Ambisi dan Transisi Implementasi Energi Baru dan Terbarukan
ANDA mungkin sudah tidak asing dengan bacaan artikel mengenai fenomena gunung es kutub utara dan selatan yang meleleh. Prediksi mengenai daerah-daerah pesisir yang akan terendam dalam beberapa waktu ke depan akibat tinggi permukaan air laut yang bertambah.
Kita sudah paham fenomena ini disebabkan pemanasan global yang juga membuat langit tak lagi cerah membiru, udara semakin gerah, dan udara tak bersih untuk dihirup.
Indonesia memiliki utang komitmen pada Perjanjian Paris 2015 untuk menurunkan emisi gas rumah kaca 29 persen pada tahun 2030 untuk mengurangi percepatan kenaikan suhu global. Yang mana ketergantungan pada energi fosil merupakan salah satu penyebab terjadinya polusi udara dan pencemaran lingkungan.
Energi baru dan terbarukan perlu terus diakselerasikan untuk dapat masuk ke setiap lini kehidupan masyarakat. Hal tersebut akan membuat berangsur-angsur penggunaan bahan bakar fosil berkurang.
Lalu bagaimana kondisi saat ini? Capaian energi baru dan terbarukan sampai akhir 2020 baru mencapai 11,5 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa masih minimnya peran energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional.
Perlu kita ingat bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional tertuang bahwa bauran energi primer pada 2025 terdiri dari batubara sebesar 30 persen; energi baru dan terbarukan 23 persen; minyak bumi 25 persen; dan gas bumi 22 persen.
Tanpa aksi transisi yang masif, Indonesia dan dunia tentu akan masih dihadapkan dengan ancaman kerusakan lingkungan seperti tersebut pada awal artikel ini, bahkan mungkin jauh lebih ekstrem.
Indonesia harus mulai mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi yang tidak ramah terhadap lingkungan. Keberlanjutan kehidupan umat manusia dan seisinya juga harus dipertimbangkan dalam proses penggunaan energi sebagai sumber kehidupan.
Transisi penggunaan sumber energi tidak akan terelakkan ke depannya. Saat ini, pengembang otomotif kelas dunia sudah melirik pada pengembangan otomotif dengan penggunaan sumber energi yang ramah lingkungan.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Namun semangat dan fokus untuk pencapaian target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen harus tetap dikobarkan. Umat manusia terus berkejaran dengan waktu terhadap pemanasan global dan kerusakan lingkungan.
Perhatian penuh yang konsisten, niat politik yang tinggi untuk mewujudkan transisi energi, serta dukungan aksi dari seluruh masyarakat menjadi kunci bentuk nyata kita selaku bangsa Indonesia dalam kontribusinya menyelamatkan dunia.
*Fahmi Prayoga adalah Peneliti dan Analis Kebijakan Publik
SmartID, Institute for Development and Governance Studies