MAKASSAR -- Pemerintah Indonesia resmi menetapkan jadwal cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 2023. Penetapan tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Cuti Bersama Pegawai Aparatur Sipil Negara Tahun 2023.
Dalam Keppres itu, libur nasional Idul Fitri pada 22 dan 23 April 2023. Sementara cuti bersama lebaran Idul Fitri 2023 selama 4 hari. Yakni mulai 21, 24, 225, dan 26 April 2023.
Dengan demikian, masyarakat akan menikmat libur lebaran selama 6 hari di bulan April tahun 2023.
Baca Juga : Pj. Bupati Wajo Sampaikan Pesan Idul Fitri Jelang Shalat Ied di Masjid Ummul Qura
“Cuti bersama sebagaimana dimaksud pada diktum KESATU tidak mengurangi hak cuti tahunan Pegawai Aparatur Sipil Negara,” bunyi Keppres tersebut yang diteken Joko Widodo.
Dalam Keppres juga disebutkan, pegawai ASN yang karena jabatannya tidak diberikan hak atas cuti bersama, hak cuti tahunannya ditambah sesuai dengan jumlah cuti bersama yang tidak diberikan.
Awal Puasa Ramadan 2023
Keputusan mengenai awal ramadan 2023 melalui sidang isbat oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Bila mengacu pada kalender Islam Hijriah tahun 2023 yang diterbitkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), maka awal ramadan 2023 diperkirakan jatuh pada tanggal 22-23 Maret 2023.
Otoritas Uni Emirat Arab (UEA) telah memprediksi awal ramadan untuk tahun 2023 jatuh pada hari Kamis, 23 Maret 2023. Prediksi ini berdasarkan perhitungan yang dilakukan Persatuan Astronomi Internasional (Arab Union for Astronomy and Space Science/AUASS).
Baca Juga : Operasi Ketupat 2024: Polres Barru Siap Amankan Arus Mudik Lebaran
Ramadan Serentak, Lebaran Tak Serentak?
Peneliti Astronomi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan)-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Thomas Djamaluddin memprediksi, awal Ramadan 1444 H akan seragam alias serentak pada 23 Maret 2023. Namun, ada potensi perbedaan pada Idul Fitri 1444 H. Perbedaan ini bukan karena perbedaan metode rukyat dan hisab, tetapi karena perbedaan kriteria.
"Muhammadiyah dengan kriteria Wujudul Hilal yaitu 21 April 2023. Pemerintah dan beberapa ormas Islam, seperti NU dan Persis, dengan kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal, yaitu 22 April 2023," tutur dia dilansir dari Republika pada 5 Mei 2022.
Baca Juga : Kemenag Gelar Sidang Isbat Awal Syawal 1445 H 9 April 2024
Menurutnya, solusi terhadap potensi perbedaan Idul Fitri 1444 H adalah mengupayakan kesepakatan kriteria dan otoritas, antara pemerintah dan ormas-ormas Islam.
Kesepakatan penggunaan kriteria yang dimaksud ialah kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Kriteria ini sudah diterima oleh empat negara tersebut dan beberapa ormas Islam yakni NU dan Persis. "Kriteria MABIMS yaitu tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat," katanya.
Menurut Thomas, ada sejumlah faktor mengapa kriteria MABIMS perlu diterima dalam penentuan awal bulan Hijriah. Pertama, kriteria MABIMS dibangun atas dasar data rukyat atau pengamatan global jangka panjang. Kedua, parameter yang digunakan dalam kriteria MABIMS adalah parameter yang biasa digunakan oleh para ahli hisab Indonesia, yaitu ketinggian hilal dan elongasi (jarak sudut bulan-matahari).
Baca Juga : Kasdam Hasanuddin Vicon Dengan Para Dansat Jelang Cuti Lebaran 1444 H
"(Ketiga), parameter yang digunakan menjelaskan aspek fisis rukyatul hilal. Elongasi menggambarkan ketebalan fisis hilal. Semakin besar nilai elongasi, berarti hilal semakin tebal," ujar anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriyah Kemenag itu.
Sedangkan ketinggian hilal, lanjut Thomas, menggambarkan efek gangguan cahaya senja karena faktor atmosfer. Bila ini semakin tinggi, maka efek gangguan makin berkurang. Keempat, dalam kriteria MABIMS, ketinggian minimal 3 derajat didasarkan pada data global. Artinya, hilal yang tingginya di bawah 3 derajat tidak terlihat karena gangguan cahaya senja yang masih kuat.
Kelima, elongasi minimal 6,4 derajat didasarkan pada rekor bulan terdekat sebagaimana yang dilaporkan dalam makalah Mohammad Shawkat Odeh, salah seorang tokoh falak Internasional. "Elongasi yang kurang dari 6,4 derajat terlalu tipis dan redup untuk mengalahkan cahaya senja," kata Thomas.
Baca Juga : Kasdam Hasanuddin Vicon Dengan Para Dansat Jelang Cuti Lebaran 1444 H
Terakhir, menurut profesor riset Astronomi-Astrofisika Lapan-BRIN itu, kriteria baru MABIMS dibangun dengan data rukyat dan dianalisis secara hisab. Ini merupakan titik temu bagi pengguna metode rukyat seperti NU dan pengguna metode hisab seperti Muhammadiyah.