RAKYATKU.COM, MAKASSAR — Kanwil DJP Sulselbartra berhasil menghimpun penerimaan sebesar Rp18,26 Triliun atau 124.67% dari target, hal ini menjadi pertama kali mencapai target penerimaan sejak tahun 2014.
Hal ini seperti diungkapkan Supendi, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Selatan selaku Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan pada konferensi pers, kinerja APBN regional Sulsel periode 31 Desember 2022, di Strada Cafe & Resto, Kamis (26/1).
Menurut Supendi, khusus di Sulawesi Selatan, penerimaan pajak mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu 27,4 persen(yoy) dengan realisasi penerimaan pajak tahun 2022 mencapai Rp12,7 Triliun atau 120,28 persen dari target.
Sementara realisasi PNBP tahun 2022 regional Sulawesi Selatan mencapai Rp2.686,77 Miliar, atau tumbuh 11,77 persen dibandingkan tahun 2021 dengan rincian: PNBP Lainnya Rp963,69 Miliar dan PNBP BLU Rp1.723,08 Miliar.
“Realisasi pendapatan BLU sebagian besar disumbang dari pendapatan jasa layanan umum pada Satker BLU yang ada di Sulawesi Selatan yang mencapai 90,08 persen dari total pendapatan BLU sebesar Rp1.734,32 Miliar,”ungkap Supendi.
Lanjutnya, secara umum, pelaksanaan belanja negara di Sulawesi Selatan masih menggunakan pola menumpuk di akhir tahun.
Baca Juga : PT Vale Raih Pajak Award dari Kanwil DJP Sulselbartra, Kontribusi PPN-PPh Tertinggi di 2022
Hal ini tampak dari meningkatnya realisasi secara drastis sebesar Rp44,134 Triliun pada akhir November 2022 menjadi Rp49,81 triliun di akhir Desember 2022.
Hal ini diakibatkan transfer ke daerah mengalami perlambatan akibat menurunnya alokasi pagu yang tersedia jika dibandingkan dengan tahun lalu.
Agregat realisasi Belanja Negara tahun 2022 sebesar Rp49,81 Triliun dari pagu Rp50,79 Triliun (98,08 persen) .
Baca Juga : OJK Laporkan Kinerja Lembaga Jasa Keuangan Sulsel Tumbuh 6,19 Persen
“Belanja Pemerintah Pusat on the track namun perlu diakslerasi guna meningkatkan pemulihan
ekonomi, hanya komponen belanja pegawai yang tumbuh postif. Belanja barang dan modal terkontraksi akibat keterlambatan proses lelang, penundaan kegiatan dan automatic adjustment,” pungkas Supendi. (*)