Lin Purwati
Statistisi Madya BPS Sulsel
Selasa, 11 Mei 2021 12:38

Babi Ngepet Vs Gig Ekonomi

Babi Ngepet Vs Gig Ekonomi

BEBERAPA waktu yang lalu sempat viral berita mengenai penangkapan dan penyembelihan babi ngepet yang terjadi di Depok beberapa hari terakhir.

Belakangan diketahui bahwa itu bukanlah fenomena babi ngepet seperti yang diberitakan sebelumnya. Hanya skenario pribadi salah seorang tokoh masyarakat yang berupaya untuk menjadi lebih terkenal. Sang pelaku kini terancam hukuman penjara selama 10 tahun.

Berdasarkan cerita generasi-generasi terdahulu, ritual babi ngepet dikenal sebagai ritual yang dilakukan untuk mendapat uang banyak dalam waktu singkat tanpa perlu bekerja keras.

Pemahaman ini seringkali menimbulkan prasangka yang terkadang cukup meresahkan. Apalagi di era ekonomi digital saat ini dimana transaksi ekonomi atau pun pekerjaan dapat dilakukan secara daring tanpa harus keluar rumah.

Gig Ekonomi

Memasuki era Industri 4.0, banyak perusahaan menerapkan gig ekonomi untuk menyeimbangkan pembagian tugas di antara para pekerja dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi digital.

Gig ekonomi adalah kondisi dimana perusahaan lebih memilih mempekerjakan pekerja lepas (freelancer), pekerja paruh waktu, maupun pekerja kontrak dibanding merekrut pekerja penuh waktu.

Gig ekonomi banyak diterapkan pada industri kelas menengah maupun bisnis startup.

Gig ekonomi menjadi pilihan alternatif banyak negara termasuk Indonesia. Terutama sejak pandemi Covid-19 merebak di awal tahun 2020.

Banyak perusahaan dipaksa beradaptasi dengan menerapkan berbagai strategi untuk tetap mempertahankan bisnisnya, salah satunya dengan merumahkan karyawan sehingga dapat menekan budget perusahaan.

Perusahaan yang menerapkan gig ekonomi karena mendapatkan beberapa keuntungan. Pertama, pengeluaran perusahaan dapat ditekan karena tidak perlu menyiapkan anggaran khusus untuk asuransi kesehatan, bonus, maupun THR karyawan.

Kedua, efisiensi waktu kerja serta tak perlu menyediakan job training bagi para karyawan, yang dibutuhkan hanya kejelasan pembagian tugas antar pekerja.

Ketiga, rekrutmen karyawan dengan berbagai jenis kompetensinya termasuk tenaga ahli lebih fleksibel dilakukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan sehingga alokasi beban kerja dan optimalisasi berbagai sumber daya dapat dilakukan dengan efisien.

Keempat, membuka lapangan kerja yang lebih luas bagi freelancer. Penerapan gig ekonomi juga memberikan kesempatan bagi freelancer meningkatkan fee/gaji yang mereka terima sesuai dengan tingkat keahliannya masing-masing.

Kelima, mengurangi frustasi dan kebosanan di tempat kerja khususnya bagi para pekerja tetap, karena mereka tak perlu lagi dibebani tambahan pekerjaan yang menuntut keahlian yang tidak dikuasai.

Hal ini akan mendorong pekerja tetap lebih bersemangat dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.

Keenam, memberikan lebih banyak kesempatan bagi pimpinan dan pekeja tetap untuk menyusun dan mengerjakan proyek-proyek jangka panjang tanpa harus dibebani oleh proyek-proyek ad-hoc yang sifatnya sementara.

Dengan demikian para pekerja tetap memiliki kesempatan lebih banyak untuk mengembangkan pola karier dan meningkatkan kesejahteraannya.

Tingkatkan Keahlian

Digitalisasi ekonomi di era Industri 4.0 semakin mendekatkan pasar kerja dengan para pencari kerja. Efeknya iklim kompetisi semakin terasa.

Apalagi saat ini perusahan tidak lagi mengutamakan latar belakang pendidikan namun lebih mementingkan kualitas keahlian yang dimiliki oleh pencari kerja.

Kondisi ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi para pencari kerja untuk dapat berpartisipasi dalam kancah perekonomian yang border less. Tak ada pilihan lain selain beradaptasi terhadap berbagai perubahan.

Peningkatan keahlian dan kemampuan diri mutlak harus dilakukan oleh para pencari kerja. Proaktif mengembangkan soft skill maupun hard skill melalui berbagai kursus maupun seminar penting dilakukan, agar dapat meningkatkan talenta dan meng-upgrade daya saing yang dimiliki. Membekali diri dengan kemampuan komunikasi dan leadership akan lebih menguntungkan.

Demikian pula hal dengan keahlian menggunakan bahasa asing dan kemampuan programming. Beberapa jenis kemampuan tersebut akan dapat mendongkrak kualitas diri dan berdampak pada tingkat pendapatan yang akan diperoleh.

Para pencari kerja juga perlu beradaptasi dengan beragam teknologi artificial intelligence (AI). Di masa mendatang bukan tidak mungkin tenaga kerja manusia akan digantikan oleh teknologi AI.

Alih-alih menghindarinya akan lebih baik jika mulai membiasakan diri memanfaatkan AI dalam berbagai proses kerja. Siapa tahu justru dapat menemukan celah untuk menunjang karier atau pun memulai bisnis baru.

Namun perlu diingat, kerasnya persaingan di dunia kerja tidak boleh menjadikan diri pantang berkolaborasi. Terkadang justru peluang yang lebih besar dapat diciptakan jika mampu berkolaborasi dengan berbagai pihak.

Segera persiapkan diri mulai sekarang tanpa memandang usia dan keadaan. Tingkatkan skill dan kepercayaan diri. Tak perlu juga terlalu ambisius, mulailah dari hal-hal yang paling sederhana yang dapat dilakukan.


*Lin Purwati adalah Statistisi BPS Provinsi Sulawesi Selatan