Fahmi Prayoga
Peneliti dan Analis Kebijakan Publik
Selasa, 04 Mei 2021 08:11

Menjaga Asa Ekosistem Riset, Pengetahuan, dan Inovasi Indonesia

Menjaga Asa Ekosistem Riset, Pengetahuan, dan Inovasi Indonesia

DALAM merumuskan kebijakan, para stakeholders haruslah menggunakan basis bukti dan informasi yang ilmiah. Mengapa demikian? Agar nantinya pada saat pengimplementasian dapat berjalan dengan baik dan benar.

Misal saja soal kesehatan, penggunaan vaksin yang saat ini sedang digaungkan tentu sudah melalui beberapa proses yang ketat secara prosedur dan ilmiah. Hasil uji klinis wajib akurat sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam perumusan kebijakan terkait penggunaan vaksin.

Perkembangan riset di Indonesia akhir-akhir ini juga hangat diperbincangkan. Tentu saja soal meleburnya fungsi riset dan teknologi (ristek) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Dan tak lupa pula soal Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang sebelumnya menyatu dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), kini telah menjadi badan otonom.

Memang, sejak awal pembentukan kementerian yang mengampu urusan riset berulang kali berganti nama. Mulai dari Kementerian Urusan Riset Nasioanl (1962); sempat menjadi Kemenristek dan Pendidikan Tinggi (2014); Kemenristek/BRIN (2019).

Ketiganya belum termasuk beberapa kali perubahan diantara tahun 1962-2014 yang juga terhitung tiga kali berubah nama. Terakhir di 2021? Kementerian ini dibubarkan.

Dibubarkan? Ya, karena fungsi dan urusan ristek yang bergeser ke Kemendikbud berarti sudah tidak ada lagi kementerian yang secara langsung dan khusus menangani urusan riset.

Dan perlu kita ingat bahwa jumlah kementerian memang hanya dibatasi maksimal 34 oleh Undang-Undang Kementerian Negara. Apakah ini indikasi bahwa Kemenristek menjadi “korban” hadirnya Kementerian Inovasi?

Tugas tak mudah akan berada di pundak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim serta Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.

Dalam Indeks Inovasi Global, September 2020, peringkat Indonesia berada di posisi 85 dari 131 negara. Tak bergerak selama tiga tahun berturut-turut. Ke depan dengan lahirnya kembali Kemendikbud-Ristek dan BRIN bagaimana?

Pertama, kita bayangkan dulu soal luasnya cakupan yang diampu oleh Kemendikbud-Ristek. Mulai dari pendidikan usia dini, dasar, menengah, vokasi, pendidikan tinggi, riset, dan teknologi.

Ditambah lagi unsur pembentukan karakter dan budaya yang juga melekat pada kementerian ini. Perlu pendekatan yang serba hati-hati dalam pelaksanaan semua cakupan tersebut.

Jangan sampai justru mulai dari pendidikan, pembentukan karakter, riset, dan teknologi berjalan seadanya saja dan tidak optimal. Kedua tentang BRIN, amanahnya tentang integrasi dengan lembaga pemerintah nonkementerian bidang riset juga menjadi tantangan tersendiri.

Fokus lain yang perlu dioptimalkan adalah soal menjalankan fungsi implementasi riset, teknologi, dan inovasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2019.

Mendikbud-Ristek dan Kepala BRIN juga perlu menjelaskan kepada masyakarat mengenai program masing-masing. Sinergi dan koordinasi perlu terus dilakukan. Dan jangan sampai ada tumpang tindih dan duplikasi fungsi pada kedua lembaga tersebut.

Indonesia sudah memiliki Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi yang hadir per Februari 2021 lalu. Dokumen ini harusnya menjadi rujukan bersama untuk pembangunan ekosistem riset, pengetahuan, dan inovasi yang lebih baik bagi Indonesia.

Cita-cita Indonesia Maju 2045 dapat dikondisikan apabila saat ini kita merubah paradigma Resource-based Economy menjadi Innovation-based Economy. Pembangunan manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi menjadi pilar kunci.

Efektivitas produksi, komunikasi, dan utilisasi berbagai jenis pengetahuan akan mendukung terciptanya kebijakan publik yang komprehensif. Sinergitas antar aktor kunci dalam pembangunan perlu terus digaungkan.

Semoga hadirnya peran baru bagi BRIN dan Kemendikbud-Ristek dapat menandakan era baru keberpihakan negara pada riset, pengetahuan, dan teknologi.

Seluruh peneliti, ilmuwan, dan negarawan memiliki semangat yang wajib untuk dirawat dalam membangun negeri lewat riset dan inovasi.

*Penulis adalah Peneliti dan Analis Kebijakan Publik
SmartID, Institute for Development and Governance Studies