"PRESISI" sang Nakhoda Kepolisian Republik Indonesia
RAKYATKU.COM - Pada 27 Januari 2021 lalu, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) resmi mendapatkan nakhoda baru setelah pelantikan Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri digelar di Istana Negara, Jakarta oleh Presiden Joko Widodo.
Pelantikan ini menghantarkan institusi kepolisian ke arah baru di bawah kepemimpinan Listyo Sigit Prabowo, dengan mengusung konsep "presisi". Konsep ini disampaikan pada saat mengikuti fit and proper test di hadapan Komisi III DPR RI di Senayan, Jakarta.
Tentunya konsep ini akan disambut baik masyarakat karena akan mendorong kinerja jajaran kepolisian Republik Indonesia. Harapan besar kepada Kapolri yang baru agar dapat menegakkan hukum seadil-adilnya.
Institusi kepolisian hingga saat ini masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, kasus korupsi yang masih merajalela, kasus pelanggaran HAM yang masih banyak belum terselesaikan, peredaran narkoba, dan tindak-tindak kriminal lainnya yang makin meresahkan masyarakat.
Apalagi di masa pandemi COVID-19 seperti ini, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak kriminal terus meningkat dengan pola kejahatan baru seperti yang disampaikan dalam hasil penelitian LIPI Mei 2020 lalu. Tekanan ekonomi dan dinamika politik serta persoalan-persoalan sosial lainnya cukup membebani rakyat.
Oleh sebab itu, menggunakan konsep "presisi" merupakan suatu yang menarik dan patut untuk dimaksimalkan dan diimplementasikan jajaran kepolisian sebagai penegak hukum, pelindung, dan pengayom masyarakat. Konsep ini menggunakan tiga pendekatan, yaitu prediktif, akuntabilitas, dan transparansi berkeadilan.
Fungsi penegakan hukum yang diemban Polri sesungguhnya tidak lepas dari fungsinya sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Polri ini menyebutkan bahwa salah satu fungsi kepolisian adalah fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Secara eksplisit, pernyataan ini kembali ditegaskan sebagai tugas dan wewenang Polri yang diatur pada Pasal 13 Undang-Undang Polri. Berdasarkan aturan tersebut, maka istilah keamanan dalam konteks tugas dan fungsi Polri adalah keamanan dan ketertiban masyarakat, yang mana istilah ini mengandung dua pengertian.
Pertama, sebagai suatu kondisi dinamis masyarakat, sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya pembangunan nasional sebagai tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, tegaknya hukum, serta tercapainya ketenteraman.
Kedua, keamanan sebagai kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
Tugas dan wewenang Polri tersebut telah termaktub dalam konsep yang ditawarkan oleh Listyo Sigit Prabowo yaitu konsep "presisi" (prediktif, responsibiltas, dan transparansi berkeadilan). Polri harus mampu memnjadi institusi yang peka terhadap keadaan Negara Republik Indonesia. Oleh sebab itu, konsep prediktif harus dimaksimalkan untuk membangun kepekaan institusi kepolisian terhadap segala hal yang menyangkut keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Konsep prediktif ini tidak mampu berjalan secara efektif apabila responsibilitas tidak baik. Institusi kepolisian harus mampu menjadi institusi yang jauh lebih reponsif dibanding institusi-institusi lain. Respons yang cepat dan tepat dari pihak kepolisian tentunya sangat dibutuhkan dalam menjalankan tugas dan wewenang sebagai institusi yang oleh negara diberikan tanggung jawab untuk menjaga masyarakat dari segala bentuk ancaman dan gangguan baik atas diri pribadi maupun atas harta bendanya.
Selanjutnya konsep yang ditawarkan yaitu transparansi berkeadilan. Konsep ini tentunya tidak kalah penting untuk diterapkan. Itu karena tanpa transparansi yang berkeadilan ini, kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang dilakukan oleh institusi kepolisian tidak dapat terwujud. Apabila kepercayaan masyarakat tidak terbangun, ketertiban tidak dapat pula diwujudkan di masyarakat.
Kepercayaan publik sangat berpengaruh pada proses penegakan hukum. Itu karena apabila suatu masyarakat tidak memiliki kepercayaan terhadap institusi kepolisian, budaya main hakim sendiri akan berkembang di masyarakat dan akan memicu konflik berkepanjangan sehingga dapat mengakibatkan perpecahan.
Untuk itu kita berharap Kepolisian Negara Republik Indonesia di bawah nakhoda Jenderal Listyo Sigit Prabowo akan menjadi kekuatan besar dalam menopang keutuhan berbangsa dan bernegara. (*)