Rabu, 15 Juni 2022 19:57

Pengacara Ilham Hatta Heran Tuntutan JPU, Ahli Hukum : Jika Penghitungan Tak Sesuai Berarti Penyimpangan

Syukur Nutu
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ahli hukum pidana dari Universitas  Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof Hambali Thalib.
Ahli hukum pidana dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof Hambali Thalib.

"Penyebutan beban kerugian negara oleh JPU pada seorang terdakwa perkara dugaan korupsi harusnya mengacu pada hasil audit BPK"

RAKYATKU.COM, MAKASSAR - Perkara dugaan korupsi pembangunan Puskesmas Batua Tahap I masih terus bergulir di Pengadilan Negeri Makassar.

Terkait perkara tersebut, Ahli hukum pidana dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof Hambali Thalib menilai ada kekeliruan pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Andi Ilham Hatta Sulolipu. Kekeliruan tersebut terlihat pada penyebutan nilai kerugian negara yang dibebankan kepada Ilham Hatta dalam materi tuntutan JPU, yakni sebesar Rp18,75 miliar.

Dimana, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Penghitungan Kerugian Negara BPK RI Nomor 10/LHP/XXI/06/2021 tanggal 17 Juni 2021, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menegaskan kalau Ilham Hatta hanya bertanggungjawab pada kerugian negara sebesar Rp5,71 miliar lebih.

Baca Juga : Kerugian Negara pada Tuntutan JPU untuk Ilham Dianggap Tak Sesuai Hasil Audit BPK

"Penyebutan beban kerugian negara oleh JPU pada seorang terdakwa perkara dugaan korupsi harusnya mengacu pada hasil audit BPK. Sifat hasil audit BPK itu nyata dan pasti," ungkap Prof Hambali Thalib pada Rabu (15/6/2022).

Hal ini sesuai dengan Pasal 23E Ayat (1) UUD 1945, bahwa BPK melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab negara yang mencakup seluruh unsur keuangan negara sebagaimana termaktub dalam Pasal 2 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

"Temuan BPK adalah temuan menurut konstitusi. Kalau jaksa kemudian menghitung tidak sesuai dengan itu, maka berarti itu sebuah deviasi, penyimpangan. Harusnya beban kerugian negara didasarkan pada temuan BPK. Karena yang berhak menentukan kerugian negara adalah BPK. Sehingga dengan demikian, langkah Jaksa menuntut di luar temuan BPK, menurut saya keliru. Sebuah penyimpangan yang tidak seharusnya terjadi," tambahnya.

Baca Juga : Majelis Hakim Tolak Nota Keberatan Terdakwa RS Batua Makassar Erwin Hatta

Jikalau jaksa dalam tuntutannya menyebutkan nilai kerugian negara yang ditanggung Ilham Hatta didasari dengan hitungan sendiri kemudian dijadikan rujukan, maka kata Prof Hambali hal tersebut jelas terjadi penyimpangan.

"Kemudian, kalau dengan dasarnya sendiri, menghitung sendiri, lalu menjadikan rujukan uang pengganti dari Rp5 miliar lebih menjadi Rp18 miliar lebih, maka ini sebuah deviasi, penyimpangan," beber Prof Hambali.

Muhammad Syahban Munawir selaku penasehat hukum Andi Ilham Hatta ikut mempertanyakan dasar Jaksa Penuntut Umum untuk membebankan nilai kerugian negara sebesar Rp18,75 miliar kepada Ilham Hatta.

Baca Juga : JPU Yakin Korupsi RS Batua Terbukti, Pengacara: Klien Kami Tidak Terlibat Langsung

Dalam materi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Andi Ilham Hatta menyebutkan Ilham bertanggung jawab terhadap kerugian negara sebesar Rp18,75 miliar lebih dan Kadafi sekitar Rp3 miliar lebih.

Penyebutan nilai kerugian negara tersebut tidak sesuai dengan hasil audit yang dikeluarkan oleh BPK, di mana ahli kerugian negara dalam laporannya nomor 10/LHP/XXI/06/2021 menegaskan bahwa Ilham bertanggungjawab pada kerugian negara hanya sebesar Rp5,71 miliar lebih dan Kadafi malah lebih besar yakni Rp8,69 miliar.

Merujuk pada hasil perhitungan kerugian negara yang dikeluarkan oleh BPK tertanggal 17 Juni 2021 dan terima oleh penyidik kepolisian serta JPU, menunjukkan indikasi kalau jaksa mengabaikan dan membalikkan fakta khususnya dalam penyebutan tanggungjawab beban kerugian negara.

Baca Juga : Sidang Lanjutan Bos SPBU di Parepare, Korban Anggap Tuntutan JPU Terlalu Ringan

"Hasil audit LHP investigatif BPK sendiri terkait dengan perhitungan nilai kerugian negara pembangunan gedung Puskemas Batua Tahap I hanya sebesar Rp5,71 miliar. Temuan BPK malah menunjukkan penguasaan dana proyek secara pribadi oleh Pak Kadafi lebih besar dari Pak Ilham, yakni Rp8,69 miliar," ujar Munawir.

Secara rinci masih merujuk pada LHP BPK, auditor menyebutkan penguasaan uang secara pribadi dari pembayaran pekerjaan pembangunan gedung Puskemas Batua tahap I masing-masing terjadi pada tanggal 24 Januari 2018, tapi uang tersebut diterima oleh pegawai Ilham Hatta atas nama Hasrul Indrajaya, sebesar Rp3,5 miliar.

Penerimaan kedua menurut auditor BPK terjadi pada tanggal 17 November 2018 sebesar Rp2,21 miliar melalui penyetoran uang ke sebuah rekening oleh Muhammad Ramli Dani.

Baca Juga : Sidang Lanjutan Bos SPBU di Parepare, Korban Anggap Tuntutan JPU Terlalu Ringan

Sedangkan Muhammad Kadafi Marikar secara tunai menerima uang senilai Rp12,605 miliar. Akan tetapi BPK dalam hasil auditnya menyatakan jumlah uang yang digunakan untuk keperluan proyek seperti pembelian besi dan beton hanya sebesar Rp3,9 miliar. Sehingga terdapat sisa uang yang dikuasai oleh Kadafi Marikar sebesar Rp8,69 miliar.

"Tapi pada tuntutan yang dibacakan oleh JPU, malah beban kerugian negara yang harus ditanggung oleh Pak Ilham mencapai Rp18 miliar lebih. Jauh lebih tinggi dari fakta temuan BPK dalam LHP. Ini sangat ganjil," tegas Munawir.

Diketahui, Kadafi Marikar selaku Direktur PT Sultana Anugrah dan Andi Ilham Hatta Sulolipu selaku Kuasa Direksi PT Sultana Anugrah pada pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan Gedung Puskesmas Batua Tahap I TA 2018 dituntut masing-masing 10 tahun kurungan penjara karena keduanya dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp22 miliar.

#RS Batua Makassar #Tuntutan Jaksa #Sidang