RAKYATKU.COM, JAKARTA - Setelah melangsungkan sidang selama hampir empat jam, majelis hakim Mahkamah Agung (MA), Selasa (8/8/2023) sore, memutuskan menerima permohonan kasasi mantan Kepala Divisi Propam Polri, Ferdy Sambo, menurunkan vonis hukuman terhadapnya dari hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup.
Pakar hukum pidana di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Dr. Nella Sumika Putri, melihat putusan kasasi MA ini sebagai kontribusi baik karena sejalan dengan perubahan KUHP ke KUHP 2023 yang menjadikan hukuman mati sebagai alternatif pemidanaan terakhir.
"Semakin lama kita, kan, memang akan menghapuskan pidana mati. Jadi, putusan MA ini menunjukkan sisi positif bahwa MA melakukan salah satu bentuk moratorium pidana mati dengan menurunkan putusan menjadi pidana penjara seumur hidup," katanya.
Baca Juga : Satresnarkoba Polres Wajo Tangkap Dua Terduga Pelaku Kejahatan Narkoba
Dari sudut pandang hukum, kata dia, khususnya hak asasi manusia (HAM), ini adalah langkah yang positif. Dari sisi hukuman yang dijatuhkan juga tidak ada yang dilanggar karena untuk kasus pembunuhan berencana, alternatif hukumannya adalah hukuman 20 tahun penjara, hukuman seumur hidup, dan pidana mati.
"Yang kini harus dikaji lebih jauh adalah apa pertimbangan hakim yang memperingan hukuman Ferdy Sambo,” jelasnya.
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, melihat pengurangan hukuman Ferdy Sambo itu sebagai terobosan hukum.
Baca Juga : Ganggu Pacar Orang, Seorang Pria Di Makassar Tewas Setelah Dianiaya
"Sebagai ketua organisasi dan tokoh/aktivis HAM, saya tentu saja merespons vonis seumur hidup atas Ferdy Sambo sebagai sebuah terobosan bagi agenda penghapusan hukuman mati. Mandat penghapusan hukuman mati adalah agenda global untuk meningkatkan kualitas pemajuan HAM di suatu negara. Secara umum ini akan menjadi poin pemajuan HAM di Indonesia," bebernya.
Namun, ketika ditanya apakah pengurangan hukuman ini berkeadilan, Hendardi mengatakan hal itu akan menjadi perdebatan panjang. "Tetapi, hukuman seumur hidup adalah hukuman terberat yang menjadi domain sebuah negara. Sementara, dalam perspektif HAM, hukuman mati tentu adalah domain Sang Pencipta, yang menentukan mati dan hidup seseorang," jelasnya.
Selain memutuskan permohonan kasasi Ferdy Sambo, majelis hakim MA juga memutuskan permohonan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dari 20 tahun menjadi 10 tahun penjara; mantan asisten rumah tangga Kuat Ma’ruf dari 15 tahun menjadi 10 tahun penjara; dan mantan ajudan Ricky Rizal Wibowo dari 13 tahun menjadi delapan tahun penjara.
Baca Juga : MA Anulir Hukuman Mati Ferdy Sambo
Meskipun memahami pengurangan putusan bagi Ferdy Sambo, Nella mempertanyakan pertimbangan hakim pada ketiga terdakwa ini.
"Ini perlu kita telaah lebih jauh karena pengurangan hukuman ini hampir 40 persen. Kita perlu melihat apa pertimbangan hakim atas hal ini. Alasan apa yang digunakan hakim untuk memperingan putusan ini dan harus kita baca bersama-sama, apakah obyektif atau merupakan kaitan dengan putusan lain," katanya.
"Maksud begini, karena hukuman Ferdy Sambo diturunkan maka yang lain juga harus turun. Padahal, ini tidak serta merta demikian karena sedianya majelis juga melihat peranan dari masing-masing pelaku terhadap perbuatan tersebut. Seharusnya tidak otomatis karena Ferdy Sambo turun, lalu yang lain juga turun," lanjutnya.
Baca Juga : Bharada E Divonis 1 Tahun 6 Bulan Penjara
Sumber: VOA Indonesia