Mapping Dakwah
Dakwah konvensional dalam bentuk ceramah di atas mimbar-mimbar masjid dan di depan jemaah pengajian di majelis-majelis taklim, agaknya tidak cukup memadai lagi untuk memberi sentuhan pencerahan spiritual bagi seluruh elemen masyarakat. Cukup banyak elemen masyarakat yang tidak sempat ke masjid, tidak bisa menyisihkan waktu untuk mengikuti pengajian, apalagi acara pengkajian keislaman, yang lebih serius.
Bahkan, pada era digital sekarang, tidak sedikit jemaah yang secara fisik hadir di masjid-masjid mengikuti ceramah, tetapi konsentrasinya ada di tempat lain. Mereka terlihat duduk "tafakur" bersama jemaah lainnya, tetapi perhatian mereka sedang "berselancar" di dunia maya. Ceramah di depannya tidak terdengar karena saat yang bersamaan sedang khusyuk bercengkerama melalui beragam fasilitas media sosial berbasis handphone pintar.
***
Di belahan kehidupan yang lain, tidak sedikit warga muslim yang tersuruk di lorong-lorong kehidupan maksiat. Ada yang sempoyongan, mabuk karena menuman keras. Ada yang kecanduan narkoba. Ada yang terjerembab dalam kehidupan remang-remang karena himpitan kebutuhan--ekonomi. Ada yang menghambur-hambrukan duit di atas meja judi atau pelukan wanita-wanita penghibur.
***
Beragam sisi realitas tersebut adalah tantangan dakwah yang nyata di depan mata. Ulama, kiai, anregurutta, gurutta, dai-daiyah, mubalig-mubalighot, tokoh-tokoh Islam serta aktivis dakwah lainnya, harus segera berbenah, membekali diri dengan beragam kemampuan yang sesuai keragaman objek dakwah yang ada.
Lembaga pendidikan berbasis Islam, khususnya insitutsi pendidikan tinggi Islam, ormas-ormas Islam, dan lembaga-lembaga dakwah–tanpa kecuali—saatnya membuka diri, membangun sinergitas untuk saling meneguhkan dan mengokohkan. Kompetisi dakwah harus diarahkan pada kerangka fastabiqul khaeraat dan ta’awun ‘alal birri wattaqwa, bukan mempetajam rivalitas.
Modifikasi, rancang bangun, serta desain dakwah perlu segera dilakukan agar lebih relevan dengan kecenderungan objek dakwah yang dihadapi. Mapping (pemetaan) bentuk tantangan dan potensi dakwah juga sangat penting dalam upaya mengantisipasi ekses dinamika peradaban agar tidak berkembang makin "liar" dan menumbuh-suburkan "kebiadaban" perilaku hidup di tengah-tengah masyarakat muslim.
Program studi dakwah dan komunkasi di institusi pendidikan tinggi Islam harus bersinergi, membangun konsersium pengembangan ilmu dakwah dan komunikasi Islam, termasuk membuka prodi khusus. Mahasiswa dan alumni prodi khusus, selain dapat melakukan dakwah digital, juga memungkinkan didayagunakan berdakwah di komunitas yang membutuhkan kemampuan khusus, baik dalam berkomunikasi, maupun terkait konten dakwah dan kesiapan mental dainya.
Lembaga dakwah yang tumbuh laksana cendawan di musim hujan, selain harus membangun sinergitas, juga patut memikirkan dakwah yang progresif menghadapi objek dakwah yang sangat dinamis. Peluang berselancar di "dunia maya" harusnya tidak hanya "dimainkan" oleh mereka yang dalam banyak hal justru makin memerosotkan moralitas putra-putri bangsa.
Muslimah yang terjerembab pada lorong-lorong maksiat, pada kehidupan malam yang remang-remang dengan beragam motif, juga salah satu objek dakwah. Mengangkat harkat dan martabat mereka, membutuhkan "konten khusus", tak sekadar dalam seruan secara lisan. Konten dakwah harus sesuai objek dakwah. (*)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Makassar, 19 Januari 2022