RAKYATKU.COM, JAKARTA - Program hilirisasi sumber daya alam Indonesia makin didorong penanaman modal asing di sektor pertambangan dalam negeri. Namun, investasi ini harus memberikan nilai tambah jangka panjang bagi Indonesia.
Praktisi Pasar Modal dan Co-founder PasaRDana, Hans Kwee, mengatakan program hilirisasi pertambangan yang sedang diterapkan Pemerintah membutuhkan dukungan dari perusahaan yang kuat dan sehat. Keberhasilan program ini dapat dilihat dari sisi modal, teknologi, serta penerapan prinsip Environment, Social, and Governance (ESG).
Indonesia telah menyaksikan peningkatan investasi pertambangan nikel dalam beberapa tahun terakhir. Investasi ini bertujuan memenuhi kebutuhan nikel dunia sebagai bahan baku utama dalam industri kendaraan listrik.
Baca Juga : PT Vale IGP Morowali Raih Penghargaan Indonesia Corporate Sustainability Award 2024
Perusahaan-perusahaan terkemuka, seperti Tesla, Ford, dan Volkswagen menunjukkan minat mereka untuk berinvestasi di sektor pertambangan nikel dan menggunakan nikel Indonesia sebagai sumber daya utama kendaraan mereka.
"Penanaman modal asing dari perusahaan-perusahaan dunia yang membutuhkan nikel Indonesia memang menjadi bagian penting dari strategi hilirisasi sumber daya alam Pemerintah. Namun, harus dipastikan juga bahwa investasi ini jangan hanya bersifat ekstraktif. Harus ada nilai tambah untuk masyarakat sekitar dan masyarakat Indonesia secara umum, seperti praktik atau standar pertambangan berkelanjutan, kontribusi sosial dan ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat lokal,” jelas Hans Kwee, yang juga menjadi dosen di Universitas Trisakti dan Universitas Atmajaya Jakarta, Senin (10/7/2023),
Hans Kwee berujar, pilihan yang tepat dalam memilih perusahaan penanaman modal asing di Indonesia dapat membantu meningkatkan standar keberlanjutan dan teknologi dalam industri pertambangan dalam negeri.
Baca Juga : PT Vale Perkuat Komitmen Iklim lewat Kemitraan Produksi Nikel Net-Zero di COP29
Salah satu contoh yang dapat dijadikan acuan di Indonesia adalah perusahaan PT Vale Indonesia di Sulawesi Selatan (Sulsel). Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan pernah menyebut PT Vale sebagai contoh bagi semua perusahaan tambang di Indonesia karena investasi semacam ini adalah yang dibutuhkan Indonesia.
"Vale itu setahu saya memang bagus, mereka memiliki pembangkit listrik sendiri dan punya smelter sendiri. SOP (standard operating procedure) di sana bagus sekali. Saya pernah mendengar keluhan pengusaha bahwa bikin smelter itu di daerah, kan, listriknya tidak ada. Nyatanya, Vale ini sudah bisa membuat pembangkit listrik sendiri. Vale bisa bikin smelter yang punya nilai tambah. Itulah mengapa Vale memang bagus," tambah Doktor Ilmu Ekonomi Keuangan lulusan Universitas Trisakti ini.
Pemerintah, kata dia, seharusnya memberikan dukungan kepada perusahaan-perusahaan penanaman modal asing yang telah terbukti sukses mengintegrasikan ESG dalam operasional mereka dengan memberikan kepastian investasi yang lebih baik. Hal ini akan menarik minat perusahaan-perusahaan internasional untuk berinvestasi di Indonesia.
Baca Juga : Presiden Prabowo Saksi Kolaborasi USD1,4 Miliar PT Vale dan GEM Co. untuk Pabrik Nikel Net-Zero
“ESG ini sangat penting. Kalau kita lihat di Eropa belum lama ini, barang-barang Indonesia sering kali ditolak, terutama CPO (crude palm oil), karena mereka menganggap perusahaan Indonesia punya efek karbon. Jadi, kemampuan perusahaan untuk menerapkan ESG harus menjadi pertimbangan Pemerintah untuk sektor pertambangan,” ujar Hans Kwee.
Hans Kwee menekankan pentingnya menjaga nasionalisme yang nyata dan menghindari tekanan politik dari pihak-pihak tertentu yang dapat menyulitkan operasional perusahaan ini. Perlu diingat bahwa sebagian besar pekerja di perusahaan-perusahaan tersebut adalah warga negara Indonesia.
“Selain itu, mereka membantu melestarikan alam dan memastikan bahwa sumber daya alam yang mereka kelola bisa dinikmati oleh generasi penerus. Bahkan, kalau kita perhatikan, perusahaan-perusahaan pertambangan lokallah selama ini yang selalu banyak menimbulkan kerusakan,” tambah Hans Kwee.
Baca Juga : Kementerian ESDM Jadikan PT Vale IGP Pomalaa Teladan Praktik Pertambangan Berkelanjutan
Dampak positif dari investasi pertambangan berkelanjutan di Indonesia tidak hanya melibatkan pelestarian lingkungan, tetapi juga berdampak pada peningkatan kesejahteraan sosial dan pembangunan ekonomi. Melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan infrastruktur, dan promosi praktik pertambangan yang bertanggung jawab, investasi pertambangan berkelanjutan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal, pengurangan kemiskinan, dan mendorong pertumbuhan inklusif.
“Jadi, kita harus dukung program hilirisasi Pemerintah. Namun, harus diikuti kemampuan perusahaan. Semua negara di dunia mencari investor dari luar negeri untuk memaksimalkan pengelolaan sumber daya alam di negara masing-masing. Jika semua mau dikelola sendiri, Indonesia bisa repot,” ujarnya.
Untuk menjaga kepercayaan investor global dan produsen mobil listrik terkemuka di dunia, pemerintah Indonesia perlu menjaga iklim investasi yang sehat dan memastikan bahwa Indonesia, sebagai pemain utama dalam industri produksi nikel, mematuhi aturan keberlanjutan internasional.
Baca Juga : PT Vale Adopsi Diesel Terbarukan HVO, Kurangi Emisi Karbon hingga 70%
Di sisi lain, Hans Kwee mengungkapkan bahwa divestasi merupakan langkah yang diperlukan untuk mempermudah pengawasan perusahaan oleh Pemerintah serta meningkatkan pendapatan negara dari sektor ini. Namun, proporsi divestasi harus disesuaikan dengan pertimbangan bisnis agar tidak mengganggu kinerja perusahaan.