Lalu, tidak ada cara ilmiah untuk mengetahui apakah buah itu dalam kondisi baik hanya dengan melihat bagian luarnya.
Selain itu, di negara-negara utama yang membudidayakan dan mengekspornya, terutama di Asia Selatan dan Tenggara (nangka adalah buah nasional Bangladesh dan Sri Lanka), tidak ada rantai pemasaran, dan praktik pascapanen tidak dilakukan.
Akibatnya, diperkirakan 70 persen produksi buah nangka hilang.
Di India, misalnya, nangka dipandang sebagai buah yang tidak diinginkan dan dicap di daerah pedesaan sebagai buah orang miskin.
Elemen tambahan, kata para ahli, adalah kurangnya kesadaran - meskipun nangka menjadi semakin populer, banyak konsumen yang belum pernah mencicipinya dan tidak tahu resepnya.
Fabricio Torres, pemilik Torres Tropical BV, importir buah-buahan eksotis yang berbasis di Belanda, juga menambahkan bahwa angkutan udara meningkat pesat dengan adanya pandemi COVID-19.
"Banyak buah-buahan dari wilayah seperti Asia dan Amerika Selatan datang ke Eropa dengan pesawat penumpang. Maskapai sekarang mencari produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi untuk ruang kargo. Nangka sangat mudah rusak dan busuk, sehingga tidak layak mengimpornya dalam volume besar. Semua ini menaikkan harga akhir," katanya. (*)
Sumber: BBC Indonesia