Dr Irwan Muin, SH, MH, MKn
Dosen Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Indonesia Timur, Advokat Senior, dan Praktisi Hukum Pemilu/Konstitusi
Selasa, 27 Oktober 2020 16:26

Bisakah Danny-Fatma Didiskualifikasi dalam Kasus Dugaan Bagi-Bagi Beras?

Bisakah Danny-Fatma Didiskualifikasi dalam Kasus Dugaan Bagi-Bagi Beras?

SECARA makro dalam konteks pemilu maupun pemilukada, peran Bawaslu itu sangat urgen dalam menilai ada-tidaknya pelanggaran administrasi pemilihan maupun tindak pidana pemilihan.

Dalam penegakan hukum administrasi pemilihan, Bawaslu memiliki peran "kunci" sekaligus peran tunggal untuk menentukan dapat-tidaknya dijatuhkan sanksi administratif (termasuk sanksi pembatalan/diskualifikasi) kepada paslon yang terbukti melakukan pelanggaran administrasi pemilihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 maupun pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016.

Sedangkan untuk penegakan hukum pidana pemilihan, Bawaslu mendapatkan bantuan "supervisi" dari instansi kepolisian dan kejaksaan. Khususnya pada tahap penyelidikan dalam forum Sentra Gakkumdu. Namun, pada tahap selanjutnya diproses penyidikan dan penuntutan adalah murni kewenangan kepolisian dan kejaksaan.

Bagaimana Seharusnya Sikap Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan di Sentra Gakkumdu?

Sikap pertama adalah profesionalisme mesti menjadi prasyarat utama dalam menjalankan kewenangan sebagai aparatur negara. Profesionalisme itu bersangkut paut dengan tingkat penguasaan atau pemahaman serta tindakan yang sejalan dengan norma-norma hukum yang menjadi dasar atau patron dalam menjalankan fungsi dan tugas pokoknya.

Dalam hal ini dituntut penguasaan dan pemahaman yang baik terhadap seluruh aspek regulasi yang bersangkut paut penyelenggaraan pemilukada. Terutama aspek penegakan hukumnya.

Sikap kedua adalah integritas, yaitu berkenaan dengan aspek moralitas yang bermakna bahwa aparatur negara yang terlibat dalam proses penegakan hukum pemilukada (Bawaslu, KPU, kepolisian, kejaksaan, termasuk institusi pengadilan/PTUN) harus steril dari intrik-intrik konflik kepentingan dengan setiap pasangan calon/tim kampanye kontestan pemilukada. Para aparatur tersebut mesti menjunjung tinggi netralitas institusinya masing-masing disamping menjamin terwujudnya netralitas aparatur ASN maupun pejabat negara lainnya.

Bagaimana Menanggapi Dugaan Pidana Money Politics Danny-Fatma?

Oh iya, kalau saya tidak salah, tim hukum Appi-Rahman melaporkan ke Bawaslu dugaan terjadinya tindak pidana pelanggaran pasal 187A jo. Pasal 73 ayat (4) UU No 10 Tahun 2016 dan/atau dugaan pelanggaran administrasi terkait indikasi money politics "bagi-bagi beras" oleh Danny-Fatma/timnya.

Tanggapan saya, sesuai data yang saya baca adalah Bawaslu Kota Makassar berdasarkan kajian awalnya telah melimpahkan penanganan laporan tersebut ke kepolisian dalam tingkat penyidikan. Artinya, Bawaslu --yang diasistensi oleh kepolisian dan kejaksaan-- memandang telah ada cukup bukti untuk melanjutkan penanganan laporan tersebut ke tahap penyidikan.

Hanya saja, mesti diingat bahwa walaupun Bawaslu sebelumnya dalam forum Sentra Gakkumdu telah memperoleh "asistensi" dari kepolisian dan kejaksaan, namun penyidik kepolisian (Polrestabes Makassar) masih punya kewenangan selama 14 hari sejak diterimanya laporan Bawaslu untuk mendalami dan menyidik laporan Bawaslu tersebut.

Dalam tahap penyidikan tindak pidana pemilihan, Bawaslu tidak lagi memiliki kewenangan untuk terlibat secara teknis sehingga kewenangan penyidik kepolisian lebih mandiri dan independen dalam konteks ini. Hal mana penyidik kepolisian masih berwenang mutlak menentukan terpenuhi-tidaknya unsur-unsur delik dari tindak pidana pemilihan yang dilaporkan tersebut. Produknya bisa melanjutkan ke tahap penuntutan atau sebaliknya dalam bentuk SP2HP atau SP3 dengan alasan tidak cukup bukti.

Apakah Dugaan Money Politics Danny-Fatma Dapat Berakibat Diskualifikasi?

Saya akan bicara dalam konteks normatif murni ini ya. Menurut konstruksi UU Nomor 10 Tahun 2016, penanganan dugaan pelanggaran pemberian uang/materi lainnya (money politics) terbagi atas dua kategorisasi. Pertama, sebagai Pelanggaran Administrasi Pemilihan (PAP) apabila perbuatan money politics oleh paslon/tim kampanye dinilai memenuhi unsur TSM (terstruktur, sistematis, masif) yang dapat berakibat hukum berupa diskualifikasi paslon atau sanksi pidana (vide Pasal 73 jo pasal 135A UU Nomor 10/2016). Format dan prosedur pemeriksaan serta penyelesaian pelanggaran ini bersifat sengketa di persidangan yang diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi.

Kategorisasi kedua adalah money politics sebagai tindak pidana murni yang dilakukan oleh subjek pelaku calon dan/atau tim kampanye atau anggota partai politik, relawan termasuk pemilih yang menerima money politics, maka akibat hukumnya adalah murni sanksi pidana berupa pidana penjara minimal 36 bulan (3 tahun) dan paling lama 72 bulan (6 tahun) ditambah pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Jadi kesimpulannya adalah jika pelanggaran tersebut murni dalam konteks penanganan tindak pidana pemilihan (Electoral Criminal Justice System), maka secara normatif tidak akan berujung pada sanksi diskualifikasi paslon. Hanya berupa sanksi pidana sesuai ketentuan pasal 187A UU Nomor 10/2016 yang telah saya sebutkan tadi.

Analisis Hukum Dugaan Money Politics Danny-Fatma

Saya tidak berani mengomentari lebih jauh terkait kekuatan pembuktian pelapor dan hasil analisis Bawaslu yang melanjutkan laporan tersebut ke tahap penyidikan oleh kepolisian. Namun, secara umum saya dapat memberikan argumentasi sebagai pengamat hukum bahwa tampaknya Bawaslu Kota Makassar memiliki pendirian kuat laporan tersebut sebagai tindak pidana pemilihan vide pasal 187A UU Nomor 10/2016 atas laporan tim Appi-Rahman tersebut.

Sebab, saya sendiri juga tidak melihat adanya indikasi dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilihan (PAP) yang bersifat TSM atas laporan money politics tersebut, setidak-tidaknya hal ini dapat saya baca dari hasil kajian Bawaslu Kota Makassar yang sebagian isinya terpublikasi luas di media massa.

Lagipula jika sedari awal tim Appi-Rahman yakin laporannya memenuhi unsur TSM, maka tentulah hal tersebut akan disengketakan PAP ke Bawaslu provinsi. Sedangkan terkait mengenai proses penyidikan laporan tersebut saat ini di Polrestabes Makassar, saya memiliki keyakinan para penyidik termasuk Kapolrestabes Makassar yang baru dilantik hari ini akan mengedepankan sikap profesionalitas tinggi serta bersifat netral dan independen dalam menyidik perkara ini.

Pengkajian mendalam yang cermat dan teliti dalam menilai jenis, kualifikasi, serta relevansi dari alat bukti yang diperoleh Bawaslu atas laporan tersebut idealnya akan diuji kembali kekuatannya dalam tahap penyidikan agar kesimpulan hasil penyidikan lebih akurat dan akuntabel. (*)

 

Kolom Populer
Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Bahtiar Baharuddin
Anggota KPU Kabupaten Kepulauan Selayar.
Penggiat Media Islam, Founder Sahabat Literasi, Pembina Daar Al-Qalam, Mahasiswa Doktoral Pascasarjana UIN Alauddin Makassar
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta