RAKYATKU.COM, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengingatkan masyarakat untuk lebih bijak dalam memanfaatkan layanan pinjaman berbasis teknologi informasi atau fintech lending. Di tengah meningkatnya akses dan kemudahan dalam memperoleh dana melalui platform digital, OJK menyoroti pentingnya kesadaran finansial agar masyarakat tidak terjebak dalam praktik “gali lubang tutup lubang”.
Peringatan ini disampaikan menyusul langkah OJK memperketat regulasi terhadap industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI), termasuk penerapan prinsip repayment capacity dan verifikasi identitas digital (electronic Know Your Customer atau e-KYC) sebagai syarat utama dalam proses pendanaan.
“Kami melihat masih banyak masyarakat yang mengakses pinjaman digital tanpa mempertimbangkan secara matang kemampuan membayar. Ini berisiko memicu utang menumpuk dan akhirnya gagal bayar,” ujar juru bicara OJK dalam pernyataan resmi, Rabu (18/6).
Baca Juga : OJK Perketat Aturan Fintech Lending, Wajibkan e-KYC dan Laporan ke SLIK Mulai Juli 2025
Menurut OJK, sebagian peminjam bahkan secara sengaja menghindari pembayaran, memanfaatkan celah sistem, atau meminjam dari beberapa platform secara bersamaan. Untuk itu, OJK mewajibkan penyelenggara Pindar melakukan penilaian kelayakan kredit secara menyeluruh (credit scoring) dan membatasi pemberian pinjaman kepada peminjam yang sudah tercatat di tiga penyelenggara atau lebih.
Selain mendorong perlindungan terhadap pemberi dana (lender), kebijakan ini juga dimaksudkan untuk menumbuhkan ekosistem fintech yang lebih sehat dan berkelanjutan. OJK menekankan bahwa pertumbuhan industri teknologi keuangan tidak boleh mengorbankan prinsip kehati-hatian dan tanggung jawab sosial.
“Kemudahan akses bukan berarti bebas risiko. Masyarakat harus menimbang secara rasional, apakah pinjaman memang benar-benar dibutuhkan dan apakah ada kemampuan untuk melunasi,” kata OJK.
Baca Juga : 152 Koperasi Merah Putih Terbentuk di Makassar, OJK Siapkan Langkah Preventif Hadapi Pinjaman Ilegal
Dalam beberapa kasus yang ditangani Satgas Waspada Investasi, praktik over borrowing bahkan berujung pada tekanan psikologis yang berat hingga konflik keluarga. OJK mencatat bahwa sebagian besar masalah tersebut berakar dari rendahnya literasi keuangan digital dan sikap konsumtif yang tidak terkendali.
Sebagai langkah pencegahan, OJK mengimbau masyarakat untuk selalu memeriksa legalitas platform Pindar melalui situs resmi OJK sebelum mengajukan pinjaman. Selain itu, penting bagi peminjam untuk memahami syarat dan ketentuan pinjaman, termasuk bunga, denda keterlambatan, dan mekanisme penagihan.
Dalam waktu dekat, mulai 31 Juli 2025, penyelenggara Pindar juga diwajibkan menjadi pelapor dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) sesuai dengan POJK Nomor 11 Tahun 2024. Dengan demikian, data pinjaman dari fintech akan terintegrasi dengan sistem perbankan nasional, dan dapat menjadi referensi bagi lembaga jasa keuangan untuk menilai riwayat kredit seseorang.
Baca Juga : Pemprov Sulsel dan OJK Perkuat Sinergi Dorong Inklusi Keuangan
“Dengan masuknya data fintech ke SLIK, transparansi akan meningkat dan akan sulit bagi borrower yang tidak bertanggung jawab untuk berpindah-pindah platform tanpa jejak,” tambah OJK.
OJK menegaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan pengawasan ketat terhadap pelaku industri Pindar, dan tidak akan segan menjatuhkan sanksi bagi penyelenggara yang melanggar ketentuan. Langkah ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan mendukung pertumbuhan inklusi keuangan yang beretika di Indonesia.