 Makassar. Ulu Juku 2 satu-satunya restoran di Makassar yang sertifikat halalnya masih berlaku.

Rencananya, diskusi ini menghadirkan pembicara antara lain Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Prof Sukoso, Ketua DPRD Sulsel Moh Roem, MUI Sulsel, Kadin Sulsel, serta Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah atau Wagub Sulsel Andi Sudirman Sulaiman sebagai keynote speaker.

"Diskusi ini insya Allah dihadiri asosiasi pengusaha hotel dan restoran, travel haji-umrah, pimpinan intansi, dan tokoh kampus," ujar Waspada.

Hingga saat ini, baru empat hotel di Makassar yang dapurnya sudah bersertifikat halal. Keempat hotel tersebut yakni Hotel Pesonna, Hotel Aston, Hotel Almadera, dan Hotel Claro.

Padahal, fakta menunjukkan kian meningkatnya religiusitas di kalangan masyarakat. Dalam studi banding ke Bandung baru-baru ini, Waspada mendapat informasi sebuah hotel yang bersertifikat halal mengalami kenaikan market share hingga 70 persen dibandingkan sebelum bersertifikat halal.