RAKYATKU.COM, JAKARTA - Ratusan perwira menengah dan tinggi TNI kini menganggur atau tak memegang jabatan karena kelebihan personel.
Para jenderal dan kolonel ini berkantor hanya untuk mengikuti apel harian, tanpa beban dan tanggung jawab pekerjaan.
Berlandaskan kondisi ini, pemerintah mewacanakan membuka puluhan jabatan baru untuk menampung para perwira ini, termasuk di lembaga sipil.
Namun, hal itu memicu polemik soal kembali terjadinya dwifungsi militer era Orde Baru serta anggaran negara yang keluar sia-sia untuk gaji perwira tinggi yang tak memegang jabatan.
Anggota Komisi I DPR, Mohamad Arwani Thomafi, menyebut persoalan kelebihan perwira harus diselesaikan di dalam internal TNI.
Menurutnya kondisi ini tak bisa menjadi alasan pembenar agar militer berbondong-bondong keluar barak dan kembali bekerja di ranah sipil.
"Ada jabatan yang terbatas, itu kami pahami, tapi tidak perlu revisi undang-undang untuk memperbolehkan TNI duduk di jabatan sipil," ujar Arwani dikutip BBC Indonesia, Kamis (7/2/2019).
"Langkah seperti itu akan jadi perdebatan di masyarakat dan TNI akan mundur ke belakang."
Hingga akhir 2018, setidaknya 150 perwira berbintang dan 500 kolonel tanpa jabatan. Perwira itu tersebar di matra darat, laut, dan udara.
Padahal merujuk UU 32/2004 tentang TNI, selain bekerja di internal militer, hanya terdapat 10 lembaga sipil yang dapat menyediakan jabatan bagi para perwira tersebut.