RAKYATKU.COM -- Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi mengecam kebijakan yang diputuskan Badan Pangan Nasional (Bapanas) baru-baru ini yakni impor beras sebanyak 2 juta ton, dengan impor tahap pertama 500 ribu ton yang harus segera direalisasikan dalam waktu secepatnya.
Kebijakan ini dinilai gagal paham terkait menganalisasi data produksi yang diperkirakan menurun, padahal langkah nyata yang seharusnya diambil adalah mengoptimalkan serap gabah petani karena panen raya tengah berlangsung di sejumlah wilayah hingga April 2023.
“Beberapa minggu lalu, Presiden Jokowi memulai panen raya padi 1 juta hektar nasional di Kebumen dan Ngawi. Dikatakan panen raya padi awal 2023 ini berlangsung hingga April dan Presiden meminta petani melakukan percepatan tanam kembali usai panen. Artinya, produksi padi dalam negeri cukup melimpah, sehingga terjadi kejanggalan dan gagal paham kalau tiba-tiba Bapanas memutuskan impor. Padahal seharusnya dilakukan adalah mengoptimalkan serap gabah petani,” demikian dikatakan Prima Gandhi di Bogor, Selasa (28/3/2023).
Baca Juga : Mentan RI Amran Tinjau Lokasi Sebelum Kunker Presiden Jokowi di Bone
Pria yang menjabat Wakil Sekjen Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) ini pun optimis produksi padi masa panen Januari-April 2023 ini melimpah.
Mengacu data Kerangka Sampling Area (KSA) BPS, menunjukan luas panen pada bulan Februari 2023 seluas 1,20 juta ha dengan perkiraan produksi 6,39 juta ton gabah kering giling (GKG), setara beras 3,68 juta ton.
Selanjutnya Maret seluas 1,70 juta ha dengan produksi 9,14 jt ton GKG setara beras 5,26 juta ton dan April 1,15 juta ha dengan produksi 6,09 juta ton GKG setara beras 3,51 juta ton.
Baca Juga : Mentan Serahkan Bantuan Pertanian Senilai Rp410 Miliar untuk Bencana di Sulsel
“Produksi padi 2022 sebesar 54,75 juta ton, lebih tinggi dari 2021 sebesar 54,42 juta ton. Di tahun 2022 terjadi surplus 1,3 juta ton beras. Artinya apa? kebijakan Bapanas adalah mestinya memprioritaskn serap gabah dan beras dari petani. Demikian juga angka tetap luas panen Januari-Februari 2023 itu naik dari Januari-Februari 2022 sehingga pasokan tinggi, dan ini memasuki panen raya Maret-April sehingga pasokan melimpah agar banyak turun ke lapangan serap gabah petani,” tegas Gandhi.
Ia menambahkan Angka tetap KSA BPS mencatat luas panen padi bulan Januari-Februari 2023 seluas 1,39 juta hektar lebih tinggi 153 ribu hektar Januari-Februari 2022 luas 1,23 juta hektar.
Bagaimana dengan kondisi Maret-Mei 2023, tentu data BPS masih menggunakan angka perkiraan atau potensi panen sehingga dalam menganalisasi ketersediaan beras perlu menunggu data angka tetap hasil rilis.
Baca Juga : Indonesia Jalin Kerjasama Teknologi Pertanian dengan Iran
“Mengapa demikian? karena salah membaca data bisa berakibat fatal, keputusannya juga bisa fatal, mana ada di statistik ada istilah data dikoreksi. Ini kan terlihat jelas bahwa mencari-cari alasan bahwa produksi turun sehingga perlu dengan segera harus mengimpor beras,” ucap Gandhi.