Jumat, 08 Oktober 2021 20:02

Ini Beban yang Harus Ditanggung KPU jika Ikut Jadwal Pemilu dan Pilkada yang Diusulkan Pemerintah

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
Ini Beban yang Harus Ditanggung KPU jika Ikut Jadwal Pemilu dan Pilkada yang Diusulkan Pemerintah

Jika kampanye berlangsung di bulan Ramadan, praktik money politics bakal sulit diawasi oleh lembaga pengawas pemilu.

RAKYATKU.COM - Jadwal pemilihan umum kini menjadi perhatian. Bagaimana tidak, hingga saat ini belum ada jadwal resmi pelaksanaan pemilu.

Nurmal Idrus, direktur Nurani Strategic Consulting mengatakan, pemerintah dan KPU serta partai politik kini jadi bersilang pendapat tentang pemilu.

Jika dulu yang membuat mereka tak sama pendapat adalah sistem pemilu, maka kini justru pada hal yang remeh temeh, jadwal hari pemungutan suara pemilu dan pilkada.

Baca Juga : PPK Tempe Rampungkan Rekapitulasi Suara Hasil Pemilihan Calon Anggota Legislatif DPRD Wajo

"Pemerintah menginginkan pemilu digelar 15 Mei 2024. Sementara KPU keukeuh pada 17 Februari 2024. Beda pendapat itu menular ke parlemen dimana para wakil rakyat ikut terbelah mengenai jadwal itu. Namun sebenarnya, KPU punya otoritas untuk menentukan jadwal pemilu. Dalam UU Nomor 07 Tahun 2017, KPU berwenang menetapkan hari dan tanggal pemilu. Atas dasar itulah KPU kemudian menyebut 17 Februari 2024 untuk pemilu dan 27 November 2024 sebagai hari H pilkada," kata Nurmal Idrus, Jumat (8/10/2021).

Dikatakan, pemerintah belakangan menginginkan jadwal pemilu diundur lewat Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Pemerintah ingin pemilu pada 15 Mei 2024, sementara KPU menggap jadwal itu sangat mepet dengan hari H pilkada pada 27 November 2024 yang telah disepakati. Belakangan lagi KPU akan menerima usul pemerintah itu dengan syarat pilkada diundur pula ke Mei 2025.

"Jika tak ada kesepakatan mengenai jadwal, maka masa depan pemilu kita bakal suram. Apalagi dengan UU Pemilu yang memerintahkan jadwal tahapan pemilu sudah harus dimulai paling lambat 25 bulan sebelum hari pemungutan suara. Jika mengacu pada jadwal KPU, maka Januari 2022, tahapan sudah harus dimulai oleh KPU," jelasnya.

Baca Juga : Bupati Barru Pantau Pemungutan Suara Ulang di TPS 1 Lawampang

Dengan tak ada jadwal resmi itu, lanjut Nurmal Idrus, maka KPU pasti akan kebingungan menentukan awal tahapan. Sejatinya, bagi pemerintah dan parpol jadwal pemilu dan pilkada adalah persoalan remeh temeh, mudah dan tak perlu dipersoalkan. Pasalnya, digelar kapan pun parpol sebagai peserta pemilu harus siap menghadapi pilihan rakyat. Demikian pula pemerintah yang harus tetap siap memfasilitasi pelaksanaannya.

"Namun, bagi KPU jadwal pemilu berarti juga tantangan berat. Apalagi dengan jadwal pemilu yang akan digelar bersamaan dalam setahun di 2024. Misalnya, jika mengikuti keinginan pemerintah pada Mei 2024, maka pasti akan membuat penyelenggara kelimpungan dalam menyesuaikan tahapan pilkada. Proses rekapitulasi suara pemilu yang rumit plus masa sengketa perolehan suara menjadi beban yang sangat berat harus ditanggung KPU jika jadwal pemilu dan pilkada mepet," katanya.

Mantan ketua KPU Makassar ini mengatakan, pemerintah harus menyadari, dua tahapan itu seringkali sulit diprediksi waktu selesainya. Rekapitulasi suara berjenjang dari sejak TPS hingga penetapan suara nasional bisa mengambil waktu hingga satu hingga satu setengah bulan dari hari pemungutan suara.

Baca Juga : Pemkot Parepare Pantau PSU di TPS

Rekapitulasi suara pemilu tak bisa secepat penghitungan suara pilkada karena banyaknya surat suara yang harus dihitung. Selain itu, sistem penghitungan suara yang rumit membuat kadangkala di tingkat TPS penghitungan suara berjalan molor.

Di tingkat rekapitulasi kecamatan biasanya akan menghabiskan waktu hingga lebih dari dua pekan terutama di wilayah dengan beban TPS yang besar.

"Tahapan sengketa perolehan suara juga biasa menimbulkan ketakpastian waktu. Banyaknya gugatan perolehan suara antar parpol membuat penyelesaiannya di MK sangat tak terprediksi," sambungnya.

Baca Juga : Bupati Luwu Utara Berikan Apresiasi Tinggi pada Pelaksanaan Pemilu 2024

Nurmal Idrus mengatakan kondisi itu membuat jadwal yang diinginkan pemerintah pada Mei 2024 sangat riskan karena akan berdempetan dengan persiapan KPU menggelar pilkada serentak pada November 2024.

Meski KPU punya sistem yang bagus dalam mengantisipasi mepetnya jadwal, namun mereka dipastikan akan sangat kesulitan dalam mengatur ritme dan transisi tahapan pemilu ke pilkada.

"Pun demikian, jika mengikuti keinginan pemerintah menggelar pemilu Mei 2024 maka dipastikan jadwal kampanye pemilu akan bentrok dengan Ramadan di bulan Maret dan April 2024. Memang tak ada larangan berkampanye di bulan puasa. Namun, akan sedikit banyak memengaruhi konsentrasi umat Islam yang tengah fokus beribadah. Penyelenggara dalam hal ini Bawaslu misalnya, akan sangat kesulitan dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan kampanye yang rawan membonceng pada pelaksanaan kegiatan Ramadan. Maka, pilihan paling baik saat ini adalah memberikan ruang yang lebar kepada KPU untuk menentukan jadwalnya sendiri sesuai amanat dalam UU Nomor 7 Tahun 2017," bebernya.

Penulis : Syukur
#Pemilu 2024