SYL Way: Kamu, Aku, Thita, Dindo, Keluarga dan Sahabat; Kita Pemenangnya!
Puasa...Telah mengajarkan kita banyak hal. Sebulan telah kita lalui. Sepanjang hari menahan dahaga. Lapar, pula.
Pun kita berempati. Berbagi. Dengan sahabat. Teman. Keluarga. Dan, semuanya.
Saya; Syahrul Yasin Limpo. Thita, putriku. Dindo, putraku. Keluarga yang tercinta. Sahabat terkasih. Dan, kita, semua. Telah melalui ujian di bulan suci ini.
Bukan semata berempati dengan "menahan". Tapi, juga dengan memberi. Bersedekah. Dan, melaksanakan rukun Islam lainnya; zakat.
Sebagai catatan, ketika Anda berbuat untuk diri sendiri, itulah kesenangan. Namun, tatkala berbuat untuk orang lain, di situlah hakikat kebahagiaan. Tidak percaya? Cobami...hehehehe....
Tapi, secara vertikal, hanya satu: "Semoga kita menjadi orang-orang yang bertakwa. Ya, La-allakum tattaqun."
Ramadan adalah bulan suci. Orang muslim berperang melawan hawa nafsu. Menahan lapar. Dahaga. Hubungan biologis. Bahkan, kesenangan lainnya.
Makanya, melawan hawa nafsu itu adalah jihat besar. Lebih besar dari melawan musuh.
So, kalau begitu, satu bulan telah kita lewati. Tentu, dengan ujian ketakwaan. Kejujuran. Dan, kuncinya, keikhlasan menjalaninya.
Insya Allah, hari ini, tepatnya di hari Idulfitri, kita,-- semua, keluar dari "medan perang" sebagai pemenangnya. Sehingga, kita pun merayakannya dengan bersalam-salaman.
Walaupun,---masih dalam kondisi Covid 19-- tak pelu bersentuhan, kemenangan kita rayakan bisa dalam doa. Dengan, jarak yang mungkin berjauh-jauhan.
Tetapi, esensinya, kita kembali bersih. Ya, menjadi fitrah. "Minal Aidin Wal Faidzin.”
Ramadan, memang sebagai ujian. Sebagai pengandaian, satu bulan di tanah yang tandus. Dengan begitu besar melawan godaan.
Di tanah tandus itu, kita ditempa. Memaksimalkan isi kepala. Membersihkan hati. Menyucikan jiwa. Agar bisa bertahan hidup. Tegak dan tegar. Tentu, di segala medan.
Pengalaman ini, kemudian akan menjadikan kita tangguh. Tentu, di bulan-bulan setelah Ramadan.
Kesabaran. Keihlasan. Keinginan untuk selalu berbagi. Berbuat baik. Dan, tentu, berpatokan pada ajaran agama untuk selalu pada track yang benar.
Teringat pesan 'Tetta' Yasin Limpo. Beliau berpesan, "Badik-mu" bukan hanya untuk menikam. Tetapi harus selalu menjadi simbol kemenangan."
Itulah, kata Tetta Yasin Limpo menambahkan, "Saat kau angkat badikmu, maka cappa (ujung) badikmu BERDIRI TEGAK. Lalu, membentuk kata ALIF. TEGAKNYA MENGARAH LANGIT. MENYENTUH PEMILIK LANGIT."
Intinya, kemenangan itu dari Allah. Pun ridho karena Allah. Sebagai hamba, Anda, saya, dan kita semua, jangan lupa bersujud. Seraya memohon, "Berikanlah ridho dan karunia-Mu, Ya ALLAH..."
Itulah sebabnya, perjuangan atas nama Ilahi Rob, tak boleh terabaikan. Sebagai hamba, patut menjadi ikrar. Ya, dengan sangat sungguh-sungguh. Demi dan atas nama harga diri. Siri'. Dan, eksistensi sebagai manusia.
Bukankah Allah berfirman dalam Al-Qur'an, Surah Adz-Dzaariyat ayat 56, "Wa ma khalaqtul jinna wal insa illa liya'budun; yang artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."
Terakhir, jika Idulfitri sebagai lentera, izinkan mendapat secercah cahayanya dengan maaf. Menembus jiwa paling dalam. Sehingga, mengubah fitrah dari semua khilaf...
Selamat Hari Raya Idulfitri...Mari bersama meraih kemenangan...
(SYL Way, Wican, 1 Syawal 1442 H)